Berita Tasikmalaya, (harapanrakyat.com),- Gara-gara insentif nakes Covid-19 tak kunjung cair hingga berbulan-bulan, puluhan aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) dari Komisariat dan Rayon Cipasung, menggeruduk Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (06/05/2021).
Kedatangan aktivis mahasiswa tersebut untuk menuntut penjelasan mengenai pencairan uang insentif nakes Covid-19 yang tak kunjung cair sejak 5 bulan kebelakang. Selain itu, mereka juga meminta penjelasan soal adanya indikasi pemalsuan data positif Covid-19.
Pantauan HR Online di lapangan, aksi tersebut sempat memanas saat massa aksi membakar ban. Kedatangan aktivis mahasiswa itu pun mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian Polres Tasikmalaya.
Koordinator Lapangan Aksi PMII, Givan mengatakan, pihaknya menggelar aksi ini karena sampai sekarang tidak ada kejelasan dari Direktur Utama atau pihak RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya.
“Makanya hari ini kami ingin menemui langsung Kepala Dinas Kesehatan dan juga Direktur Utama RSUD SMC untuk berdiskusi dan menyampaikan aspirasi,” ujarnya.
Selain insentif tenaga kesehatan khusus Covid-19, lanjut Givan, pihaknya juga meminta penjelasan mengenai uang remunerasi yang direduksi cukup signifikan. Bahkan bisa dikatakan dipangkas.
Oleh karena itu, pihaknya menuntut agar apa yang menjadi hak nakes khusus Covid-19 dibayarkan rutin setiap bulan sebagaimana mestinya.
Karena, selama ini mereka bertugas merawat pasien Covid-19. Tak hanya itu, para nakes juga kerap melaksanakan sejumlah pekerjaan tambahan selama merawat pasien.
“Kami hanya menuntut dan meminta penjelasan apa yang seharusnya menjadi hak mereka,” tandas Givan.
Baca Juga : PMII Tasikmalaya Soroti Mobil Dinas Pemkot Kecelakaan di Pangandaran
Indikasi Pemalsuan Data Covid-19 di Tasikmalaya
Selain soal insentif nakes Covid-19, pihaknya juga meminta kejelasan mengenai adanya indikasi pemalsuan data positif Covid-19 di RSUD SMC. Menurut Givan, praktek-praktek tidak sehat itu bukan hanya ada di Kabupaten Tasikmalaya, tapi kasus yang sama pun terjadi di daerah lain.
“Berangkat dari niat baik dan itikad baik untuk menyamakan data. Karena motif kasus menyatakan status pasiennya sebagai pasien Covid-19 bertujuan untuk mendulang keuntungan. Itu kemungkinan bisa terjadi, bahkan sudah terjadi,” ujarnya.
Namun, Givan menyayangkan karena tuntutan pihaknya yang meminta Kadinkes dan Dirut RSUD SMC Tasikmalaya hadir, tapi ternyata tidak sesuai harapan. Malah yang terjadi adanya kekonyolan. Pasalnya, pihak RSUD SMC mengutus kuasa hukum untuk menghadap massa aksi dari organisasi PMII.
“Secara tidak langsung ini sudah terkonfirmasi adanya ketimpangan dan kejanggalan dalam internal RSUD sendiri. Dengan adanya utusan kuasa hukum, malah yang ada hanya membangun narasi pembenaran, tetapi tidak dengan kebenarannya.
“Tentunya seorang kuasa hukum tidak ada hak dan bukan ranahnya membicarakan kesalahan dan kekurangan yang ada pada internal RSUD SMC itu sendiri. Bahkan sekaligus untuk menghadap massa aksi. Wong kita masih tahapan untuk menyamakan data, bukan membuat LP,” pungkas Givan. (Apip/R3/HR-Online)
Editor : Eva Latifah