Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),- Cara Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMK Bakti Karya (SBK) kelas Multikultural, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat berbeda dengan sekolah lain.
Pihak sekolah bukan mencari siswa sebanyak-banyaknya, tetapi lebih pada apa yang bisa diberikan untuk calon siswa nanti.
Karena itu sekolah bekerjasama dengan komunitas yang ada di seluruh Indonesia sehingga siswa yang datang dari berbagai latar belakang suku dan budaya.
Penanggungjawab kelas Multikultural SMK Bakti Karya (SBK) Parigi, Athif Roihan mengatakan, penerapan Kelas Multikultural agak berbeda dengan sekolah lain.
Namun pihaknya tetap mengikuti aturan dari pemerintah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yakni menunggu waktu pendaftaran yang biasanya dilaksanakan sekitar bulan Maret, April dan Mei.
“Strategi sudah kita siapkan dari sekarang. Bagaimana memperkenalkan SBK ini ke pihak lain,” kata Athif Roihan saat diwawancara HR Online, Jum’at (19/2/2021).
Lebih lanjut Athif Roihan menambahkan, dalam waktu 6 bulan ini pihaknya telah menyiapkan kegiatan yang bisa menarik siswa-siswi SMP sekitar agar datang ke SBK. Kegiatan tersebut seperti lomba, talkshow, webinar dan pelatihan yang pelaksanaannya memperhatikan protokol kesehatan.
“Jadi sebagai transaksinya ya nanti pada saat PPDB dibuka. Saat ini kita buat yang menarik dan berbeda di SMK Bakti Karya kelas Multikultural dengan aneka keberagamannya,” kata Athif.
Menurut Athif, siswa yang sekolah di SBK berasal dari 21 Provinsi, 24 suku dengan memiliki 28 bahasa dan kebudayaan masing-masing.
“Semuanya menyatu di sini dan kita satukan dalam bingkai Kampung Nusantara,” katanya.
Strategi SMK di Parigi Pangandaran
Athif juga sudah menyiapkan strategi untuk siswa-siswi yang berasal dari luar daerah, yakni pihaknya bekerjasama dengan para relawan di setiap daerah yang akan mengirimkan siswa-siswinya ke SBKi.
“Jaringan yang kita gunakan yakni dengan para komunitas seperti dari Papua dulu pernah ke sini dan sekarang di tempatnya Papua menjadi relawan. Tugasnya mencari siswa yang akan dikirim ke sini. Sama juga yang dari Aceh kebetulan adiknya di sini. Jadi di sananya dia menjadi relawan mencari siswa yang mau sekolah di sini dan daerah lainnya di seluruh Indonesia,” jelas Athif.
Fokus dari pihak sekolah, kata Athif, bukan mencari siswa sebanyak-banyaknya. Namun sekolah menekankan pada ilmu dan keterampilan apa yang bisa diberikan kepada siswa. Karena itu kita pihaknya mengadakan pelatihan-pelatihan, bincang-bincang (talkshow) terkait dengan keberagaman di SBK.
“Anggaran yang utama tetap dari pemerintah melalui BOS untuk kegiatan pembelajaran dan Program Indonesia Pintar untuk kebutuhan pribadi. Tetapi anggaran pemberangkatan pesawat, kebutuhan makan dan menginap hampir 70 persen dibiayai dari dana publik,” jelas Athif.
Athif menjelaskan, tahun ini rencana anggaran yang dibutuhkan di atas Rp. 500 juta yakni untuk menopang 33 siswa dari luar daerah dan 15-20 untuk siswa dari Pangandaran. Satu angkatan ada 48 siswa yang dikelola menjadi 2 rombongan belajar.
“Di SBK ini sudah 5 angkatan, 2 angkatan sudah keluar. Sedangkan 3 angkatan lagi masih belajar dari kelas 1, 2 dan 3. Masing-masing angkatan memiliki nama yang berbeda ada angkatan Sudirman, Wiro sableng dan lainnya,” jelasnya. (Madlani/R7/HR-Online)