Gunung Anak Krakatau meletus pada Jumat (10/4/2020) malam kemarin. Letusan gunung yang berada di perairan selat Sunda tersebut terjadi dua kali, yakni pukul 21.58 WIB dan pukul 23.35 WIB.
Erupsi anak gunung krakatau tersebut sempat membuat panik warga sekitar. Warga yang rumahnya dekat bibir pantai memilih mengungsi ke lokasi yang lebih tinggi. Mereka mengaku trauma dengan tsunami yang terjadi akhir Desember 2018 lalu.
Saat itu, erupsi gunung yang ada di perairan selat sunda tersebut cukup kuat hingga menimbulkan bencana tsunami. Namun menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), erupsi kali ini, lebih kecil ketimbang erupsi anak gunung krakatau tahun 2018 silam.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan bahwa erupsi Gunung Anak Krakatau kali ini tidak akan berdampak tsunami, seperti tahun 2018 silam. Kata Rahmat, erupsi yang terjadi Jumat malam kemarin malam juga tidak menimbulkan getaran yang besar. Hal itu terlihat dari sensor perekam yang dimiliki BMKG.
Rahmat menjelaskan berdasarkan hasil monitoring seismik, tidak ada catatan sensor yang merekam adanya aktivitas tersebut. Ini berbeda dengan kejadian erupsi pada 22 Desember 2018 lalu, dimana saat itu sensor milik BMKG mampu mendeteksi bahkan menganalisis sumber getar ada di Anak Krakatau.
Erupsi Gunung Anak Krakatau Timbulkan Abu Tebal
Diberitakan sebelumnya, Gunung yang berada di perairan selat Sunda tersebut meletus pada Jumat (10/4/2020) malam kemarin. Letusan terjadi dua kali hingga menyeburkan abu tebal. Letusan pertama terjadi sekitar pukul 21.58 WIB. Sementara letusan kedua terjadi sekitar pukul 23.00 WIB.
Salah satu warga Pulau Sebesi Rahmatullah mengaku, dirinya berada hanya beberapa kilometer saja dari lokasi letusan gunung. Kata dia, akibat letusan tersebut, abu tebal menyembur sampai ke pemukiman penduduk.
Abu tebal turun sekitar pukul 24.00 WIB, hingga subuh hari abunya masih ada dan tercium bau. Bahkan, sampai pukul 03.30 WIB, letusan-letusan kecil dari gunung masih terdengar. Akibat gunung anak krakatau meletus, warga yang rumahnya berada di bibir pantai langsung mengungsi karena takut tsunami.
Warga yang mengungsi akibat takut terjadi tsunami letusan Gunung Anak Krakatau salah satunya, warga di pesisir Kalianda, Lampung Selatan, Mereka mengungsi ke lokasi yang lebih tinggi lantaran takut tsunami, mengingat letusan gunung tersebut cukup kuat sehingga membuat warga panik. Banyak dari warga yang merasa trauma dengan bencana tsunami yang terjadi tahun 2018 lalu, akibat erupsi anak krakatau.
Warga Diimbau Jangan Percaya Berita Hoax
Sementara itu Petugas Pos Pantau GAK Lampung, Andi Suandi, menyebut, letusan Gunung Anak Krakatau terjadi sekitar 38,4 menit sambil menyemburkan abu. Kolom abu terlihat berwarna kelabu, dengan intensitas sedang sampai tebal dan condong ke arah Utara.
Saat ini kata Andi, status gunung api ada di perairan Selat Sunda tersebut masih berstatus Level II atau waspada. Masyarakat pun kata Andi, diimbau tidak mudah percaya dengan informasi bohong atau berita hoax yang beredar. Ikuti perintah dan informasi yang terpercaya dari pemerintah.
Saat ini lanjutnya, akibat mengalami erupsi, masyarakat atau pun wisatawan tidak diperbolehkan datang apalagi mendekati daerah kawah dalam radius 2 kilometer dari kawah.
Sementara itu, akibat letusan anak krakatau tersebut, terdengar dentuman yang cukup keras ke beberapa wilayah sebut saja, Jakarta, dan Depok, Jawa Barat. Namun menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, Kasbani, suara dentuman keras yang terdengar di Jakarta dan sekitarnya pada Sabtu (11/4/2020) dini hari bukan berasal dari letusan erupsi anak krakatau.
Pasalnya kata dia, dentuman tersebut tidak terdengar di Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Pasauran Banten. Jika tidak terdengar di pos jaga, apalagi ke Jakarta.
Berdasarkan catatan PVMBG, Gunung Anak Krakatau meletus sebanyak 106 kali sepanjang tahun 2019. Bahkan akhir tahun 2019 tepatnya 3- Desember 2019, gunung anak krakatau mengalami erupsi dengan ketinggian kolom abu yang mencapai hingga 2.000 meter di atas permukaan laut. (Jujang/R8/HR Online)