Salah satu hal yang paling menarik tentang sejarah pers di Sumatera ternyata berasal dari peran perempuan Minangkabau. Para perempuan Minangkabau pernah melawan adat Sumatera yang ketat lewat media. Media tersebut muncul pada pertengahan modernisasi awal.
Penerbitan Sumatra Barat mulai pada paruh abad ke-19 dan berkembang hingga dekade keempat abad ke-20. Sejak pers lahir sebagai alat baru, banyak antusiasme yang terlihat dari masyarakat Minangkabau.
Salah satunya dari para perempuan, mereka semua menjadikan pers sebagai media komunikasi dan alat perjuangan dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dan berbagai adat istiadat dalam lingkungannya yang turut menindas.
Sejarah perkembangan pers di Sumatera memberi ruang bagi perempuan untuk turut serta dalam dunia pers Sumatera. Karena keaktifan para perempuan Minangkabau ini terbilang baik, lahirlah pers khusus untuk perempuan. Saat surat kabar lainnya yang mengusung tema umum dan politik, Islam, Adat, Ekonomi, dan Organisasi atau Perkumpulan.
Sejarah Pers di Sumatera, Asal-usul Peran Perempuan Aktif dalam Dunia Pers
Risa Marta Yati dalam jurnal berjudul “Perempuan Minangkabau dalam Dunia Pers di Sumatra’s Westkust”. Menjelaskan bahwa asal-usul peran perempuan aktif dalam dunia pers awalnya dari pertentangan adat.
Berawal dari realitas kehidupan perempuan Minangkabau yang tidak bebas. Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa baca tulis, tidak sekolah, dan masa remajanya hanya bergelut dengan pendidikan bagaimana menjadi istri atau ibu yang baik. “Menurut adat “ tidak ada pengajaran untuk mereka menjadi seorang perempuan yang cerdas.
Baca Juga: Sejarah Transmigrasi, Warisan Kebijakan Kolonial yang Eksis hingga Kini
Sementara menurut Risa Marta Yati dari bukunya berjudul “Lahirnya Pergerakan Perempuan Minangkabau pada Awal Abad XX” (2017) menyatakan perempuan Minangkabau tidak memiliki kebebasan dan kemandirian. Mereka harus selalu tunduk pada adat istiadat pada masa itu.
Sejarah pers di Sumatera bagi perempuang awalnya setelah lahirnya pers khusus perempuan. Para perempuan Minangkabau pun sangat antusias menyabutnya. Hal ini pun yang menyebabkan asal-usul peran perempuan aktif dalam dunia pers.
Pers Perempuan Minangkabau pernah Mengkritisi Adat-Istiadat Sumatera
Setelah para perempuan Minangkabau mengenal pers, banyak berbagai kemajuan perempuan yang bersifat revolusioner. Seperti mengkritisi adat istiadat yang mengekang hak kebebasan perempuan Sumatera melalui pers. Hal ini juga bertujuan untuk memperjuangkan kebebasan kaum perempuan.
kritikan pers perempuan Minangkabau yang muncul seperti, mengkritisi hak sekolah dan pendidikan khusus perempuan, pernikahan dan tradisi perjodohan anak perempuan. Serta praktik poligami yang mengabaikan hak perempuan.
Isu-isu kritikan ini akhirnya membawa pada beberapa kelompok masyarakat Minangkabau. Dari golongan adat, modern Eropa dan Islam pembaharu. Kelompok tersebut akhirnya saling bertentangan dalam menyampaikan pemikiran mereka tentang kondisi kehidupan perempuan Minangkabau. Mereka menekspresikannya dalam berbagai surat kabar yang ada pada masa itu.
Soeara Kota Gedang, Surat Kabar yang berisi Kritikan kepada Kemajuan Perempuan Minangkabau
Sejarah pers di Sumatera yang juga menarik adalah tentang kritikan terhadap kaum perempuan Minangkabau. Ini terdapat dalam surat kabar bernama Soeara Kota Gedang pada tanggal 15 April 1919. Para lelaki Minangkabau yang menulis kritikan itu. Mereka yang anti terhadap kemajuan perempuan Sumatera. Mereka pun menyampaikan kritikannya melalui tulisan dengan judul “Sekolah Meroesakan Anak Perempoean”.
Risa Marta Yati (2020: 150), menjelaskan penulis yang bernama Rasjid menyatakan bahwa zaman kemajuan perempuan yang sedang melanda Sumatera saat itu banyaknya perempuan bersekolah pada sekolah formal pemerintah. Menurut Rasjid hal ini juga sebagai sumber kemalasan mereka bekerja mengurus rumah tangga.
Risa Marta Yati juga menambahkan, bagi Rasjid, sekolah hanya menjadikan perempuan tidak sadar akan kewajibannya. Para perempuan juga harus mengurus rumah tangga. Selain enggan mengerjakan pekerjaan rumah. Para Perempuan juga tumbuh menjadi pribadi yang agak sulit. Itulah sejarah pers di Sumatera khususnya kisah pers perempuan yang melawan ada. (Erik/R9/HR-Online)