Cara unik memakamkan jenazah orang Jawa dulu menjadi perhatian gubernur Jenderal era kolonial, yakni Thomas Stamford Raffles.
Dalam bukunya yang berjudul “The History of Java” (2008: 224), ia mencatat berbagai adat dan tradisi masyarakat Jawa waktu itu.
Kedengarannya mungkin sedikit aneh atau bahkan ada yang mengaitkan ini dengan kisah-kisah mistik. Namun, ini merupakan catatan sejarah yang harus kita lestarikan.
Baca juga: Asal-Usul Masyarakat Jawa, Sejarawan Kolonial Menyebut Berasal dari Laut Merah
Beberapa Cara Unik Memakamkan Jenazah Orang Jawa
Adapun maksud penulisan artikel ini yaitu, kami akan menjelaskan beberapa kisah menarik dari catatan peninggalan Raffles yang menyoroti soal kebudayaan orang Jawa.
Sementara yang lebih menarik yaitu kisah tentang tiga cara unik orang Jawa dalam memulasara jenazah, hingga beberapa kebiasaan lain setelah penguburan jenazah selesai.
Tiga Cara Pemulasaran Jenazah
Kebiasaan orang Jawi dalam memulasara jenazah cenderung unik dan memiliki budaya dan tradisi khas masyarakat kuna.
Adapun tiga cara unik tersebut meliputi cara pemulasaraan dengan menggunakan pembakaran, pelarungan, dan penggantungan di atas pohon (setra).
Cara terakhir sangat langka dan unik dibanding cara pertama dan kedua. Sebab, cara kedua itu kini masih bisa kita jumpai di beberapa budaya orang Indonesia.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang hidup sekitar tahun 1300-1500 Masehi, cara unik memakamkan jenazah dengan teknik menggantung di pohon adalah sesuatu yang terhormat.
Hal ini sama seperti halnya seorang pemimpin yang meninggal dunia. Ketika mereka meninggal, maka dibakar dan abunya disimpan di candi.
Cara-cara ini diketahui merupakan peninggalan tradisi kuno dari ajaran Hindu dan Budha di Nusantara. Maka dari itu fenomena ini menurut sejarawan sebagai kekayaan budaya Indonesia.
Baca juga: Jalur Rempah di Indonesia, Pulau Jawa Paling Subur
Mengadakan Perjamuan Makan Saat Suasana Duka
Fenomena yang unik dari tradisi masyarakat Jawa zaman dahulu juga bisa kita lihat adanya perjamuan makan saat sedang berada dalam suasana duka.
Hal ini biasanya diadakan oleh kerabat dan tetangga terdekatnya. Perjamuan ini untuk menghargai roh yang meninggal supaya cepat naik ke nirwana (Surga).
Nah setelah mereka sudah menyelesaikan prosesi pemakaman, kemudian malamnya digelar pula perjamuan yang tak kalah ramainya seperti awal tadi.
Bahkan menurut catatan Raffles soal cara unik memakamkan jenazah ini, mereka melakukan perjamuan tersebut hingga enam kali banyaknya. Namun tidak berturut-turut, melainkan mencari hari baik untuk menggelarnya.
Memohon Do’a Supaya Arwahnya Sampai pada Tuhan
Kebiasaan masyarakat Jawa kuna dalam mendoakan arwah yang sudah meninggal juga bisa kita lihat sebagai sesuatu hal yang menarik untuk dibahas secara mendalam.
Hal ini karena kebiasaan mereka yang mendoakan arwah-arwah kerabatnya ditentukan oleh hari baik yang kemudian disebutnya dengan istilah wiku.
Dengan memperhatikan hari tersebut, mereka percaya akan terhindar dari sosok Batara Kamajaya (Dewa penyabut nyawa), dan segera bertemu dengan Batara Sakra (Dewa Kehidupan).
Mereka percaya hal tersebut dan menjadi sebuah adat serta tradisi yang tidak terlupakan hingga saat ini. Sementara Raffles menyebut fenomena ini sebagai “Adiluhung Kebudayaan”.
Penjaga Kalang Menunggu Makam
Selain cara unik dalam memakamkan jenazah, ada pula fakta unik lainnya. Yaitu fenomena penjagaan kuburan yang dilakukan oleh teman atau kerabat terdekat atau bernama ‘Penjaga Kalang’. Hal ini sudah ada sejak zaman dahulu.
Mereka bertugas untuk menjaga keadaan makam kerabatnya yang belum genap berusia seminggu. Hal ini supaya mereka bisa mengantarkan si arwah dengan tenang dan masuk surga.
Dalam jangka waktu seminggu itu mereka menunggu makam tersebut dengan beberapa ucapan doa yang harus mereka lafalkan setiap saat.
Kepercayaan menunggu makam yang belum seminggu itu kemudian berjalan hingga tahun 1600 Masehi. Lunturnya tradisi ini karena orang Eropa yang mulai masuk dan mengkolonisasi Jawa.
Jenazah Orang Jawa Kuna juga ada yang Dikubur
Cara unik memakamkan jenazah orang Jawa Kuno sesuai catatan Raffles berdasarkan tradisi pemulasaran yang ia lihat di masyarakat Gunung Tengger.
Meskipun banyak orang yang menganggap hal ini normal, Raffles menemukan keunikan tersendiri dari kebiasaan tersebut. Hal ini karena mereka menempatkan kepala jenazah ke arah selatan.
Raffles juga menyebut ini berbeda dengan kebanyakan jenazah orang Islam, masyarakat di Tengger justru menjadi masyarakat Jawa yang kuna dan memiliki kepercayaan tersendiri.
Selain menempatkan kepala ke arah Selatan, hal unik dari kebiasaan orang Jawa memakamkan jenazah juga terletak pada tradisi menyimpan sesaji lengkap di atas kuburan baru.
Hal ini biasa yang melakukannya adalah sanak kerabat yang meninggal. Mereka juga akan membawa makanan lengkap sesuai kesukaan orang yang meninggal semasa masih hidup.
Demikian uraian cara unik memakamkan jenazah orang Jawa kuno, yang merupakan salah satu khasanah sejarah adat dan tradisi masyarakat Jawa yang tercatat dalam buku The History of Java. (Erik/R6/HR-Online)