Berita Ciamis (harapanrakyat.com),- Lembaga Pemantau Anggaran Publik (LPAP) Kabupaten Ciamis, menyoroti pekerjaan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik (SPALD) di Dusun Kubangpari, Desa Ciherang, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Hal itu terkait dengan kurangnya keterbukaan bagi publik serta lemahnya sisi pengawasan dari dinas terkait, sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.
Ketua LPAP Kabupaten Ciamis, Agus Centring, mengatakan, dirinya menyayangkan adanya polemik pembangunan SPALD yang terjadi saat ini yang berdampak terhadap kelancaran penyerapan anggaran.
“Dalam hal ini, kami sebagai lembaga pemantau merasa prihatin dengan adanya kejadian seperti saat ini. Di mana adanya gejolak penolakan dari para ahli waris wakaf yang tanahnya kini digunakan sebagai lahan pembangunan SPALD,” ujarnya, kepada HR Online, Jum’at (17/04/2020).
Berita Terkait : Tak Digubris Pemdes, Ahli Waris Segel Tanah SPALD di Banjarsari Ciamis
Lanjut Agus, dalam hal ini pihaknya menyoroti lemahnya sosialisasi dan adanya indikasi kepentingan yang membuat ada pihak yang merasa dirugikan.
“Selama ini, seperti apa bentuk sosialisasi itu dilakukan, jangan sampai sosialisasi dilakukan hanya sebatas melengkapi persyaratan tanpa menempuh jalur yang menjadi sebuah keabsahan,” imbuhnya.
Jika melihat gejolak saat ini, kata Agus, pihaknya yakin panitia, yaitu pihak desa dan pendamping, tidak pernah menempuh surat tersebut dan harus bisa bertanggung jawab atas kejadian saat ini.
Menurutnya, sebelum melakukan sebuah pekerjaan, seharusnya pihak desa sebagai pengguna anggaran bisa lebih tertib dalam melakukan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sehingga, tidak terkesan tergesa-gesa dan memaksakan kehendak hanya demi sebuah keuntungan.
“Apakah sebelumnya mereka ini (panitia) melakukan sosialisasi secara gamblang dengan para ahli waris tanah wakaf tersebut. Hal ini jelas patut kita soroti. Pihak pendamping juga apakah pernah melakukan pengecekan ke lapangan terkait sisi pemanfaatan lahan dan sejauh mana penerima manfaat SPALD di lokasi itu,” tanyanya.
Karena, yang didengar pihaknya selama ini sudah beberapa titik lokasi yang dibatalkan akibat adanya penolakan dari warga, sehingga untuk lokasi saat ini terlihat sangat dipaksakan.
Masih menurut Agus, selain lemahnya perencanaan, pihaknya juga menyoroti terkait lemahnya sisi pengawasan dari dinas terkait yang mengakibatkan timbul dugaan adanya upaya penyelewengan anggaran.
Selain itu, di sisi pengawasan juga patut dipertanyakan, sebab ketika dicek ke lokasi memang jelas adanya ketertutupan dari pihak panitia dalam mengelola anggaran pemerintah yang nilainya cukup besar, seperti tidak adanya kantor direksi dan gambar yang terpampang di sekitar lokasi.
“Bagaimana masyarakat akan bisa melakukan kontrol jika dalam hal ini mereka sembunyikan. Lalu, apakah para pekerja ini dalam melakukan pekerjaannya hanya asal-asalan tanpa mengacu pada gambar dan spesifikasi yang telah ditentukan. Lalu, akan seperti apa kualitas hasil dari sebuah pekerjaan itu,” ungkap Agus. (Suherman/R3/HR-Online)