Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Belasan hektar sawah di Cibentang RT 18/8, Desa Mekarharja, Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar terancam tidak bisa ditanami padi akibat tidak mendapatkan pasokan air.
Pantauan Koran HR, belasan hektar sawah milik para petani di wilayah tersebut sejak ramadan kemarin kesulitan mendapatkan air pasca panen.
Sehingga, untuk menanam di musim tanam saat ini menjadi terganggu lantaran air yang seharusnya mengalir ke areal sawah itu tidak ada.
Saiman, salah satu petani, mengatakan, ia merasa bingung karena sawah di Cibentang yang ia garap kini tidak mendapatkan air sejak bulan puasa lalu.
Alih-alih sudah menebar benih untuk persiapan tanam, justru kenyataan berkata lain karena sawahnya tak kunjung teraliri air.
“Jelas bingung lah sebagai petani. Saluran sekarang banyak yang dibangun, tapi airnya kalau tidak sampai ke sawah kan sama saja bohong,” katanya beberapa waktu lalu.
Sebagai salah satu petani yang tergabung dalam kelompok tani Pada Sadar di Cibentang, Saiman tidak sendiri merasakan hal tersebut. Akan tetapi ratusan petani yang menggarap sawah seluas 12 hektar itu kelimpungan.
“Kita tidak aneh-aneh mintanya, hanya air agar bisa bercocok tanam padi secara normal. Jika pemerintah membutuhkan tenaga warga, jelas kami siap. Paling penting airnya jalan,” pungkasnya.
baca juga: Bisnis Cacing Sutra di Kota Banjar Menggiurkan
Sawah di Cibentang Perlu Perhatian Pemerintah
Ketua Kelompok Tani Pada Sadar, Enon, juga mengatakan hal senada. Air yang biasa masuk ke wilayah tersebut bersumber dari Bantarheulang yang berasal dari Sungai Cijolang.
“Katanya kalau debitnya mencapai 40 dari cabang bisa sampai ke sini, tapi beberapa waktu lalu mendengar debitnya sudah sampai 50, tapi malah sawah di Cibentang ini belum dapat air juga. Ini kan aneh,” cetusnya.
Masalah pembagian air, kata Enon, tidak mungkin antar petani saling menyalahkan karena proses penggarapannya berbeda, ada yang menyedot langsung dari sungai maupun yang normal mengandalkan saluran.
Karena itu, pihaknya hanya berharap pemerintah melalui instansi terkait mampu memecahkan masalah ini agar petani tidak merugi.
“Saya sudah korban solar dan tenaga untuk membajak sawah. Ruginya kan petani tidak bisa menggarap, sehingga pembayaran ke pembajak sumbernya dari itu,” imbuhnya.
Bila pemerintah tidak mampu mengatasi masalah ini karena tenaga, ia pun mengaku siap memfasilitasi menggerakkan masyarakat untuk bergotong royong memperbaiki di titik mana yang menjadi masalah.
Di tahun 1971 silam, ia menyebut di wilayahnya air begitu melimpah, bahkan ketika banjir bisa sampai lutut orang dewasa. Namun seiring berjalannya waktu justru sering mengalami kesulitan air.
“Paling ripuh mah kalau di sini itu 2 desa, Mekarharja dan Raharja. Padahal zaman dulu lancar. Pertanyaannya, buat apa saluran yang selama ini dibangun kalau airnya tidak ada?,” tegasnya.
Sejak ramadan hingga saat ini, petani sangat menunggu air karena benih yang sudah ditanam masih muda, bahkan sudah hampir 80 persen tertanam sejak sebulan lalu.
Panen yang biasa petani nikmati selama satu tahun 2-3 kali saat normal bisa terganggu karena persoalan ini.
“Bila kendalanya karena alam itu sudah biasa, seperti wereng, angin atau keong. Tapi ini masalahnya di air. Jadi kami harap pemerintah segera turun dan merealisasikan harapan petani agar bisa menggarap sawah di Cibentang ini,” pungkasnya. (Muhafid/Koran HR)