Berita Pangandaran (harapanrakyat.com),- Sebuah bangunan tua zaman Belanda yang ada di Desa Parigi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, sarat akan cerita sejarah masa lampau. Bangunan tersebut milik warga Pangandaran yang dulunya digunakan sebagai toko batik.
Bangunan tua itu diperkirakan berdiri tahun 1910. Hingga saat ini kondisinya tidak banyak yang berubah, semuanya masih asli. Bagi warga masyarakat Kabupaten Pangandaran pastinya sudah tak asing lagi dengan bangunan rumah berarsitektur kolonial Belanda yang ada di Kecamatan Parigi.
Salah seorang keturunan pemilik bangunan rumah tua zaman Belanda, Ria Siti Sadariah Wulansari (46), mengatakan, bangunan tersebut milik nenek dan kakeknya, yakni Rd Djodjoh Hadijah Ratnaningrum, dan Herlan Pagih.
“Pembangunannya mungkin sekitar tahun 1910. Dulu waktu zaman penjajahan Belanda, leluhur saya menggunakan bangunan ini sebagai toko batik,” terangnya.
Baca Juga : Sejarah Tradisi Nelayan Pangandaran Memudar Karena Pariwisata
Lebih lanjut Ria mengatakan, setelah kakeknya, Herlan Pagih tutup usia, neneknya, Rd Djodjoh Hadijah Ratnaningrum, menikah lagi dengan Dudu Soeparman.
Kemudian, bangunan tua itu dirawat sekaligus ditempati Rd Titiek Kartiyah dengan Dedi Efendi, suaminya, setelah Rd Djodjoh Hadijah Ratnaningrum dan Dudu Soeparman meninggal dunia.
Bangunan Tua di Pangandaran Menyimpan Sejarah
“Mamah saya cerita bahwa bangunan rumah kuno zaman Belanda ini menyimpan banyak sejarah. Dulu penjajah Belanda mengusir keluarga kami, lalu bangunan toko batik milik keluarga kami itu menjadi markas tentara kolonial,” tutur Ria.
Setelah beberapa tahun menjadi markas tentara penjajah Belanda, kemudian bangunan tua tersebut sempat menjadi Pos Kesehatan. Hingga akhirnya berubah fungsi sebagai Sekolah Rakyat (SR).
Bangunan toko batik milik leluhur Ria itu bernama Bumi Ageung. Biasanya warga sekitar menyebutnya Toko Dudu. Waktu itu Toko Dudu menjual berbagai macam barang kebutuhan masyarakat Parigi dan sekitarnya.
Samping bangunan toko batik terdapat bangunan Bumi Alit (rumah kecil). Oleh Belanda bangunan ini sempat dijadikan sebagai rumah dinas dokter.
Baca Juga : Sejarah Green Canyon Pangandaran Berawal dari Petualangan 3 Turis Bule
Jadi Kedai Kopi
Selama bertahun-tahun, kata Ria, bangunan Bumi Ageung maupun Bumi Alit kosong, sehingga terkesan angker. Setelah lama kosong, kemudian sempat ada beberapa orang yang akan menyewa untuk tempat usaha.
Namun, karena merasa takut melihat bangunannya yang terkesan angker, mereka pun akhirnya tidak jadi menyewanya.
“Katanya saat malam hari kerap terdengar seperti ada orang yang sedang beraktivitas mengambil dan menyimpan barang. Tapi ketika mereka lihat saat siang harinya ternyata tidak ada barang satupun yang pindah,” ujarnya.
Selain itu, jika memasang bohlam lampu pada bagian kanopi jendela bangunan Bumi Ageung selalu tidak bisa menyala. Padahal jalur aliran listrik sudah normal.
Meski terkesan angker, namun saat ini bangunan tua zaman Belanda di Pangandaran itu menjadi kedai kopi tempat nongkrongnya berbagai kalangan. Sehingga setiap harinya selalu ramai pengunjung. (Cenk2/R3/HR-Online)
Editor : Eva Latifah