Berita Ciamis (harapanrakyat.com).- Selain pemerintah, seluruh pihak harus saling bekerja sama dalam menyikapi wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia. Bencana non alam ini tidak boleh dianggap remeh. Apalagi menimbulkan narasi yang cenderung fanatis.
Hal tersebut disampaikan oleh salah seorang Mahasiswa Institut Agama Islam Darussalam (IAID) Kabupaten Ciamis, saat dimintai tanggapannya, Selasa (24/03/2020).
“Sebagian masyarakat Ciamis masih menganggap remeh. Mereka menyikapi wabah covid-19 dengan gurauan,” tutur Abdurofik, mahasiswa tingkat akhir Prodi PGMI.
Abdurofik melanjutkan, masyarakat selalu berdalih bahwa kematian sudah ada yang mengaturnya.
“Kepasrahan tentu harus ada, namun jika masih berbicara persoalan di ranah syari’at, jangan dulu mencapai hakikat. Kita harus percaya itu takdir, tapi dibarengi dengan ikhtiar juga,” tambahnya.
Ia melanjutkan, ikhtiar tersebut seperti sikap disiplin. Hal itu merupakan kunci dan sebagai bentuk kerja sama dengan berbagai pihak dalam menangani wabah.
“Kita harus belajar kepada sejumlah negara yang telah terpapar wabah ini. Sekali lagi, disiplin dan kerja sama adalah kunci,” ujarnya.
Ia menegaskan, di sisi lain mahasiswa diharapkan lebih proaktif dalam menyikapi wabah covid-19.
Ruang Strategis Perangi Covid-19
Menurutnya, terdapat beberapa ruang strategis yang bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk memerangi covid-19.
“Diantaranya adalah edukasi kepada masyarakat, melakukan gerakan sosial dengan cara membagikan masker dan hand sanitizer, dan memberantas hoax dengan cara mensosialisasikan data yang absah tentang seberapa banyak masyarakat Ciamis yang sudah terpapar,” terang Ketua Ikatan Mahasiswa PGMI (IMPI) Wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten (JABARTA) Periode 2019-2020 tersebut.
Lebih lanjut, Ketua IMPI JABARTA yang akrab disapa Rofik itu mengajak kepada mahasiswa yang lain agar tetap produktif dan optimis menghadapi wabah covid-19.
Dengan terbitnya surat Pernyataan Siaga Darurat Bencana Non Alam Corona Virus DiSEASE 2019 (COVID-19) di Kabupaten Ciamis, Nomor : 360/200/SP 20/2020, yang salah satu pointnya tentang jangka waktu siaga terhitung menjadi 75 (tujuh puluh lima) hari, dari tanggal 20 Maret sampai 29 Mei 2020, waktu tersebut harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Pasalnya, ia menuturkan, masyarakat akan cenderung melakukan segala aktifitas di dalam rumah. “Ruang virtual saat ini akan semakin padat, karena berbagai aktifitas sosial beralih. Nah ruang virtual tersebut bisa dijadikan sebagai lahan produktif dan strategis juga,” ungkapnya.
Rofik menandaskan, selain kebijakan e-learning di kampus, diskusi dan kajian pun harus tetap dilakukan secara masif. (Deni/Koran HR)