Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Salah seorang pasien BPJS Kesehatan keluhkan sulitnya mendapatkan obat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Banjar, Jawa Barat.
Hal tersebut diungkapkan Karminah (58), pasien asal Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Rabu (10/11/2021).
Karminah mengaku setiap kontrol rutin ke RSUD Kota Banjar ia harus menebus resep obat dari dokter ke apotek dengan pembayaran umum. Padahal ia terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
“Saya kan masuk kedalam kepesertaan BPJS Kesehatan itu tidak gratis tapi berbayar, namun obatnya kadang-kadang harus beli,” ungkap Karminah.
Sebagai peserta BPJS Kesehatan dirinya masuk kedalam kelas 3 sesuai dengan kemampuannya, dan sudah berjalan selama lebih 8 tahun.
Sedangkan, setiap melakukan kontrol rutin Karminah hanya bisa menebus setengahnya resep obat yang dokter berikan untuk penyakit dalam.
Dalam satu kali membeli obat, ia bisa mengeluarkan uang sebesar Rp 55 ribu, bahkan bisa mencapai jutaan rupiah.
“Paling resep obat yang bisa saya beli di apotek itu cuma setengah saja. Karena nggak punya uang kalau harus semuanya. Itu juga sampai ratusan ribu, kalau semuanya bisa sampai 1,2 juta rupiah,” kata Karminah.
Baca Juga : RSUD Kota Banjar Mulai Menyesuaikan Tarif Tes Swab PCR
RSUD Banjar Tanggapi Keluhan Pasien BPJS Kesehatan
Menanggapi adanya keluhan dari pasien BPJS Kesehatan tersebut, Wakil Direktur Pelayanan RSUD Kota Banjar, Purkon membenarkan kondisi kelangkaan beberapa jenis obat yang sekarang terjadi.
Ia menjelaskan, kelangkaan tersebut disebabkan oleh kondisi pandemi, yang mana jumlah pasien umum yang berobat ke RSUD Kota Banjar berkurang.
“Disebabkan efek domino dari kondisi pandemi, dimana pasien umum berkurang. Hal ini sudah terjadi selama tiga bulan terakhir ini sehingga otomatis pendapatan RSUD juga turun. Jujur banyak obat-obatan yang belum terbayarkan oleh rumah sakit karena hal itu. Jadi dampaknya pihak ketiga mengurangi stok obat-obatan,” terang Purkon.
Lebih lanjut ia mengatakan, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar memiliki tunggakan kepada pihak ketiga sebesar Rp 25 miliar. Tunggakan sebesar itu terhitung sejak tahun 2020 hingga sekarang.
Akan tetapi hal itu bisa saja kami lunasi jika tunggakan Kementerian Kesehatan kepada rumah sakit untuk klaim pelayanan Covid-19 sudah cair.
“Kalau klaim pelayanan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan sebesar 60 miliar rupiah itu bisa cair, mungkin kita juga bisa membayar tunggakan kepada pihak ketiga,” ungkap Purkon.
Ia menyebutkan, obat yang mengalami kelangkaan itu antara lain obat lambung, obat sesak nafas dan beberapa jenis obat lainnya.
Namun, pihaknya tidak bisa memaksakan untuk mengisi ketersediaan obat yang mengalami kelangkaan tersebut dengan membelinya dari apotek.
“Harganya kan pasti beda antara rekanan atau pihak ketiga dan obat yang ada di apotik. Kita tidak bisa memaksakan untuk mengisi ketersediaan obat yang kosong itu. Karena nantinya jadi temuan ketika ada pemeriksaan dari BPK. Tapi obat untuk pasien kita tetap upayakan,” tandas Purkon. (Sandi/R3/HR-Online)
Editor : Eva