Masjid Soko Tunggal yang berada di lingkungan Tamansari, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu tempat peribadatan umat Islam yang mengandung kisah unik di dalamnya.
Selain bentuk masjid yang identik dengan makna filosofis Pancasila; dibangun dengan satu tiang penyangga besar bernama Soko Tunggal, masjid ini juga dibangun dari tanah bekas makam kuda.
Bukan kuda sembarangan, melainkan kuda pusaka yang berasal dari keraton kasultanan Yogyakarta. Pernyataan ini selaras dengan pernyataan H. Drs. Suprapto, M.Pd saat diwawancara HR Online pada Kamis (25/11/21).
Baca Juga: Babad Paliyan Negari: Pakubuwono II Rangkul Belanda, Tumpas Saudara
Keunikan-keunikan masjid ini tidak hanya disitu saja, sebab ada beberapa kisah menarik lainnya yang jarang diungkapkan banyak orang.
Nah pada kesempatan ini kami akan membahas mengenai proses pembangunan Masjid Soko Tunggal secara lebih spesifik.
Latar Belakang Dibangunnya Masjid Soko Tunggal
Masih menurut Suprapto, latar belakang dibangunnya Masjid Soko Tunggal berawal dari keprihatinan para pemuka agama di area Tamansari akan banyaknya basis PKI di sana.
Sebab sebelum tahun 1965, Tamansari atau wilayah barat keraton Yogyakarta dikenal sebagian orang sebagai area “merah”.
Pernyataan ini juga sudah dibuktikan oleh penelitian Mark Woodward dalam judul Only Now Can We Speak: Remembering Politicide in Yogyakarta (2011).
Sedangkan pasca terjadinya peristiwa G30S/PKI 1965, masyarakat di sana banyak yang ditangkap. Hal inilah yang kemudian direspon oleh tokoh agama Islam, terutama dari Muhammadiyah bernama Drs. Hadjir.
Maka dari itu sejak tahun 1967 mulai dibentuk kepanitian guna merencanakan pembangunan masjid yang disesuaikan dengan nilai dan tradisi keraton.
Sementara pada tahun 1973 masjid ini baru diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Masjid ini telah menjadi salah satu fakta akan adanya peresmian yang sah dari pemimpin Yogyakarta.
Masjid Soko Tunggal juga merupakan bangunan wakaf dari keraton Yogyakarta. Kerajaan memberikan tanah ini untuk kemaslahatan umat di area keraton khususnya di Tamansari.
Selain diberikan wakaf tanah dan bangunan, Masjid Soko Tunggal juga pernah diberi sumbangan oleh Presiden Suharto sebanyak Rp. 7.701.000,- .
Dibentuk Oleh Arsitektur Keraton
Karena merupakan wakaf dari kerajaan, maka tak heran apabila arsitektur masjid ini berasal dari lingkungan keraton bernama, Raden Ngabehi Minto Budoyo.
Beliau memberikan sentuhan khusus untuk tempat ibadah umat Islam ini dengan nilai filosofis Jawa dan kebangsaan.
Baca Juga: Pangeran Mandurareja, Pahlawan Jawa yang Gempur VOC di Batavia
Bentuk soko guru yang berada di tengah-tengah berjumlah satu tiang ini dimaknai sebagai perwujudan Pancasila.
Tiang besar yang kokoh diidentikan dengan sila pertama yaitu, Ketuhanan yang Maha Esa, sementara penyangga bahu masjid dari empat tiang diatas adalah keadilan sosial, dan seterusnya.
Masjid dengan arsitektur satu tiang ini adalah bentuk satu-satunya tempat ibadah Islami yang ada di Yogyakarta.
Sedangkan menurut pak Suprapto, bangunan Masjid Soko Tunggal terinspirasi dari sebuah langgar atau mushola kuno di Cirebon Jawa Barat.
Material Masjid Didatangkan Langsung dari Kerajaan
Satu tiang soko guru ini didatangkan langsung oleh pihak keraton Yogyakarta. Bahkan bahan baku yang berasal dari kayu dipesan dari wilayah Cepu Jawa Tengah.
Sementara batu penyangga tiang (ompak) masjid ini berasal dari petilasan istana kerajaan di Pleret. Hal ini terbukti dari bentuk ukiran batu yang menggambarkan corak yang kuno.
Material batu yang disebut ompak ini juga dipercaya memiliki kekuatan magis. Menurut saksi mata, zaman dulu batu ompak ini pernah pindah ke istana Pleret sebelum masjid diresmikan.
Sedangkan sekeliling masjid dilengkapi dengan serambi-serambi yang bisa dimanfaatkan sebagai balai pertemuan. Biasanya dipakai untuk keperluan masyarakat, dan pengurus masjid.
Menjadi Destinasi Pariwisata Religi
Masjid Soko Tunggal untuk saat ini telah menjadi salah satu destinasi wisata religi yang dimiliki oleh Yogyakarta.
Di sana sering diadakan pengajian yang dibawakan langsung oleh pembicara dari mancanegara. Selain itu para pengurus juga tetap melestarikan nilai budaya dalam hal bentuk masjid.
Baca Juga: Wayang Lakon Wahyu Cakraningrat, Politik Keraton dalam Memilih Raja
Adapun destinasi wisata religi Masjid Soko Tunggal juga terbentuk karena letaknya yang strategis. Sebab masjid ini berada di sekitar lokasi wisata pemandian kerajaan Tamansari.
Keadaan masjid hingga saat ini terawat dengan baik. Pengurus takmir berusaha untuk mempertahankan bentuk bangunan supaya masjid tersebut bisa menjaga keasliannya. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)