Banyak makan nasi dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung. Hal itu ditemukan para ilmuwan yang menyebut ada arsenik yang muncul alami dari tanaman, salah satunya dari padi asal dari nasi yang dikonsumsi manusia.
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Science of the Total Environment, disebutkan 25 persen masyarakat Inggris mengonsumsi beras. Enam persen diantaranya memiliki risiko kematian lebih tinggi karena penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung.
Hal itu disebabkan adanya bahan kimia yang ada secara alami pada tanaman. Karena dikonsumsi berulang kali maka bahan kimia tersebut terkumpul dalam tubuh sehingga menyebabkan berbagai penyakit.
Baca Juga: Pikun sampai Kena Penyakit Jantung, Ini Akibat Begadang Sambil Main Smartphone
Selain penyakit jantung, orang yang terlalu sering mengonsumsi nasi juga berisiko terkena kanker, termasuk juga penyakit hati. Penelitian tersebut juga menyebutkan, pada beberapa kasus kondisi ini menyebabkan kematian.
Risiko Terlalu Banyak Makan Nasi
Risiko dari terlalu sering makan nasi adalah penyakit yang memiliki risiko tinggi dan menyebabkan kematian. Namun, beras sendiri sudah jadi makanan pokok di seluruh dunia.
Beras menjadi sumber kalori dan nutrisi berharga bagi tubuh. Karena itu di negara-negara berkembang jutaan orang mengandalkan asupan kalori dan nutrisinya dari nasi.
Penelitian tersebut juga menyebutkan, secara global diperkirakan bahan kimia seperti arsenik yang ada pada beras menjadi biang kerok penyebab 50 ribu kematian dini. Jumlah kematian yang begitu tinggi ini disebutkan bisa saja dihindari apabila konsumsi nasi dikurangi.
Arsenik pada Beras
Arsenik timbul secara alami dari dalam tanah. Kandungan arsenik pada tanaman padi bisa meningkat apabila petani yang menanamnya menggunakan herbisida berbasis arsenik. Termasuk juga apabila menggunakan air yang dicampur dengan toksin atau racun untuk keperluan irigasi.
Keberadaan arsenik dalam padi yang kemudian jadi beras, berakhir pada nasi yang dikonsumsi manusia. Jika terlalu banyak makan nasi, maka risiko penyakit mematikan tidak bisa dihindari.
Begitu juga apabila padi ditanam di area banjir, hal ini membuat arsenik keluar dari tanah. Lalu masuk ke air sebelum akhirnya diserap oleh tanaman.
Beras sangat rentan karena arsenik meniru bahan kimia lain yang diserap tanaman melalui sistem akarnya, hal ini memungkinkan toksin melewati pertahanan tanaman.
Sementara itu, peningkatan suhu yang disebabkan oleh pemanasan global dapat menyebabkan jumlah arsenik dalam beras menjadi tiga kali lipat pada akhir abad ini. Sebuah penelitian memperingatkan hal tersebut.
Ilmuwan di Universitas Washington di AS menanam padi dan mereplikasi berbagai suhu untuk meniru kondisi pertumbuhan di bawah berbagai proyeksi pemanasan global.
Uji coba dilakukan pada suhu normal saat ini yaitu 77 ° F (25 ° C) serta 82 ° F (28 ° C), 87 ° F (30.5 ° C), dan 91 ° F (33 ° C) untuk meniru potensi iklim pada tahun 2100.
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi hangat ternyata memiliki kadar arsenik yang lebih tinggi di seluruh tanaman, termasuk biji-bijian. Termasuk padi yang selanjutnya menjadi beras. Apabila banyak makan nasi, maka risiko terpapar arsenik lebih tinggi.
Penelitian di Inggris
Sementara para peneliti di Universitas Manchester dan Salford mempelajari konsumsi beras di Inggris dan Wales. Termasuk mempelajari jumlah orang dalam populasi yang terkena penyakit kardiovaskular yang disebabkan oleh paparan arsenik.
Akademisi mengubah data untuk memperhitungkan faktor-faktor lain yang diketahui berkontribusi terhadap penyakit kardiovaskular, seperti obesitas, merokok, dan usia.
Profesor David Polya dari The University of Manchester, salah satu penulis studi tersebut, mengatakan, studi tersebut menunjukkan bahwa 25 persen konsumen beras tertinggi di Inggris dan Wales berada pada risiko kematian kardiovaskular yang lebih besar.
Poyla menyebut hal itu terjadi karena paparan arsenik anorganik. Sementara daerah dengan konsumen beras terendah dimana orang di daerah tersebut tidak banyak makan nasi memiliki risiko kematian akibat penyakit jantung yang lebih rendah.
Dia menjelaskan kemungkinan peningkatan risiko untuk kuartil teratas adalah sekitar enam persen, dan hampir pasti antara dua dan 11 persen.
Para peneliti mengatakan penelitian mereka terbatas tetapi tidak mahal untuk dilakukan. Karena itu, penelitian lebih lanjut dan lebih khusus diperlukan untuk mengonfirmasi kaitan antara konsumsi beras dan risiko penyakit jantung.
Mereka juga mengatakan bahwa orang tidak boleh menghindari makan nasi secara bersamaan, karena nasi memang menawarkan banyak manfaat kesehatan karena kandungan seratnya yang tinggi.
Sebagai ganti banyak makan nasi, orang harus mempertimbangkan untuk memilih varietas padi yang kadar arseniknya rendah, seperti beras basmati yang lebih baik dari gandum. (Ndu/R7/HR-Online)