Bea materai saham adalah rencana kebijakan baru pemerintah. Sejak awal isu berhembus, kebijakan ini banyak menuai pro kontra.
Kebijakan bea materai pada setiap transaksi saham sudah diumumkan kepada nasabah perusahaan efek melalui broker.
Rencananya, kebijakan ini akan mulai berlaku pada Maret 2022 mendatang. Lantas, apa sebenarnya bea materai ini?
Baca Juga: Rekomendasi Saham MNC Sekuritas Terbaik Terus Menguat
Kebijakan Bea Materai Saham Berlaku Mulai Maret?
Pemerintah menyampaikan rencana penetapan biaya materai pada transaksi dokumen saham. Adapun biayanya Rp 10.000 di setiap transaksi.
Investor mendapatkan pengumuman mengenai penetapan biaya materai ini melalui media email. Adapun pungutan tersebut berdasarkan:
- Undang-Undang No 10 tahun 2020 mengenai Bea Materai Dokumen.
- Peraturan Menteri Keuangan nomor 134/PMK.03/2021 mengenai Pembayaran Bea Materai.
- Pengaturan Menteri Keuangan No 151 tahun 2021 mengenai Penetapan Pemungutan Bea Materai dan tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Bea Materai.
Berdasarkan aturan tersebut, maka nasabah akan mulai membayar objek pengenaan bea materai sebesar Rp 10.000 untuk setiap transaksi. Adapun Dirjen Pajak akan berperan sebagai Pemungut Bea Materai.
Menurut perkiraan, kebijakan ini akan mulai berlangsung pada tanggal 1 Maret 2022 mendatang.
Baca Juga: Pemkab Ciamis Komitmen Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
Tidak untuk Semua Transaksi Saham
Penetapan kebijakan Bea Materai ini cukup menimbulkan pro dan kontra. Tidak sedikit dari investor milenial yang merasa keberatan.
Menanggapi hal ini, Sri Mulyani menjelaskan bahwa biaya materai tidaklah untuk semua transaksi saham, melainkan hanya per dokumen yang pembelian atau Trade confirmation (TC).
Adapun Trade Confirmation ialah sebuah dokumen elektronik yang terbit secara elektronik ataupun harian atas keseluruhan transaksinya dalam periode seharian.
Lebih lanjut, kebijakan Bea Materai Saham ini awalnya berlaku pada 1 Januari 2021 untuk transaksi di Bursa Efek Indonesia. Namun mengalami penundaan akibat perlunya persiapan infrastruktur lanjutan.
Sri Mulyani juga menyebut bahwa pemerintah sudah mempertimbangkan secara matang kebijakan ini. Ia juga menambahkan bahwa bea materai bukanlah pajak atas transaksi dokumen saham.
Baca Juga: Investasi Investor Ritel secara Profesional, Ini Caranya!
“Bea materai tidaklah masuk ke dalam pajak atas sebuah transaksi, karena yang muncul hari ini maka seolah setiap transaksi saham kena bea materai. Padahal, ini bukan termasuk pajak atas transaksi, namun pajak atas dokumennya” ujar Sri Mulyani pada Senin (21/12/2020) lalu.
“Jadi dalam hal bea materai ini tidak akan dikenakan per transaksi saham” tegas Sri Mulyani.
Menurutnya, pengenaan bea materai bertujuan agar dokumen elektronik ini setara dengan dokumen konvensional lain.
Sebagai tambahan, pengenaan bea materai untuk dokumen elektronik hanya akan berlaku untuk transaksi yang memiliki nilai di atas Rp 5 juta. Hal tersebut sudah sesuai dengan isi UU nomor 10 tahun 2020.
Kebijakan ini belum akan berlaku pada 1 Januari 2022 dan kabarnya akan mulai pada Maret 2022 nanti.
Namun, hingga saat ini Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menunggu petunjuk pelaksanaan bea materai saham dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terkait setiap transaksi Trade Confirmation (TC) per harinya. (R10/HR-Online)