Sejarah S.K Trimurti menarik untuk dibahas. Selain sebagai sosok perempuan yang cerdas, S.K Trimurti juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan pelopor wartawan perempuan pertama di Indonesia.
S.K trimurti adalah seorang perempuan yang punya peran sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ia diketahui berguru pada Soekarno dan berpartisipasi aktif dalam Partindo. Sejak saat itu, kepribadiannya dan jiwa perjuanggan S.K Trimurti muncul.
Selain itu, beberapa catatan sejarah mengenani S.K Trimurti menyebut beliau sebagai seorang yang pemberani, lantang, dan sangat nasionalis.
Yang paling menarik yaitu, S.K Trimurti saat itu cukup merepotkan pemerintah Belanda. Lantas bagaimana sejarah lengkapnya? silahkan simak penjelasan lebih lanjut di bawah ini.
Baca Juga: Sejarah Pers di Sumatera, Kisah Perempuan yang Melawan Adat
Biografi dan Sejarah S.K Trimurti
Menurut Ipong Jamizah dalam jurnal sejarah berjudul “S.K Trimurti: Pejuang Perempuan Indonesia” S.K Trimurti lahir di Sawahan Boyolali, Karesidenan Surakarta, 11 Mei 1912.
Ayahnya R.Ng. Salim Banjaransari Mangunbisomo. Ayah dan ibunya terhitung masih abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta.
Sementara menurut Chudori dalam majalah Tempo pada tahun (1993: 204), bertajuk “S.K Trimurti dari Politik ke Kebatinan dalam Memoir Senarai Kiprah Sejarah” Sekolah Dasar ditempuhnya di sekolah Ongko Loro atau Tweede Inlandsche School (TIS).
Setelah lulus, atas kemauan ayahnya, S.K Trimurti melanjutkan ke sekolah guru perempuan atau Meisjes Normaal School (MNS) yang mempunyai masa studi selama 4 tahun.
Ia merasa cocok juga menjadi guru karena itulah diturutilah khendak ayahnya.
Aktifitasnya dalam dunia politik berawal dari beliau menjadi pengajar.
Sembari mengajar ia aktif dalam keanggotaan Rukun Wanita.
Ia juga sering ikut dalam rapat-rapat yang dilaksanakan oleh Budi Utomo cabang Banyumas.
Selain itu, S.K Trimurti lebih aktif mengikuti politik yaitu ketika Soekarno mengadakan rapat Partindo (Partai Indonesia) di Purwokerto, Jawa Tengah.
SK. Trimurti hadir sebagai satu-satunya sebagai perempuan muda yang haus akan nilai-nilai dan semangat perjuangan Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Transmigrasi, Warisan Kebijakan Kolonial yang Eksis hingga Kini
Ir. Soekarno, Mentor S.K Trimurti dalam Berpolitik
Menurut Ipong (2016: 49), setelah mendengar pidato Soekarno di Purwokerto, S.K Trimurti tertarik bergabung dengan partai Soekarno yaitu Partindo.
Akan tetapi S.K Trimurti malah memilih untuk ikut gabung dengam Partindo cabang Bandung.
Ia memilih bergabung di Bandung agar bisa langsung berguru langsung kepada Soekarno yang saat itu memang tinggal di Bandung.
Menurut S.K Trimurti yang ada dalam kutipan Ipong (2016: 49) menyebut bahwa ia masuk Partindo sejak tahun 1933.
Selain itu menurut penuturannya, Partai Indonesia lebih berani dan terbuka untuk menerima anggota yang baru.
Ia juga menyebut Partindo non-kooperatif. Inilah yang mempengaruhi model perjuangan S.K Trimurti yang lebih terbuka, berani ambill resiko serta menolak kerjasama dengan Belanda.
Adapun sejak di Bandung, S.K Trimurti semakin luas dalam politik karena pergaulannya yang banyak mengenal para tokoh.
Sebut saja ketika tinggal bersama dengan kader-kader Partindo perempuan lainnya seperti, Suprapti, Sukaptinah, Aminah Amatanis, dan Nyonya Maskun.
Partindo mengajarkan SK Trimurti tentang apa itu politik dan perjuangan. Namun selain berpolitik, ia juga mengajar untuk menyambung hidup.
Baca Juga: Sejarah Rahmah El Yunusiyyah, Pejuang Wanita dari Minangkabau
Pelopor Wartawan Perempuan Pertama Indonesia
Sebagaimana mentor berpolitiknya, Soekarno pun dilibatkan S.K Trimurti sebagai guru dalam hal tulis menulis.
Soekarno adalah sosok yang pertama kali meminta S.K Trimurti untuk menuangkan tulisannya di Fikiran Rakjat yang saat itu akrab sebagai majalah Partindo.
Awalnya S.K Trimurti menolak karena yang biasanya menulis di Fikiran Rakjat adalah para tokoh tinggi Partindo.
Namun menurut penuturannya, menyebut Soekarno adalah salah seorang guru yang baik sehingga selalu meyakinkan pada S.K Trimurti.
Akhirnya S.K Trimurti berhasil menulis dan tulisanya pertama kali muat dalam media massa Fikiran Rakjat.
Pada tahun 1935 S.K Trimurti bersama rekan-rekannya di Solo mendirikan majalah Bedug.
Tujuan mendirikan majalan tersebut yakni sebagai wadah komunikasi mengenai perjuangan rakyat agar sadar dan tergugah dengan nasibnya sebagai bangsa yangterjajah.
Bedug menggunakan bahasa Jawa dengan harapan agar banyak kalangan rakyat yang membacanya.
Baca juga: Kumpulan Artikel Sejarah Indonesia
Sejak saat itulah S.K Trimurti disebut sebagai pelopor wartawan perempuan pertama di Indonesia. Semoga bermanfaat. (Erik/R8/HR Online)
Editor: Jujang