Teori awan debu merupakan sebuah teori yang beranggapan bahwa tata surya berasal dari gas serta kumpulan debu-debu yang berada di luar angkasa.
Dengan demikian, teori tersebut terkenal dengan sebutan The Dust Cloud Theory (teori awan debu). Teori ini dikemukakan oleh Von Weizsaecker di tahun 1940.
Lalu disempurnakan oleh Gerard P. Kuiper, Subrahmanyan Chandrasekhar, dan yang lain pada tahun 1950.
Baca Juga: Perbedaan Tata Surya dan Alam Semesta yang Masih Jarang Diketahui
Asumsi Mengenai Teori Awan Debu
Teori berawal dari anggapan bahwa di alam semesta ini banyak bertebaran gumpalan awan yang jenisnya sama.
Salah satu dari gumpalan awan tersebut alami proses pemampatan yang terjadi kira-kira 5 miliar tahun silam.
Ketika proses pemampatan berlangsung, partikel-partikel debu tertarik menuju bagian pusat dari awan, sehingga terbentuklah sebuah gumpalan bola yang mulai memilin.
Dengan berjalannya waktu, gumpalan gas itu mulai memipih serta membentuk cakram yang tebal di bagian tengahnya.
Baca Juga: Potret Bintang Pertama James Webb Space Telescope, Ini Infonya
Sementara itu, bagian tepinya kian menipis. Pada bagian tengah, partikel-partikelnya akan saling menekan antara satu dengan yang lain.
Hal ini mengakibatkan timbulnya panas dan kemudian berubah menjadi pijar. Perubahan itulah yang merupakan awal mula terciptanya matahari. Sementara di bagian tepi atau luar, mengalami perputaran yang sangat cepat.
Akibatnya, terpecah menjadi beberapa gumpalan debu dan gas yang ukurannya lebih kecil. Gumpalan-gumpalan kecil berisikan debu dan gas itu pun mengalami proses pemilinan.
Pada proses berikutnya, gumpalan tersebut membeku serta jadilah planet-planet juga beberapa satelit.
Gerald mengambil kesimpulan bahwa terbentuknya tata surya berasal dari debu dan awan yang terpilin.
Sejarah Teori Awan Debu
Para ahli astronomi mempercayai apabila awal mula terjadinya alam semesta ini berawal dari sebuah ledakan yang sangat besar.
Ledakan besar tersebut terkenal dengan sebutan ‘Big Bang’. Terjadinya ledakan ini yaitu kira-kira 13,7 miliar tahun silam.
Hal tersebut terbukti dengan adanya gelombang mikrokosmik serta sejumlah meteorit di angkasa. Awan debu berasal dari ledakan atas hidrogen.
Sementara hidrogen ini adalah unsur pertama yang terbentuk pada saat awan debu mengalami kondensasi. Sembari berputar, kemudian menjadi padat.
Pada saat awan debu mencapai suhu 20 derajat Celcius, helium yang berasal dari reaksi inti mulai terbentuk. Kemudian berubah menjadi atom helium.
Baca Juga: Perbedaan Waktu Bumi dan Luar Angkasa di Planet Tata Surya, Ini Dia!
Sementara itu, sebagian dari helium lainnya berubah menjadi energi yang berbentuk pancaran sinar infrared.
Teori selanjutnya terkait awan debu, perubahan wujud yang berasal dari hidrogen mengikuti sebuah rumus perubahan energi yakni E = mc2. Rumus tersebut dikemukakan oleh Albert Einstein.
Dengan demikian, kita peroleh sebuah hasil bahwa besarnya energi yang terpancar akan sebanding dengan massa dari atom hidrogen yang mengalami perubahan.
Pada proses berikutnya, angin bintang keluar dari kutub awan debu. Selanjutnya akan menyebar lalu menghilangkan debu yang terdapat di sekitar awan debu.
Dengan begitu, tersisalah dukhan membentuk sebuah piringan dan akhirnya berubah bentuk menjadi galaksi.
Berikutnya, bintang-bintang dan gas yang terbentuk itu akan mengisi pada bagian yang ada di dalam galaksi. Jadi, hasilkan struktur lembaran (filamen) juga rongga (void).
Para peneliti mengambil kesimpulan apabila alam semesta yang kita tahu sekarang ini menyerupai kapas. Terdapat bagian yang terisi serta ada juga bagian yang hampa di dalamnya.
Beberapa ahli juga mengemukakan apabila teori awan debu mempunyai persamaan dengan teori nebula jika melihat dari prosesnya.
Inti dari kabut itu membentuk gas pijar serta berputar seperti sekarang ini. Kant dan Laplace merupakan ahli yang mengemukakan teori nebula tersebut.
Kelemahan Teori Awan Debu
Sama seperti teori mengenai tata surya yang lain, teori ini juga mempunyai kekurangan. Berikut ini sejumlah kelemahan teori awan debu di dalam sistem tata surya.
Kelemahan pertama dari teori mengenai awan debu yaitu tidak terdapat penjelasan mengapa satelit berukuran lebih kecil. Namun pada akhirnya tidak ikut tersedot planet lain pada saat pilinan terjadi di luar cakram.
Kelemahan berikutnya adalah tidak adanya penjelasan mengenai asal mula debu awan yang dimaksudkan pada teori ini.
Pada teori awan debu ini tidak terdapat penjelasan juga terkait perbedaan arah putaran orbit di dalam tata surya yang dilewati oleh beberapa planet. (R10/HR-Online/Editor-Ndu)