Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Harga kedelai yang mahal, membuat para pengrajin tahu dan tempe mengeluh. Tak terkecuali produsen tahu tempe di Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Dengan meroketnya harga kedelai, membuat para pengrajin tahu tempe di Banjarsari kelimpungan dan merugi.
Uce, pembuat tempe asal Dusun Cikohkol, RT 1/2, Desa Sukasari, Kecamatan Banjarsari ini, mengaku pusing dengan harga kedelai saat ini yang makin mahal.
Adapun harga kedelai di pasaran kini mencapai Rp 9200 per kilogramnya, dari semula hanya Rp 6500 per kilonya.
“Sejak ganti tahun, harga kedelai terus melonjak setiap harinya. Hal ini tentu membuat kami para pengrajin tahu tempe merasa kebingungan,” ucapnya kepada HR Online, Sabtu (09/01/2021).
Sehingga untuk menyiasati agar tidak merugi akibat harga kedelai yang mahal, maka Uce terpaksa harus mengurangi produksi tahu tempe.
“Demi untuk bisa tetap memenuhi kebutuhan pasar dan saya masih tetap berproduksi, maka pasokannya terpaksa saya kurangi,” katanya.
Karena menurutnya, tidak mungkin harus menaikan harga tempe. Jadi, salah satu alternatif atau solusinya agar tetap bisa berproduksi, terpaksa mengurangi sedikit ukuran.
Meskipun setelah mengurangi sedikit ukuran tempe tidak sedikit pelanggan yang protes.
“Namun apa boleh buat, karena jika tidak saya siasati dengan cara itu, pasti akan mengalami kerugian besar. Bahkan saat ini juga, saya setiap harinya harus selalu menambah modal produksi,” tukasnya.
Hal senada dikatakan Hasan. Pengrajin tahu asal Desa Sindangrasa, Kecamatan Banjaranyar ini, mengaku kerepotan saat terjadi lonjakan harga kedelai seperti saat ini.
“Dengan harga kedelai yang mahal, jelas kami sebagai pengrajin tahu merasa berat untuk berproduksi,” katanya.
Sedangkan untuk siasatnya agar tetap berproduksi dan tidak merugi, maka Hasan pun mengurangi jumlah produksinya saja.
“Karena tidak mungkin, saya mengurangi ukuran. Jadi, salah satu cara untuk menghindari kerugian, ya kita mengurangi produksi saja. Bahkan jika harga kedelai makin mahal, kami mungkin akan berhenti dulu berproduksi, daripada mengalami kerugian,” ujarnya. (Suherman/R5/HR-Online)
Editor : Adi Karyanto