Perang Dunia II (PD II) membuat hancur berbagai wilayah di dunia, fenomena ini seperti halnya terjadi di Hindia Belanda (Sekarang Indonesia). Pariwisata di Indonesia sempat mogok saat itu.
Pada zaman itu, berbagai bidang penyokong ekonomi negara hancur seperti sektor pariwisata. Tak ada orang yang ingin berkunjung ke Indonesia masa perang, dan ini sangat merugikan pendapatan.
Baca Juga: Sejarah Kerusuhan Anti Cina di Indonesia yang Jarang Terungkap
Berbagai kisah dalam buku sejarah pariwisata di Indonesia mencatat bahwa para pelaku wisata yang usahanya mogok melakukan berbagai upaya, namun gagal.
Bagaimana saja kisah menarik dari upaya para pelaku wisata yang sudah bersungguh-sungguh namun berakhir pada kegagalan, berikut penjelasannya.
Seputar Pariwisata di Indonesia yang Mogok karena PD II
Selain berupaya menjelaskan bagaimana cara para pelaku wisata mempertahankan profesinya saat PD II berkecamuk, artikel ini juga bermaksud untuk menemukan fakta penting & menarik di baliknya.
Sebab menurut beberapa catatan sejarah yang menyoroti pariwisata di Indonesia, PD II ini sangat berdampak pada kemajuan wisata di Indonesia hingga perang usai.
Nah berikut ini adalah catatan-catatan penting dan menarik dari sejarawan pariwisata, khususnya yang menyoroti pengaruh PD II terhadap kunjungan wisata di Indonesia.
Datangnya Jepang ke Indonesia (1942), Pertanda Pariwisata di Indonesia Melemah
Catatan Perang Dunia II menyebutkan datangnya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 menjadi salah satu pertanda awal kehancuran pariwisata di Indonesia.
Penyebabnya jelas, siapa yang mau berwisata jika destinasi sedang mengalami perpecahan dan dalam keadaan perang. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa saat itu pariwisata di Indonesia benar-benar mogok.
Peristiwa ini juga yang menjadi penyebab terjadinya penutupan beberapa objek wisata di berbagai wilayah di Indonesia.
Baca Juga: Misionaris Kristen di Jawa Tahun 1920 dan Upaya PKO Membendungnya
Penutupan tersebut terjadi karena objek wisata terbengkalai (tidak terurus), dan mengalami kerusakan jalan untuk mengakses tempat tersebut.
Hal ini sebagaimana catatan Bungaran A. Simanjuntak dalam bukunya berjudul ‘Sejarah Pariwisata: Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia‘, (2017: 17).
Banyaknya Hotel yang Kemudian Diambil Alih Tentara Jepang
Masih menurut Bungaran A. Simanjuntak, sejak tentara Jepang datang ke Indonesia, banyak hotel peninggalan Belanda yang diambil alih untuk berbagai kepentingan.
Sedangkan menurut catatan Perang Dunia II mengungkapkan hotel-hotel tersebut difungsikan untuk menjadi markas militer Jepang, rumah sakit, dan asrama-asrama pejabat tinggi koloni.
Peristiwa ini yang kemudian menjadi salah satu penyebab utama mogoknya pariwisata di Indonesia. Sebab tidak adanya pemasukan ekonomi yang mendalam dari aktivitas wisata.
Bahkan beberapa pendapat menyebut hotel-hotel tersebut sering digunakan sebagai tempat para tentara Jepang yang sedang bersenang-senang dengan Jugun Ianfu (wanita penghibur).
Terjadinya Peristiwa Hiroshima & Nagasaki, Menjadi Pembangkit Kembali Wisata
Sedangkan menurut sejarah yang mencatat peristiwa Perang Dunia II, semenjak tentara sekutu membom kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pariwisata di Indonesia mulai bangkit. Setelah peristiwa bom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang angkat kaki dan Indonesia merdeka pada tahun 1945. Sejak saat itu pariwisata mulai tertata kembali.
Bahkan beberapa keterangan menyebut pemerintah RI di bawah Bung Hatta (wakil presiden yang juga mengurusi bidang pariwisata), mendirikan HoNet (Hotel National en Tourism).
Melalui badan ini, hotel-hotel yang dahulu pernah berhenti dan terbengkalai kemudian diperbaiki. Hotel-hotel tersebut juga menjadi destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi para pelancong.
Selain itu, badan hotel Nasional juga pada akhirnya dipegang langsung oleh manajemen hotel Merdeka, sebagai lembaga pemimpin hotel yang ada di seluruh Indonesia zaman Sukarno-Hatta.
HoNet Sempat Terancam Bubar karena Putusan KMB (Konferensi Meja Bundar) 1949
Lembaga Hote Nasional en Tourism mengurusi seluruh kebijakan hotel di Indonesia. Sayangnya terancam bubar dan terpecah belah karena putusan KMB pada tahun 1949.
Dalam putusannya itu, rapat antara pemerintah Indonesia dengan Sekutu (Belanda, dan kawan-kawan) memenangkan wilayah yang lebih luas daripada Republik.
Hal ini tentu mengurangi bangunan hotel yang terdaftar dalam HoNet, bahkan tercerai berai akibat kebijakan tersebut. Lagi-lagi pariwisata di Indonesia terancam mogok dan jalan di tempat.
Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1955 akhirnya Bank Industri Negera memegang kepengurusan hotel di seluruh Indonesia.
Badan resmi negara yang mengurusi banyak bidang, dan bidang pariwisata di antaranya, kemudian membentuk wadah baru untuk pengurus hotel RI bernama PT. National Hotel dan Tourist Corp.
Lembaga resmi ini terkenal dengan singkatan Natour. Sejak zaman ini perkembangan dalam bidang pariwisata semakin meningkat dan stabil.
Dukungan Gabungan Hotel Seluruh Indonesia untuk Pembangunan Pariwisata
Gabungan hotel di seluruh Indonesia juga menjadi salah satu pendukung berkembangnya pembangunan pariwisata.
Adapun beberapa daftar hotel yang ikut menyumbang peran untuk membangun pariwisata Indonesia antara lain; Hotel Bali, Sindhu Beach, Kuta Beach, dan Jayapura Hotel.
Fenomena ini juga mengantarkan lahirnya beberapa pembanguna pariwisata yang ada di Jawa. Seperti terlihat dari pembangunan hotel di Jakarta, Yogyakarta, dan Pelabuhan Ratu (1960).
Itulah beberapa catatan penting dari sejarah pariwisata di Indonesia yang sempat mogok karena peristiwa Perang Dunia II. Meskipun pernah bangkroet namun wisata Indonesia terus berkembang sejak tahun 1955. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)