Pengertian istihsan dan istishab dalam Islam merupakan hal penting yang harus kita ketahui. Dengan kita mengetahui arti istihsan dan istishab kita akan semakin lebih mudah dalam melakukan banyak hal yang sesuai dengan syariat Islam. Ajaran Islam ini tentunya tidak bertujuan mempersulit, justru mempermudah dan menyempurnakan agar kita bisa kembali kepada Allah dalam keadaan diri baik.
Baca Juga: Pengertian Tauhid Asma Wa Sifat dan Maknanya dalam Kehidupan
Bukan tidak mungkin jika kita sebagai umat muslim belum mengetahui apa yang dimaksud dengan istishab dan istihsan. Untuk itu sudah menjadi kewajiban kita mempelajari, karena menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Ketika kita mengetahui pengertian dari kedua istilah tersebut, nantinya juga bisa menyampaikan kepada orang lain sehingga kita mendapatkan pahala.
Pengertian Istihsan dan Istishab yang Benar
Secara etimologi, istihsan adalah meyakini dan menyatakan baiknya sesuatu. Istilah tersebut juga diartikan sebagai meninggalkan qiyas dan mencari yang lebih kuat dari itu. Alasannya adalah terdapat dalil yang menghendaki dan lebih sesuai dengan kemaslahatan umat manusia.
Istihsan berasal dari bahasa Arab yang artinya menganggap sesuatu itu baik. Meskipun begitu dalam istihsan mengarah wazan istaf’ala-istihsana-yahtasibu-istihsan. Artinya kebaikan atau menganggap sesuatu baik.
Sedangkan pengertian istihsan menurut para ulama Ushul Fiqih adalah meninggalkan hukum dari suatu peristiwa yang sudah ditetapkan berdasarkan dalil shara’, menuju pada ketentuan hukum kejadian lain karena terdapat dalil yang mengharuskan untuk meninggalkannya.
Pengertian istihsan menganggap bahwa meninggalkan hukum yang sudah ditetapkan dengan mengganti hukum baru berdasarkan suatu dalil. Dalil tersebut menyatakan bahwa harus meninggalkan dasar hukum sebelumnya dan mengganti hukum baru untuk kemaslahatan bersama.
Macam-macamnya
Perlu diketahui bahwa ulama Hanafiah membagi pengertian istihsan dan istishab menjadi 6. Pertama adalah istihsan bi Al-nash atau istishab berdasarkan ayat atau hadits.
Kedua adalah bi al-jima’ dengan berdasarkan pada ijma’. Berikutnya bi al-qiyas dengan berdasarkan atas tersembunyinya qiyas.
Masih ada istihsan bi al-maslahah yang berarti istihsan berdasarkan kemaslahatan, bi al-‘urfi berdasarkan atas berlaku umumnya suatu adat kebiasaan. Terakhir adalah bi al-darurah atau yang berdasarkan adanya keadaan darurat.
Istishab
Jika istihsan itu menganggap sesuatu baik maka hal tersebut akan berbeda dengan pengertian istishab menurut para ulama. Karena istishab adalah berpindahnya mujtahid dari qiyas jail menuju qiyas Khafi.
Baca Juga: Pengertian Syirik dan Contohnya, Dosa Besar Pembuka Pintu Neraka
Sedangkan menurut ilmu Ushul Fiqih, istishab mempunyai pengertian ketentuan dari qiyas yang illatnya tidak jelas untuk mengamalkan qiyas yang samar.
Selain itu, istishab juga bisa kita katakan meninggalkan hukum yang sifatnya umum dengan tujuan berpegang teguh kepada hukum pengelolaan, karena adanya dalil yang menguatkan.
Pembagiannya
Sama seperti halnya pengertian istihsan dan ijtihad terbagi menjadi beberapa macam. Ada istishab hukum Al ibadah Al Ashliyah. Artinya adalah istishab berdasarkan akal dan syara’ hukum tetap dan berlangsung. Selanjutnya adalah berdasarkan dalil yang sifatnya umum sebelum adanya dalil khusus istishab nash selama tidak ada dalil Naskh.
Masih ada istishab hukum akal sampai datangnya hukum syar’i dan ada juga yang berdasarkan pada ijma’, tetapi keberadaan ijma’ tersebut tidak diperselisihkan kehujjahannya.
Contoh Pengamalannya
Mengetahui pengertian istihsan dan istishab saja tidaklah cukup. Agar pemahaman kita lebih sempurna maka harus mengetahui contoh pengamalannya.
Ternyata ada juga yang menggunakan pengertian istishab dan istihsan dalam menganggap kerjasama lebih baik daripada kias karena terdapat dalil.
Misalnya perihal harta wakaf. Bukankah harta tersebut tidak boleh untuk kita perjual belikan? Akan tetapi, jika sudah tidak mempunyai fungsi maka boleh untuk menjualnya. Mengenai hasilnya akan dibelikan barang yang mempunyai manfaat lebih.
Contoh pengalaman istihsan, agama Islam itu tidak memperbolehkan melakukan jual beli dan membuat akad jika barang tersebut tidak ada ketika waktu transaksi. Kendati demikian agama Islam memberikan keringanan akan hal tersebut dengan cara menggunakan dasar istihsan yaitu dengan jual beli.
Barang yang belum tersedia ketika pembayaran, perkebunan, perburuhan dan istishna. Hal tersebut tidak boleh kita lakukan akan tetapi masyarakat membutuhkannya.
Alquran dalam agama Islam menduduki urutan pertama sebagai sumber hukum ataupun aturan yang ditetapkan Allah untuk hambanya. Kemudian ada hadits yang menjadi sumber kedua setelah Alquran.
Baca Juga: Hadits Tentang Menutupi Aib Orang Lain, Amalkan dan Raih Hikmahnya
Tidak hanya itu saja, tetapi kita bisa mendapatkan ketentuan ataupun penjelasan dari ijma’ dan qiyas. Adanya pengertian istihsan dan istishab juga menjadi sumber dan metode hukum dalam Islam. (R10/HR-Online)