Jumlah data kasus Covid-19 yang dilaporkan berbagai negara banyak yang tidak nyata. Bahkan tak sedikit kasus Covid-19 yang terinfeksi, namun tidak terdeteksi. Sehingga tidak masuk dalam data yang dilaporkan.
Terbatasnya pelaksanaan tes Swab atau PCR membuat data kasus orang yang terkonfirmasi positif virus Corona jauh dari kenyataan. Apalagi banyak negara yang tidak melakukan tes massal untuk warganya.
Para ilmuwan dari Max Planck Institute for Demographic Research in Rostock Jerman dan University of Helsinki Finlandia menilai banyaknya data kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi.
Untuk mengungkap fakta tersebut di berbagai negara, para ilmuwan itu mengembangkan sebuah model penskalaan demografis. Dalam bahasa populer disebut demographic scaling model.
“Sepuluh negara paling terpengaruh oleh pandemi Covid-19, kami menggunakan model penskalaan demografis untuk memperkirakan jumlah kasus yang tidak dilaporkan,” kata Mikko Myrskylä, Direktur Max Planck Institute seperti dikutip dari Scitech Daily.
Yang menarik, model ini mampu memperkirakan jumlah sebenarnya data kasus Covid-19 yang terinfeksi di berbagai negara, meskipun hanya dengan menggunakan data yang minim.
10 Negara dengan Data Kasus Covid-19 Terparah
Dengan menggunakan model penskalaan demografis ini, para ilmuwan menemukan fakta lain. Dimana jumlah kasus orang infeksi yang tidak terdeteksi sangat berbeda secara signifikan dengan yang dilaporkan.
Menggunakan data kasus Covid-19 pada tanggal 13 Mei 2020, para peneliti menemukan jumlah orang yang terinfeksi rata-rata empat kali lebih banyak daripada kasus yang dilaporkan.
Dengan menggunakan model skala tersebut, para ilmuwan juga memperkirakan 10 negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbesar di dunia seperti terlihat pada tabel (per 13 Mei 2020).
Yang mengejutkan adalah jumlah data kasus Covid-19 di Amerika Serikat. Data itu berdasarkan kasus hingga tanggal 13 Mei 2020. Model memperkirakan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 mencapai 3,1 juta atau dua kali lipat dari kasus yang dilaporkan.
Untuk jumlah orang yang terinfeksi di Italia, berdasarkan model itu, jumlahnya diperkirakan sekitar 1,4 juta orang. Jumlah ini merupakan 6 kali lebih banyak dari jumlah kasus yang dikonfirmasi dan dilaporkan otoritas kesehatan negara setempat.
Begitu juga dengan Jerman. Jumlah orang positif virus Corona yang ada di negara itu menurut model diperkirakan sebanyak 1,8 kali lebih tinggi dari jumlah kasus yang dikonfirmasi.
Berdasarkan Dua Asumsi
Berdasarkan tabel para ilmuwan itu, bila jarak antara bar merah (jumlah kasus terkonfirmasi) dan bar abu-abu gelap (jumlah perkiraan) besar, maka jumlah data kasus Covid-19 yang dikonfirmasi bisa jauh dari jumlah orang yang terinfeksi.
Baca juga: Pria Botak Lebih Rentan Terinfeksi Corona, Mengapa Demikian?
Model penskalaan demografis dibuat berdasarkan dua asumsi utama. Pertama, asumsi jumlah orang yang meninggal karena Covid-19 dicatat secara akurat.
Kedua, diasumsikan bahwa tingkat kematian akibat infeksi dari negara rujukan (dalam hal ini Hubei, Cina) dapat ditransfer ke negara lain dengan penyesuaian demografis.
Hitungan Perkiraan
Namun para peneliti Max Planck Institute mengakui bahwa asumsi tersebut hanya perkiraan. Karena itu tidak berlaku secara general pada semua negara.
“Ketidakpastian estimasi pada model kami juga besar,” kata Christina Bohk-Ewald, ilmuwan Universitas Helsinki yang ikut menulis penelitian.
Sedangkan untuk perhitungan model, para peneliti menggunakan data kasus Covid-19 yang meninggal, tingkat kematian akibat infeksi, dan tabel kehidupan warganya.
Baca juga: Golongan Darah O Lebih Kebal Corona, Begini Penjelasannya
Untuk negara yang belum ada data tingkat kematian akibat infeksi Covid-19 bisa menggunakan data dari negara rujukan berdasarkan usia harapan hidup yang ada.
Dengan tingkat probabilitas 95%, jumlah total data kasus Covid-19 yang ada adalah antara dua kali hingga sebelas kali lebih besar dari jumlah kasus yang dikonfirmasi. (R11/HR-Online)