Sejarah pencemaran lingkungan di Batavia pada era kolonial sangat menarik untuk dibahas. Sebab tak banyak sejarawan yang menyinggung bagaimana keadaan lingkungan ibu kota sejak zaman itu.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh J.J Stockdale dalam penelitiannya berjudul “The Island of Java”, mengungkapkan bahwa keadaan batavia saat tercemar menjadi kota penghasil wabah berbahaya.
Adapun yang menjadi pertanyaan menarik dari fenomena tersebut yaitu, seperti apa upaya-upaya pemerintah kolonial mengatasi hal tersebut.
Nah pada kesempatan kali ini, artikel kami bermaksud untuk membahas beberapa fakta unik tentang fenomena pencemaran lingkungan, sebagaimana catatan sejarawan kolonial J.J Stockdale.
Baca juga: Sejarah Kriminal di Batavia, Dahulu Preman Disebut Jago
Hal Menarik dari Sejarah Pencemaran Lingkungan di Batavia Era Kolonial
Tidak saja hari ini, ternyata Ibu Kota Jakarta yang dahulu bernama Batavia sudah terkenal sebagai salah satu wilayah penyumbang polusi, penyakit dan wabah yang membahayakan bagi penduduk.
Banyaknya fenomena menyeramkan seperti kematian karena wabah penyakit, susah dan kekurangan air bersih, serta kelaparan yang melanda Batavia menjadi cerita miris tahun 1800.
Adapun saat ini kami akan mengajak Anda melihat beberapa fakta terkait fenomena di atas. Bagaimana kisah sesungguhnya, silakan simak penjelasan berikut di bawah ini.
Baca juga: Sejarah Sistem Pertahanan Batavia, Ada Jembatan Kayu dengan Meriam
Tercemar karena Terdapat Rawa yang Terbengkalai
J.J. Stockdale dalam buku berjudul “The Island of Java”, (2016: 127) menyebutkan bahwa tercemarnya Batavia karena salah satu rawa besar yang terbengkalai.
Keadaan rawa itu sangat memprihatinkan, bahkan sejarah pencemaran lingkungan di Batavia mengungkapkan bahwa kondisi rawa penuh lendir yang entah berasal dari mana.
Selain itu pencemaran ini juga karena tumbuhnya tanaman liar di sekitar rawa yang menimbulkan habitat malaria semakin berkembang di wilayah tersebut.
Sementara itu, tidak hanya rawa yang menjadi masalah malaria, sebab beberapa genangan air yang berada di sekitarnya juga mengakibatkan jumlah kasus terkonfirmasi wabah ini semakin merebak.
Baca juga: Sejarah Batavia Tahun 1800-an, Pernah dijuluki Kota Terbesar dan Terkaya
Laut di Ancol Tidak Sehat
Karena pola hidup masyarakat di Batavia yang cenderung jorok dan kotor, hal ini berimbas pada keadaan laut Ancol yang tidak sehat dan berpenyakit.
Sejarah pencemaran lingkungan di Batavia mencatat, setidaknya bibir pantai di Ancol terasa kotor, dan banyak menimbulkan lendir berpenyakit.
Para peneliti sejarah zaman itu seperti Stockdale pun menemukan fenomena bangkai ikan yang berserakan dan berkumpul dalam gelombang rendah yang ada di bibir pantai.
Selain itu juga, pantai Ancol pernah menjadi salah satu tempat penghasil gas beracun karena sudah banyak kotoran yang menumpuk di sana. Terlebih seperti kotoran moluska, rumput laut liar, dsb.
Adapun secara ilmiah, gas beracun yang timbul karena kotoran yang tergenang dalam pantai berarus rendah tersebut bernama, gas beracun Miasmata.
Seringnya Terjadi Fenomena Rob
Para peneliti sejarah pencemaran lingkungan di Batavia juga menyebut, sering terjadinya fenomena rob membuat struktur masyarakat di kota semakin tidak sehat.
Apalagi keadaan pasca rob terjadi, genangan air di setiap sudut kota mendorong malaria untuk berkembang biak di sana. Sehingga setelah bencana rob terjadi wabah malaria semakin meningkat.
Selain wabah malaria, kotoran yang terbawa arus laut juga menyebabkan kontaminasi air bersih pagi penduduk kota.
Alhasil mereka kekurangan air bersih yang berfungsi sebagai persediaan minum dan mandi. Hal inilah yang mendukung banyaknya penyakit timbul di kota Batavia zaman itu.
Adapun zaman kolonial tersebut antara lain sekitar tahun 1700 sampai dengan 1800 Masehi. Pada era ini, untuk pertama kalinya Batavia mendapatkan julukan sebagai kota tercemar di Hindia Belanda.
Jadi jangan sampai terkejut apabila melihat kota Jakarta saat ini terbilang sebagai kota penuh polusi. Sebab, Batavia dari sejak dulu terkenal dengan pencemaran lingkungannya.
Kekurangan Pohon Rindang yang Besar dan Tinggi
Salah satu ciri tercemarnya udara di lingkungan sekitar kita, yaitu kekurangan pohon rindang yang besar dan tinggi sebab keadaan tanah yang tidak subur.
Rumus biologi itu berlaku juga sejak zaman kolonial. Sebab, melihat peristiwa terjadinya krisis pohon besar di Batavia menjadi salah satu fenomena yang menyebabkan udara di sana tercemar.
Hal ini juga karena kurang tanggapnya pemerintah kolonial untuk melakukan reboisasi pepohonan yang ada di kota.
Kekurangan pohon besar ini salah satu penyebab terjadinya banjir hingga saat ini. Sebab pohon memiliki fungsi alami untuk menyerap genangan air yang ada di permukaan tanah.
Batavia Sebagai Kota Kematian oleh Pejabat Baru Kolonial
Ada beberapa ketakutan pejabat kolonial yang akan bertugas sebagai pegawai negeri di Batavia. Salah satunya terkena wabah malaria, dan kekurangan udara, serta air yang bersih.
Ketakutan ini seringkali menghantui mereka di hari sebelum para pejabat Belanda bertugas di sana.
Nah itulah sejarah pencemaran lingkungan di Batavia yang patut kita pelajari untuk pengalaman di masa yang akan datang. Jangan sampai kebiasaan hidup tidak sehat kembali terulang. (Erik/R6/HR-Online)