Peradaban Islam di Jawa berdasarkan penelitian orang Eropa, ternyata menarik banyak minat sejarawan Indonesia meneliti kembali persebaran Islam di Jawa.
Hal ini sebagaimana catatan Sir Thomas Stamford Raffles yang menyebut Islam berkembang pertama kali di tanah Jawa yaitu pada tahun 1250 Masehi.
Tidak hanya itu, orang Eropa yang juga pernah menjadi Gubernur Hindia Belanda ini mengungkapkan beberapa kriteria dari persebaran Islam yang terjadi di Jawa.
Baca juga: Cara Unik Memakamkan Jenazah Orang Jawa dalam Buku The History of Java
Penemuan Raffles Terkait Peradaban Islam di Jawa Tahun 1250 M
Adapun dalam penulisan artikel ini, kami akan mengulas beberapa penemuan unik dan menarik dari Raffles yang meneliti sejarah peradaban dalam penyebaran Islam di Jawa sejak abad 18.
Selain kisah menarik yang menyebut pertama kali Islam datang ke Jawa pada tahun 1250 Masehi, berikut adalah penjelasan penemuan-penemuan lainnya yang tentu belum banyak terakses publik.
Berasal dari Masyarakat Hindu
Sebagaimana catatan sejarah menyebut orang Nusantara awalnya beragama Hindu. Maka kepercayaan tersebut tidak hilang saat Islam mulai berkembang.
Sementara menurut beberapa teori sejarah, agama Islam datang dan penyebaran di pulau Jawa dengan berbagai cara. Namun kebanyakan orang saat ini mengetahui teori persebaran Islam di Jawa berasal dari para Walisongo.
Sedangkan Raffles mengatakan, Islam datang ke Jawa berasal saat berada dalam situasi kerajaan-kerajaan Jawa yang sedang menaklukkan wilayah Pasundan.
Baca juga: Sejarah Modernisasi di Jawa, Pelopornya Sri Mangkunegaran IV
Tahun 1620, Pengaruh Islam Menyebar Secara Merata
Sejak Nusantara menginjak tahun 1620, perkembangan peradaban Islam di Jawa khususnya, mulai tersebar secara merata.
Hal ini selaras dengan catatan kolonial lainnya yang ditemukan di Jawa. Bahkan, uniknya pada tahun tersebut orang Jawa sudah melarang minum-minuman keras.
Tentu ini merupakan sesuatu hal yang sangat baru. Sebab, ketika sebelum datangnya pengaruh Islam, banyak di antara penduduk lokal dan elit Jawa kerap meminum minuman fermentasi yang memabukkan.
Namun, sesudah datangnya ajaran Islam, banyak perintah-perintah Nabi Muhammad SAW yang kemudian terjadi singkretisme dengan hukum yang berlaku dalam masyarakat Jawa.
Hal ini selaras dengan pernyataan Raffles dalam buku yang berjudul “The History of Java”, (2008: 353).
Baca juga: Pengaruh Barat Terhadap Birokrasi Kerajaan di Jawa, Semakin Maju dan Rasional
Kolonial Belanda Menyambut Baik Tradisi Islam di Jawa
Adapun dalam catatan lain peradaban Islam di Jawa, pemerintah kolonial Belanda cenderung menyambut baik tradisi Islam yang berkembang di sana.
Cara-cara menghargai tradisi Islam di sana, pemerintah kolonial memperbolehkan penduduk Jawa untuk melaksanakan ibadah haji.
Hal ini terjadi karena orientasi kolonialisme Belanda berbeda dengan Portugis dan Spanyol.
Kedua negara tersebut akan bermasalah dengan pengaruh Islam di Jawa sebab ada unsur gospel.
Gospel adalah penyebaran agama kristen yang dibawa sebelum mereka (negara penjajah; Spanyol dan Portugis) berangkat berlayar mencari dunia baru.
Sedangkan Belanda hanya berorientasi pada unsur ekonomi saja. Jadi, tidak ada masalah jika di Jawa agama Islam begitu kuat dan mendominasi agama-agama lainnya.
Bahkan, pemerintah kolonial Belanda juga melihat peluang bisnis dari fenomena seperti ini. Banyaknya perusahaan biro perjalanan haji adalah salah satu respon mereka pada peristiwa ini.
Para Ulama Islam Memiliki Kekuatan Supranatural
Masih menurut pendapat Raffles tentang sejarah peradaban Islam (2008: 353-354), banyak di antara orang Eropa yang mempercayai para Ulama Islam di Jawa memiliki kekuatan supranatural.
Selain yang berasal dari Jawa, orang Eropa juga kadang segan dengan para Ulama yang datang dari tanah Arab. Sebagaimana ulama di Jawa, mereka juga terkenal kesaktiannya.
Terkadang pemerintah kolonial kesal dengan fenomena semacam ini. Sebab, dengan keadaan tersebut banyak mencetak para pribumi yang membangkang dan mengadakan perlawanan massa.
Menurut penelitian Raffles, hadirnya para Ulama di Nusantara, khususnya di Jawa, justru menjadi pemicu kerusuhan terbesar bagi orang Eropa di Hindia Belanda.
Ulama Terlibat Berbagai Perlawanan Mengusir Penjajah
Raffles mencatat, banyaknya peran tokoh agama Islam yang memberontak pada pemerintah kolonial, berasal dari peranakan silang budaya antara wanita pribumi dan lelaki Timur Tengah, Arab.
Tak jarang mereka juga menyebarkan indoktrinasi para penduduk untuk membeci pemerintah dan penguasa lokal yang tidak adil.
Dalam kaca mata kolonial, hal ini untuk mendominasi kekuasaan, sekaligus menciptakan peradaban Islam di Jawa yang baru dan bisa membanggakan negara-negara di Timur Tengah. (Erik/R6/HR-Online)