Sejarah G30 S tak hanya berkutat seputar pembunuhan 7 jenderal. Namun juga peristiwa setelahnya, terutama proses pemberantasan simpatisan PKI yang juga menelan ribuan korban jiwa. Salah satunya pemberantasan PKI di Banyuwangi.
Bulan September merupakan bulan yang menyimpan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Pada bulan ini telah terjadi peristiwa yang maha dahsyat, kelam, dan tak terduga. Tepatnya pada dini hari tanggal 30 September tahun 1965 silam, terdapat tujuh perwira tinggi militer kebanggaan bangsa yang dibunuh oleh sekelompok pasukan tak dikenal.
Baca Juga: Sejarah Pemberontakan PKI Madiun, Tragedi Berdarah Penuh Trauma
Pasukan yang tak dikenal itu di kemudian hari mengumumkan dirinya sebagai pasukan revolusioner, dan menamakan gerakannya sebagai Gerakan 30 September (G30 S) yang disiarkan melalui Radio Republik Indonesia (RRI). Adapun gerakan tersebut awalnya dianggap sebagai pemberantas Dewan Jenderal yang anti terhadap Presiden Sukarno.
Akan tetapi hal itu salah besar, dan ini semua sudah diklarifikasi oleh Militer Indonesia yang menjelaskan bahwa tak ada Dewan Jenderal yang anti Sukarno. Dalam sejarah G30 S justru militer menuntut pertangungjawaban terhadap Partai Komunis Indonesia yang saat itu diyakini sebagai dalang dari peristiwa kelam ini.
Karena PKI tidak bertanggungjawab atas tuduhan militer itu, akhirnya berbagai pemberantasan terhadap PKI dilakukan oleh militer diseluruh daerah di Indonesia.
Terdapat salah satu kisah pemberantasan PKI yang paling tragis di Indonesia, yaitu di Banyuwangi. Berikut akan dijelaskan sejarah bagaimana kisah tersebut berlalu.
Sisi Lain Sejarah G30 S PKI
Menurut Abidin dalam jurnal berjudul “Peristiwa Cemethuk 1965” (Jurnal Pendidikan UNEJ, 2016 I (1): 1- 14: 2) menyebut bahwa pemberantasan kaum PKI di Banyuwangi dilakukan oleh kelompok agama yaitu NU.
Banyak pendapat yang mengungkapkan mengapa NU bersikap demikian, dan tanggapannya bisa dilihat dari tragedi masa lalu PKI pada tahun 1948.
Permusuhan NU dengan PKI diawali sejak pemberontakan PKI Muso di Madiun pada tahun 1948. Banyak korban yang berjatuhan terutama dari kalangan NU, seperti simpatisan dan anggotanya pada saat pemberontakan di Madiun berkecamuk.
Sejarah G30 S ini banyak diingat oleh kalangan orang-orang NU saat itu, terlebih ketika peristiwa G30 S terjadi dan terdapat berbagai seruan membasmi PKI.
Baca Juga: Serikat Indonesia Baru, Manuver PKI Kuasai Indonesia Saat Jepang Kalah
Peristiwa itu kemudian mendorong kelompok agama seperti NU untuk membalas dendam kepada PKI yang sedang berada dalam daftar pencarian sebagai partai yang berbahaya. Peristiwa pemberantasan PKI di Banyuwangi yang dilakukan oleh NU salah satunya berada di daerah Cemethuk.
Daerah tersebut menjadi saksi konflik antara pemuda NU dengan PKI pada tahun 1965 yang mengakibatkan korban jiwa sebanyak 62 orang dari para pemuda Ansor (NU) yang dikuburkan dalam tiga lubang.
Kini masyarakat di sana mengenal kuburan tiga lubang tersebut dengan sebutan nama “Lubang Buaya Cemethuk”.
Anggota PKI di Banyuwangi memiliki Jumlah Massa yang Luar Biasa
Abidin (2016: 4) mengungkapkan bahwa anggota PKI di Banyuwangi memiliki jumlah massa yang luar biasa banyak. Dalam sejarah G30 S tercatat, anggota PKI di Banyuwangi tersebar secara merata hingga tingkat desa.
PKI di Banyuwangi juga memiliki daerah basis massa hampir di setiap kawasan yang biasa disebut dengan lemah abang (Tanah Merah).
Baca Juga: Profil Haji Misbach, Penganut Ajaran Komunisme di Masa Kolonial
Sementara di wilayah Banyuwangi utara basis massa PKI terkonsentrasi di daerah Bajulmati, Singotrunan (Klembon), Tamenggungan, Kampung Melayu, Lateng, dan Mandar.
Menurut Abidin, daerah tersebut merupakan daerah yang paling diperhatikan oleh PKI di Banyuwangi karena strategis, dan dekat dengan pusat pemerintahan di Jawa Timur.
Ketika PKI merajai panggung politik di Indonesia tak terlepas pula dari peran massa PKI di Banyuwangi. Sementara menurut Abidin hal itu bisa dilihat ketika massa PKI di Banyuwangi dapat menyumbang suara dalam pemilihan parlemen tahun 1955 sebanyak 2500 suara. Suara tersebut antara lain diperoleh dari massa PKI di desa Cluring, Banyuwangi.
Lagu Genjer-genjer yang Diidentikan dengan PKI, Ternyata Berasal dari Sejarah G30 S di Banyuwangi
Dalam jurnal Abidin (2016: 4) mengungkap pula tentang lagu Genjer-genjer. Menurut Abidin lahirnya lagu Genjer-gernjer yang kerap diidentikan dengan PKI, tak terlepas dari berkembangnya PKI di Banyuwangi. Lagu ini berawal dari organisasi di bidang seni budaya PKI dukuh Cemethuk Banyuwangi.
Bidang seni tersebut termasuk kedalam Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yaitu organisasi ounderbouw PKI yang bergerak dalam bidang kesenian. Adapun organisasi bidang seni yang terkenal di Banyuwangi saat itu bernama Sri Muda.
Baca Juga: Sejarah Sarekat Islam, Embrio Komunisme Pertama di Indonesia
Sementara lagu Genjer-genjer semakin terkenal tatkala saat itu sering ditampilkan sebagai pentas sambutan dalam rangkaian acara PKI di Banyuwangi. Lagu ini diciptakan oleh M. Arief yang sering dilagukan dengan alunan angklung yang merdu dari kelompok seni Sri Muda.
Tak disangka, ternyata lagu Genjer-genjer pun populer di Indonesia sekitar tahun 1960- an. Sementara menurut Abidin, sejarah G30 S mencatat lagu ini mulai dikenal luas sejak bulan Desember tahun 1962.
Terutama saat delegasi Lekra pusat singgah di Banyuwangi saat itu. Mereka disambut dengan lagu Genjer-genjer.
Baca juga: Kumpulan Artikel Sejarah PKI
Dari sinilah kemudian lagu ini terkenal sebagai salah satu lagu yang sering diidentikan dengan PKI hingga saat ini.
Begitulah sepenggal sejarah tentang G30 S. Sebagaimana biasa tulisan ini disuguhkan untuk menambah pengetahuan umum terkait sejarah G30 S yang sering diimitasikan. Semoga bermanfaat. (Erik/R7/HR-Online)