Berita Ciamis, (harapanrakyat.com).- Serikat Petani Pasundan (SPP) meminta Tim Terpadu Penanganan Masalah Pertanahan Tingkat Kabupaten Ciamis turun tangan menyelesaikan masalah berkaitan dengan Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Bunter Kecamatan Sukadana.
Kordinator Politik dan Hukum SPP, Daniar Rachmanjani, SH., menegaskan bahwa Kabupaten Ciamis mempunyai wadah tersendiri untuk menyelesaikan kasus agraria.
“Wadah itu sudah dilegitimasi melalui SK Bupati, yakni berupa Tim Terpadu Masalah Pertanahan tingkat kabupaten,” katanya.
Daniar mengatakan, penebangan aset milik PTPN (PT. Perkebunan Nusantara) di Desa Bunter, yang berujung tindak kriminal seharusnya tidak terjadi.
“Ini seharusnya tidak terjadi jika pihak perkebunan (PTPN) tertib melaksanakan aturan,” katanya.
Menurut Daniar, masyarakat di sekitar HGU sudah mendengar kabar mengenai HGU PTPN tersebut sudah habis. Kondisi itu memicu kejadian nakal yang berujung pada tindak kriminal.
Diakui Daniar, di tengah pandemi corona seperti sekarang ini, masyarakat lapisan bawah sangat terkena imbasnya secara ekonomi. Wajar jika mereka berupaya dengan segala cara untuk menutupi kebutuhan hidupnya.
Pada kesempatan itu, Daniar menegaskan, berdasarkan Pasal 18 PP 40 Tahun 1996, pemegang HGU berkewajiban membongkar aset atau bangunan yang berada di atas tanah yang hak kelolanya sudah kembali kepada Negara.
“Kalaupun PTPN bisa menepis kabar tentang HGU yang sudah habis itu, saya kira kejadian penjarahan aset ini tidak akan terjadi,” katanya.
Daniar berharap, ATR/ BPN kembali menginventarisir dan menertibkan tanah-tanah di Ciamis yang masa HGU-nya sudah habis.
Upaya ini, lanjut Daniar, sebagai bentuk meminimalisir peluang tindak kriminal yang terjadi di lapangan.
Terlebih, di Kabupaten Ciamis sudah ada Tim Terpadu Penanganan Masalah Pertanahan Tingkat Kabupaten. Dengan kata lain, ada ruang untuk berdebat, diskusi atau berembug.
“Jangan kemudian berujung pada penangkapan terlebih dahulu, kita ini negara pancasila yang mengandalkan budaya berembug dalam menyelesaikan suatu masalah,” katanya.
Menurut Daniar, tim terpadu bisa menjadi ruang bagi semua pihak untuk menciptakan keadilan agraria.
Dengan begitu, masyarakat buruh di lahan sengketa yang tidak tahu apa-apa, tidak selalu menjadi korban bahkan dikorbankan.
Pada kesempatan itu, Daniar juga mengungkapkan hasil investigasi pihaknya di lapangan. Pasalnya, setelah masa HGU habis, telah terjadi pemindahan pengelolaan aset.
“Saya kira ini menyalahi aturan, karena seharusnya tanah HGU yang sudah habis dikembalikan ke negara,” ungkapnya.
Daniar menambahkan, fakta di lapangan yang pihak peroleh, pemegang HGU mencoba mengambil untung dari kekayaan bangsa tanpa membayar kewajiban, yakni pajak, terhadap negara.
“Berdasarkan PP 40 Tahun 1996, peralihan hak tanpa proses lelang dan pendaftaran kepada kantor ATR/BPN dilarang dan bertentangan dengan perundang-undangan yang belaku,” tandasnya.
Daniar juga menegaskan, persoalan tindak kriminal yang disebabkan oleh sengketa agraria atau tanah, tidak bisa hanya dilihat dari sisi hitam putih pemidanaan.
Menurutnya, persoalan ini erat kaitannya dengan masalah ekonomi sosial. Penyelesaiannya pun harus dibahas dalam ruang yang lebih lebar dan luas.
“Dalam situasi pandemi ini, mari kita gunakan ruang yang lebih elegan untuk menyelesaikan masalah agraria. Jangan sampai ada anggapan di masyarakat, maling kelas kakap dikeluarkan, sedangkan rakyat kecil yang hanya menjadi korban, malah dimasukan ke jeruji besi, tanpa ada pertimbangan ekonomi sosial,” pungkasnya. (Deni/R4/HR-Online)