Apakah para pembaca sudah tahu, bahwa Perang Dunia II membawa dampak dalam berabagai bidang? Dampak ini pun dirasakan oleh masyarakat dunia tanpa terkecuali masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Ponorogo. Berdirinya Koperasi Batik Bakti merupakan salah satu upaya pihak swasta dalam membangun perekonomian Indonesia.
Penataan ekonomi bangsa masih berada di tahap awal, sehingga kondisi ekonomi masih jauh dari stabil. Konflik pun memperburuk keadaan ekonomi, salah satunya pemberontakan PKI tahun 1948.
Upaya Indonesia dalam membangun perekonomian negara yang stabil yakni menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Mengeluarkan mata uang ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah untuk bangsa Indonesia.
Tak hanya pemerintah, pihak swasta juga melakukan upaya-upaya untuk perubahan ekonomi negara pasca terjadinya perang. Salah satunya berdirinya Koperasi Batik Bakti di Ponorogo, Jawa Timur. Lantas bagaimana sejarah perjalanannya?
Sejarah Koperasi Batik Bakti, Lahir Dari Para Pengusaha Batik di Ponorogo
Menurut Tutiek Ernawati dalam jurnal sejarah berjudul “Koperasi Batik Bakti dan Kontibusinya pada Sejarah Ekonomi Ponorogo” (Jurnal Sejarah dan Budaya, Tahun Kesepuluh, Nomor 2 Desember 2016: 217).
Koperasi ini berdiri pada tanggal 18 Juni 1948. Nama koperasinya “BAKTI” yang merupakan singkatan dari “Batik Asli Kesenian Timur Indonesia”. Koperasi ini beranggotakan para pengusaha batik Ponorogo. Sebelum koperasi ini terbentuk, para pengusaha mengadakan beberapa kali pertemuan atas bimbingan Jawatan Koperasi.
Tujuan utamanya adalah memperkokoh persatuan antara anggota-anggota, memperluas perusahaan dari masing-masing anggota, mempertinggi derajat dan hasil perusahaan dari masing-masing anggota. Saat berdiri, kantor masih menggunakan rumah Sjamsudin sebagai Bendahara I Koperasi.
Pada September 1948, perwakilan koperasi batik mendapat undangan dari Kementrian Kemakmuran Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri. Untuk menghadiri rapat pembentukan GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) di Yogyakarta. Akhirnya GKBI terbentuk dengan tiga koperasi batik dari kota lainnya, seperti Koperasi Batari Surakarta, Koperasi Batik PPBI Yogyakarta, dan Koperasi Batik BTA Tulungagung.
Peran Koperasi Batik Bakti dalam Membangun Kesejahteraan Bangsa Indonesia, Pasca Perang Dunia II
Menurut Tutiek Ernawati (2016: 218), setelah Koperasi Batik ini berkembang, timbul berbagai peluang kerja bagi masyarakat luas. Seperti membangun pabrik mori (salah satu bahan batik), dari keberadaan pabrik mori tersebut juga membuka lapangan kerja baru. Sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat khususnya para pekerja pabrik.
Baca Juga: Romo Mangunwijaya, Arsitek Mulia bagi Wong Cilik di Yogyakarta
Koperasi ini juga melakukan usaha lain guna membantu kesejahteraan bangsa Indonesia pasca terjadinya Perang Dunia ke II. Seperti membangun Poliklinik, Sekolah-sekolah , Taman Kanak Batik, SMA Negeri 1 Ponorogo, Toko Batik, Gedung pertemuan umum, dan berbagai toko batik besar. Tujuannya untuk menghimpun para pengangguran agar mendapatkan pekerjaan.
Kemunduran Koperasi Batik Bakti, Karena Pecahnya Regenerasi
Setelah masa kejayaan, akhirnya badan penyumbang ekonomi bangsa ini runtuh akibat beberapa sebab. Tutiek mencatan bahwa kemunduran Koperasi ini terjadi pada tahun 1970. Salah satu faktor penyebab mundurnya Koperasi ini karena pecahnya regenerasi.
Kondisi ini membuat kelompok Koperasi tersebut menjadi runtuh karena tak ada penerus usahanya. Selain pecahnya regenerasi, ternyata faktor lain mundurnya Koperasi Batik ini karena persaingan pasar batik yang semakin banyak.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang semakin membaik, perkembangan perdagangan batik juga mengalami peningkatan. Hal ini menimbulkan persaingan pasar batik yang semakin meluas. Begitulah sepenggal sejarah Koperasi Batik Bakti Ponorogo. (Erik/R9/HR-Online)