Sejarah penyusunan teks proklamasi ternyata terdapat sosok lelaki Jepang bernama Laksamana Maeda. Ia menyumbangkan tempat kediamannya untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Beberapa buku sejarah tak banyak menyinggung asal-usul Laksamana Maeda yang ternyata merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang saat itu masih ada di Indonesia.
Hal ini sangat menarik jika kita angkat kembali sebagai referensi baru dalam catatan sejarah Indonesia.
Laksamana Maeda merupakan sosok Jepang yang sangat loyal terhadap bangsa Indonesia, terutama pada saat berjuang memperoleh kemerdekaan.
Perwira tinggi Angkatan Laut ini juga sangat menyukai Indonesia, hal ini terlihat dari beberapa koleksi arsip foto, di mana ia menggunakan pakaian adat Jawa saat berpose bersama keluarga di depan halaman rumahnya.
baca juga: Sabotase Kemerdekaan, Sejarah Sekitar Proklamasi yang Terlupakan
Di Balik Sejarah Penyusunan Teks Proklamasi
Artikel ini akan membahas tentang beberapa kisah menarik soal penyusunan teks proklamasi di kediaman Laksamana Maeda.
Para Pejuang Kemerdekaan RI Berkumpul
Soekarno pernah menceritakan bagaimana kondisi saat itu saat penyusunan teks proklamasi berlangsung di rumah Laksamana Maeda.
Rumah itu terlihat banyak orang yang hadir dan terdiri dari para pejuang, seperti Mr. Latuharhary, Oto Iskandardinata, Mr. Teuku Mohammad Hasan, Chairul Saleh, Sukarni, Sayuti Melik, Mr. Iwa Kusuma Sumantri, B.M Diah dari Harian Asia, Semaoen Bakri dari Hokokai dan beberapa aktivis Menteng 31.
Menurut kesaksian beberapa orang, termasuk Soekarno, menyebut mereka semua menanti di ruang depan rumah Maeda untuk menunggu Soekarno dan Hatta serta Achmad Soebardjo yang sedang menyusun teks proklamasi.
baca juga: Sejarah Industri Kretek dan Kontribusinya Terhadap Kemajuan Bangsa Indonesia
Syahrir Pernah Mengusulkan Teks Proklamasi
Sementara menurut kesaksian Walentina Waluyanti Dejonge, dalam “Soekarno Hatta bukan Proklamator Paksaan” (2015 : 364 – 365), menyebutkan, ternyata Sutan Syahrir yang kelak menjadi Perdana Menteri pertama Republik Indonesia, pernah mengusulkan teks proklamasi kepada Soekarno dan Hatta.
Teks proklamasi itu, Syahrir menitipkan pada Sukarni yang pada saat itu menghadiri penyusunan teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
Namun, berdasarkan beberapa kesaksian lainnya menyatakan teks tersebut terjadi penolakan karena alasan teks buatan Syahrir ini mengandung nada provokatif yang berisiko menimbulkan kerusuhan.
baca juga: Sejarah Museum Linggarjati di Kuningan Jawa Barat
Perumus Bung Hatta, Penulis Bung Karno
Hal yang menarik lainnya di sekitar sejarah penyusunan teks proklamasi adalah ketika Bung Hatta mendiktekan rumusan proklamasi dan Bung Karno yang menuliskannya.
Adapun teks proklamasi yang asli itu sekarang tersimpan rapih di museum monumen nasional (monas) Jakarta.
Alasan mengapa Bung Karno memilih Hatta sebagai perumus kata untuk menyusun naskah proklamasi itu, karena Bung Hatta memiliki kualitas yang luhung dalam memilih kata.
Akhirnya setelah Bung Hatta menyetujui alasan yang bernada sanjungan itu, kemudian bersedia untuk segera menuntaskan naskah proklamasi dengan waktu yang masih tersedia.
Kertas Proklamasi Berasal dari Sobekan Buku Tulis
Hal yang paling menarik dan belum terbayangkan sebelumnya oleh Anda yaitu, ternyata kertas proklamasi yang selama ini kita ketahui, berasal dari sobekan kertas buku tulis yang tak beraturan.
Hal ini sebagaimana ungkapan Walentina Waluyanti Dejonge dalam catatannya pada buku yang sama.
Pernyataan Walentina ini juga menjadi lebih kuat karena ada beberapa pendapat saksi sejarah, yang kebetulan pada waktu itu berada di tempat penyusunan proklamasi.
Mereka mengatakan bahwa ketika Soekarno dan Bung Hatta merumuskan proklamasi pada kertas selembar yang berasal dari sobekan buku tulis.
Menerbitkan Naskah Proklamasi menggunakan Tahun Jepang
Terakhir dari hal yang menarik lainnya dalam sejarah penyusunan teks proklamasi yaitu menggunakan tahun Jepang saat menerbitkan naskah agung ini.
Lalu mengapa Soekarno dan Hatta melakukan ini? menurut kesaksian sejarah saat itu bernama Nishijima, mengungkapkan memang selama pendudukan Jepang, mereka (rakyat Indonesia, red) sudah terbiasa menulis tanggal dengan menggunakan tahun Jepang.
Nishijima juga mengaku pernah melihat dan ikut langsung menyaksikan perumusan teks proklamasi itu.
Menurutnya, tahun Jepang yang ada dalam teks tersebut menggunakan tahun Jepang itu bisa saja menggantinya dengan tahun 1945, jika “saat itu ada yang menyadari kesalahan penulisan tahun”.
Namun ketika kesalahan penulisan tahun terjadi, tampaknya beberapa orang tidak begitu menyadarinya karena sudah terbiasa.
Saat Proklamasi
Dikelilingi oleh orang yang berbudi luhur dan baik hati adalah amanat yang tercipta dari peristiwa penyusunan teks proklamasi itu terjadi. Salah satu orang baik hati dan memiliki budi yang luhur, tidak lain adalah Laksamana Maeda.
Beliau sebagai orang asing yang sangat loyal dengan para pejuang 45’, rela menyumbangkan kediamannya sebagai tempat menyusun naskah proklamasi kemerdekaan.
Dengan adanya sejarah penyusunan proklamasi ini, kita bisa menilai tidak semua orang yang ada dalam lingkungan kotor itu jelek, dan sebaliknya tidak semua yang bersih itu baik. Semuanya berasal dari prinsip dan keluhuran budi pekerti. (Erik/R6/HR-Online)