Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Bermodal palu kecil sejumlah ibu-ibu pemecah batu di Dusun Karangpucung Kulon, Desa Jajawar, Kota Banjar, Jawa Barat, terlihat semangat mengayunkan palu memecahkan batu.
Puluhan tahun, aktivitas tersebut mereka jalani untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Meski hasil yang mereka dapat dari memecah batu itu pun kadang tak tentu.
Salah seorang pemecah batu, Yoyom (69), menceritakan, sudah sejak 20 tahun yang lalu ia mulai mengangkat palu, menjalani aktivitasnya sebagai pemecah batu.
Baca Juga: Pemkot Banjar Bakal Tutup Alun-alun dan Larang Pesta Kembang Api Saat Nataru
Ia pun mengaku sampai saat ini tak bisa menghitung lagi untuk yang keberapa ratus kali tangannya memecahkan bongkahan batu Sungai Citanduy menjadi batu-batu kecil.
Namun begitu, ia bersama teman-temanya yang lain berupaya menjalani aktivitasnya dengan suka cita demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah agar tetap bisa bertahan hidup.
“Sudah dari dulu saya mah di sini pecahin batu. Sudah ada dua puluh tahun. Kalau yang ditempat ini baru tiga tahun,” kata Yoyom kepada HR Online, Rabu (22/12/2021).
Lanjutnya mengatakan, sebelum memulai aktivitas memecahkan bongkahan batu menjadi kerikil ia terlebih dahulu mengambil batu-batu berukuran besar yang berada di Sungai Citanduy.
Batu-batu tersebut lalu dibawa menggunakan angkong dan ember ke tempat gubuk yang sudah disiapkan untuk proses pemecahan.
Yoyom mengaku, setiap harinya hanya mampu mengumpulkan seperdelapan kubik atau setengah tong batu kerikil dari hasil bongkahan batu yang ia pecahkan.
Untuk mendapatkan uang dari hasil jerih payahnya, ia pun harus bersabar. Menunggu selama dua hari agar batu yang ia pecahkan bisa sampai satu tong penuh baru bisa dijual.
Penghasilan Ibu-ibu Pemecah Batu di Kota Banjar
Uang yang didapat juga tidak begitu besar. Hanya Rp 17.500 dari setiap satu tong batu kerikil yang ia kumpulkan.
“Lama dapat uangnya mah. Nunggu dua hari baru bisa dijual. Kalau mau satu kubik dapatnya Rp 166 ribu. Cuma lebih lama lagi, sampai setengah bulan baru dapat uang,” ujarnya.
Meskipun hasil jerih payah yang didapat tidak begitu besar, namun Yoyom bersama teman-temannya tidak pernah mengeluh dengan penghasilan yang mereka dapatkan.
“Dapat uangnya kecil. Tapi nggak apa-apa buat tambahan, dari pada di rumah nggak ada kerjaan, nggak ada penghasilan,” katanya.
Pemecah batu lainnya, Ningsih menambahkan, jumlah ibu-ibu yang menjadi pemecah batu di lokasi tersebut semuanya ada sekitar 10 orang.
Kadang ada yang bekerja penuh selama satu minggu. Kadang juga ada yang beberapa hari saja karena ada pekerjaan yang lain.
“Biasanya nggak ada yang libur. Kebetulan hari ini katanya lagi ada acara. Jadi, cuma dua orang saja yang kerja,” imbuhnya. (Muhlisin/R7/HR-Online/Editor-Ndu)