Kisah Ratu Siti Aminah yang merupakan sosok pemimpin perempuan di Banten menjadi salah satu yang menarik dalam historiografi nasional.
Hal ini sebagaimana hasil karya guru besar sejarah UGM, Prof. Sartono Kartodirdjo.
Dalam tulisannya yang merupakan disertasi doktoral di Belanda, Prof. Sartono memberikan judul “Pemberontakan Petani Banten 1888”.
Adapun dalam karyanya itu, ia banyak membahas peran-peran masyarakat Banten dalam melawan penjajahan kolonial yang berbeda dengan sejarawan lainnya.
Ia juga menjelaskan sosok ratu yang bernama Siti Aminah yang menyebarkan agama Islam di kalangan perempuan Banten.
Kisahnya itu sangat rapi dalam karyanya itu. Bahkan, hingga saat ini tulisan-tulisannya itu belum ada yang menandinginya.
Baca juga: Sejarah Kelompok Pathuk dan Kisah Persahabatan Soeharto dengan Agen Spionase PKI
Sepenggal Kisah Ratu Siti Aminah
Fakta-fakta menarik yang ditemukan Sartono membuat banyak sejarawan Indonesia kagum. Bahkan karyanya itu sangat mendukung historiografi nasional.
Hal itu karena banyak kisah yang menceritakan peristiwa pemberontkan petani di Banten tahun 1888 dengan alur yang begitu komplek dan saling berkaitan satu sama lainnya, terutama yang berhubungan dengan Ratu Siti Aminah.
Lahir dari Golongan Kemenakan Sunda di Banten
Dalam bukunya itu, profesor sejarah kelahiran Wonogiri tahun 1921 ini menjelaskan secara detail siapa Ratu perempuan Islam di Banten yang bernama Siti Aminah itu.
Berdasarkan catatan kisah Ratu Siti Aminah, Ia lahir dari golongan elite, yakni kemenakan Sunda di Banten bernama Sultan Safiuddin.
Sementara itu, ayahnya merupakan salah satu sultan Banten yang paling kaya pada masanya.
Ia mendapatkan pendidikan di lingkungan keraton dengan berbagai fasilitas yang serba mewah dan sangat nyaman.
Namun, sejak kecil ia tidak tertarik dengan gelimang harta kerajaan yang bisa saja sewaktu-waktu diambilnya.
Ia lebih memilih menekuni ilmu agama Islam dari pada dimanja dengan harta yang serba ada dan hidup dalam kemewahan.
Sejak remaja, ia pun tumbuh menjadi gadis yang cantik dan banyak yang menyukainya, terutama pejabat pria.
Kendati begitu, ia tetap meyakini hidupnya hanya untuk menjalani ritual keagamaan.
Hingga pada akhirnya, Siti Aminah terpaksa menikah dalam kondisi lanjut usia.
Hal ini pun tidak ia sesali. Sebab, suaminya memiliki perilaku yang baik dan satu pemikiran yang sama.
Baca juga: Kudeta PKI 1965, Kisah D.N. Aidit yang Ingin Mempersenjatai Buruh, Petani dan Nelayan
Kronologi Perkawinan dengan Bupati Serang Banten yang Mewah
Kisah Ratu Siti Aminah soal perkawinannya dengan Bupati Serang, terbilang sangat mewah. Bahkan, prosesinya berjalan lancar dan khidmat.
Rakyatnya pun sangat terkagum-kagum dengan acara yang berlangsung selama tiga hari dua malam itu.
Tak ketinggalan, para pejabat dari berbagai daerah pun turut memeriahkan pesta pernikahan mereka.
Adapun Bupati Serang Banten tersebut bernama Condronegoro. Seorang pria yang menjabat elite kerajaan di Banten dengan perawakan gagah dan penuh kharismatik.
Semenjak Ratu Siti Aminah menikah dengan Bupati Condronegoro, kepopulerannya di kalangan menak Sunda semakin terkenal.
Bahkan saking populernya, beliau juga sering menjadi bahan gunjingan keluarga Condronegoro yang kurang menyukai kehadiran mereka berdua di keraton.
Beberapa di antara keluarga yang membencinya juga menyebut Condronegoro dan Siti Aminah sebagai dua orang yang berusaha mendominasi pemerintahan Banten secara ilegal.
Baca juga: Kisah Bung Karno Pernah Satu Kos dengan Pendiri PKI
Menolak Kekayaan Istana yang Melimpah
Sementara dalam laporan lain kisah Ratu Siti Aminah, menyebutkan Sang Ratu menolak kekayaan Istana yang berlimpah.
Hal ini serupa dengan penyertaan awal yang mengulas karakteristik sang Ratu sejak kecil.
Namun hal ini tidak dipercaya oleh keluarga Condronegoro, mereka menyebut ini merupakan intrik belaka.
Sementara menurut Sartono Kartodirdjo dalam “Pemberontakan Petani Banten 1888”, (1984: 118) mengungkapkan Siti Aminah telah membangun gerakan keagamaan putri di Banten.
Beliau membangun semacam lembaga pendidikan Islam bagi perempuan. Ia juga mengajarkan berbagai materi menjadi putri Islam yang baik dan taat pada ajaran agama.
Memiliki Anak yang Tamak, Banyak yang Percaya Sebagai Sosok yang Jahat
Masih soal kisah Ratu Siti Aminah, sejak ia mendapatkan anak dari hasil pernikahannya justru membuat rakyat banyak yang tidak taat padanya.
Pasalnya, anaknya itu memiliki sifat-sifat tamak dan tak bisa diatur. Fitnah jelek pada Siti Aminah juga semakin banyak saat anak-anaknya menikah.
Siti Aminah mendapatkan tuduhan sebagai sosok perempuan yang mengatur pemerintahan di Banten dan Pandeglang.
Sebab Bupati dua daerah tersebut merupakan menantu yang sangat patuh padanya.
Sementara sang anak justru hidup dengan gelimang harta suami. Sartono juga menyebutkan anak Siti Aminah sebagai figur pemboros istana yang berbahaya.
Ternodai Perilaku Sang Anak
Adapun nama baik Siti Aminah kemudian menjadi kotor karena perilaku sang anak yang memiliki perilaku tamak, sombong, dan boros.
Anak perempuan yang lahir dari pasangan Siti Aminah, dan Condronegoro itu bernama Ratu Hamsah. Karena perilakunya yang bengis, banyak rakyat Banten yang tidak menyukainya.
Alhasil nama Sang Ratu baik hati dan penggerak agama Islam untuk perempuan di Banten pun tercemar karena si anak.
Kisah Ratu Siti Aminah ini menjadi salah satu peninggalan historiografi nasional yang menarik. Apalagi yang menulisnya adalah sejarawan Indonesia terkemuka, Prof. Sartono Kartodirdjo. (Erik/R6/HR-Online)