Berita Banjar (harapanrakyat.com).- Di tengah situasi ekonomi sulit karena Covid-19, PT APL (Albasi Priangan Lestari), Kota Banjar, Jawa Barat, kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan karyawannya.
Pemutusan hubungan kerja itu pun dinilai sepihak oleh para karyawan yang di PHK serta mendapat reaksi dari Serikat Pekerja Sinar Baru Banjar (SPSBB).
Koordinator Divisi Pendidikan SPSBB Kota Banjar, Muhammad Ramdhani Rizki Perdana, yang juga sebagai salah seorang korban PHK menganggap bahwa yang dilakukan oleh pihak perusahaan jelas sangat merugikan para karyawan.
Menurutnya, PT APL atau Albasi Priangan Lestari sampai saat ini tidak melaksanakan isi Nota Pemeriksaan & Nota Pemeriksaan Khusus yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, melalui UPTD Pengawasan Wilayah V Tasikmalaya.
Ia menyebutkan, isi nota itu terkait perihal beberapa permasalahan seperti status kerja, hak pekerja perempuan, perlindungan tenaga kerja, kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja.
“Apa yang sudah dilakukan perusahaan jelas sangat merugikan pekerja atau kaum buruh,” kata Rhamdani kepada HR Online, Jum’at (21/8/2020).
Selain merugikan karyawan, kata Rhamdani, keputusan itu juga bertentangan dengan ketentuan yang ada didalam Nota Pemeriksaan khusus yang menyebutkan bahwa pekerja yang hubungan kerjanya melalui pihak ketiga harus beralih kepada PT APL sebagai pemberi kerja dengan status pekerja tetap.
Namun, pihak perusahaan malah terang-terangan melakukan pelanggaran dengan melanggengkan pekerjaan pemborongan yang menjadikan status dan hak-hak pekerjanya semakin tidak jelas.
“Perusahaan seharusnya melakukan perbaikan bukan justru menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan ketentuan. Kami sudah berusaha meminta mediasi namun masih menuai jalan buntu,” ujarnya.
Pemerintah Harus Perhatikan Nasib Buruh
Ketua Serikat Pekerja Sinar Baru Banjar dan Ketua Komite Cabang Federasi Serikat Buruh Militan Kota Banjar, Irwan Herwanto berharap agar pemerintah tidak diam saja dengan adanya permasalahan tersebut.
Menurutnya, beberapa kasus PHK yang sudah masuk ranah mediasi selam ini terkesan menggantung dan terus terjadi secara berulang. Hal itu, karena tidak tersedianya mediator hubungan industrial.
Untuk itu, pemerintah harus segera menyikapinya karena dengan adanya PHK ini berdampak pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Terlebih saat ini dalam masa sulit karena wabah pandemi Covid-19.
“Pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk melindungi para buruh. Apalagi kasus seperti ini sudah sering terjadi di Kota Banjar,” terang Irwan.
Ia menambahkan, pemerintah harus bisa menjembatani agar pihak PT Albasi Priangan Lestari atau APL mempekerjakan kembali seluruh karyawan yang terkena PHK secara sepihak.
Selain itu, pemerintah juga harus mendesak agar PT. Albasi Priangan Lestari melaksanakan isi Nota Pemeriksaan & Nota Pemeriksaan Khusus yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, melalui UPTD Pengawasan Wilayah V Tasikmalaya.
“Kami berharap pemerintah ikut bertanggung jawab dan memperhatikan nasib kaum buruh,” katanya.
Telah Habis Masa Kontrak
Dihubungi terpisah, Manager personalia PT APL (Albasi Priangan Lestari), Somantri, mengatakan, pihaknya membenarkan adanya pemutusan hubungan kerja terhadap puluhan karyawannya tersebut.
Ia berdalih, bahwa pemutusan hubungan kerja tersebut dilakukan karena sejumlah karyawan yang terkena PHK itu telah habis masa kontrak kerjanya.
Selain itu, pihak perusahaan juga terkena imbas ekonomi dari wabah pandemi sehingga perlu dilakukan pengurangan jumlah karyawan untuk mengurangi ongkos pembiayaan.
“Pemutusan hubungan kerja itu karena mereka sudah habis masa kontraknya. Selain itu, proses produksi juga terkena dampak pandemi. Jadi harus ada pengurangan karyawan,” dalih Sumantri.
Ia menambahkan, setelah dilakukan pemutusan hubungan kerja sampai saat ini pihak perusahaan pun belum bisa memutuskan untuk memasukan karyawan yang di PHK tersebut bekerja kembali di PT Albasi Priangan Lestari.
“Sampai sekarang kami belum bisa memutuskan apakah karyawan yang putus kontrak kerjanya bisa diperpanjang lagi,” ujarnya.
Disinggung adanya pemutusan hubungan kerja tersebut dilakukan secara sepihak dan tidak memperhatikan ketentuan Nota Pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat sebagaimana disampaikan sejumlah karyawan korban PHK, ia mengaku tidak tahu menahu perihal nota tersebut.
“Kalau soal nota pemeriksaan itu saya tidak tahu menahu. Yang jelas sampai saat ini belum ada keputusan lagi mengenai rekrutmen kembali karyawan yang habis masa kontraknya,” pungkas Sumantri saat dikonfirmasi via sambungan telepon. (Muhlisin/R8/HR Online)