Banyak negara mencoba menerapkan new normal WHO sebagai upaya agar bisa berdampingan dengan virus Corona. Namun ada banyak ketentuan dalam new normal yang sebaiknya diperhatikan agar jumlah kasus tidak melonjak.
Konsep new normal life belakangan menjadi viral dan diperbincangkan tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Konsep ini tak hanya diberlakukan di negara kita karena merupakan konsep dari badan kesehatan dunia WHO.
Sejak merebaknya wabah virus Corona, badan kesehatan PBB itu telah menetapkannya sebagai pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Tercatat jumlah orang terpapar telah mencapai lebih dari 5 juta orang di seluruh dunia.
Syarat Pemberlakuan New Normal WHO
Dalam konsep new normal WHO ini aktivitas hidup akan dikembalikan pada kondisi sebelum terjadinya Covid-19. Karena itulah banyak negara yang tertarik dan ingin menerapkan konsep ini dengan melonggarkan aturan lockdown.
Kebijakan lockdown atau karantina wilayah telah menyebabkan berbagai aspek kehidupan ikut terdampak. Selain banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan kesulitan makan, berdiam diri di rumah terlalu juga memunculkan dampak psikologis yang tak kalah beratnya.
Indonesia sendiri telah menerapkan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mencegah penyebaran virus Corona. Aktivitas perkantoran dan bisnis dihentikan, masyarakat pun dilarang berkumpul.
Namun negara yang akan menerapkan konsep new normal WHO tidak bisa dilakukan hanya dengan melonggarkan physical distancing. Berikut ini beberapa ketentuan yang disyaratkan WHO seperti dikutip dari laman resminya.
1. Negara yang akan menerapkan konsep new normal harus memiliki bukti bahwa penularan COVID-19 di wilayahnya telah bisa dikendalikan.
2. Sistem kesehatan yang ada, dari rumah sakit hingga peralatan medis sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, pengujian, pelacakan kontak, hingga melakukan karantina orang yang terinfeksi.
3. Risiko wabah virus Corona harus ditekan untuk wilayah atau tempat dengan kerentanan yang tinggi. Utamanya untuk rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental, maupun kawasan pemukiman yang padat.
4. Untuk penerapan new normal WHO di lingkungan kerja ditetapkan langkah-langkah pencegahan melalui penerapan jaga jarak fisik (physical distancing), fasilitas cuci tangan, dan etika pernapasan (dengan masker).
5. Risiko terhadap kasus dari pembawa virus yang masuk ke suatu wilayah harus bisa dikendalikan.
6. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk memberikan masukan, berpendapat, dan dilibatkan dalam proses masa transisi konsep new normal WHO ini.
“Sebelum melonggarkan pembatasan Anda harus memastikan kriteria-kriteria tersebut diterapkan. Jika tak bisa mohon Anda pikirkan kembali,” kata Dr Hans Henri P. Kluge, Direktur Regional WHO Eropa saat memberikan keterangan kepada pers.
Insiatif untuk melonggarkan pembatasan melalui konsep new normal WHO segera saja di sambut dunia. Sejumlah negara pun mulai melonggarkan lockdown, seperti Spanyol, Italia, dan Inggris yang angka kasusnya tertinggi di Eropa.
Aktivitas perkantoran, kegiatan bisnis, hingga sekolah-sekolah banyak yang mulai dibuka kembali. Amerika Serikat yang jumlah kasus Covid-19 termasuk tertinggi dunia juga berencana akan segera mengakhiri lockdown.
New Normal WHO versi Indonesia
Pemerintah Indonesia juga berencana akan menerapkan konsep tersebut setelah Presiden Jokowi menyatakan perlunya masyarakat memasuki kehidupan normal baru berdampingan dengan virus Corona.
Meskipun aturan pembatasan sosial dilonggarkan namun kehidupan baru nantinya akan tetap mengutamakan protokol kesehatan yang ketat. Baik dalam beraktivitas di kantor, berbelanja, makan di restoran, hingga dalam beribadah.
Meskipun konsep new normal WHO ala Indonesia mendapat kritikan dari berbagai kalangan namun dampak pembatasan sosial juga tak kalah buruknya. Karena itulah penerapan ini akan berhasil jika diikuti peningkatan kesadaran dari masyarakatnya. (R9/HR Online)