Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),– Elemen masyarakat Ciamis, sepakat untuk menyeret Ridwan Saidi atau Babe Saidi ke polisi jika tidak segera memberikan klarifikasi dan permintaan maaf terkait ucapannya. Ultimatum untuk Babe Saidi itu tercetus pada pertemuan tokoh masyarakat dan akademisi di Universitas Galuh, Kamis (13/2/2020).
Sebelumnya Saidi dalam salah satu kanal YouTube menuturkan, di Ciamis tidak ada Kerajaan Galuh. Selain itu, Saidi menyebut prasasti di Ciamis itu palsu dan buatan Belanda.
Bahkan yang membuat masyarakat Ciamis geram adalah pernyataan Saidi yang mengatakan, Galuh berarti brutal.
Reaksi keras berdatangan dari berbagai kalangan. Salah satunya melalui sawala (diskusi) yang digelar di Aula Pascar Sarjana Universitas Galuh. Sejumlah tokoh masyarakat, Kabuyutan, Trah Galuh, hingga akademisi berkumpul untuk menentukan sikap.
H Yat Rospia Brata, Rektor Universitas Galuh sekaligus Dewan Kebudayaan Ciamis, mengutarakan, maksud dan tujuan berkumpulnya para Kabuyutan maupun pihak akademisi untuk menyikapi serius persoalan yang dilontarkan Saidi yang dianggap tidak rasional.
“Hari ini kami berkumpul dengan berbagai elemen masyarakat untuk menyikapi pernyataan Ridwan Saidi. Pada dasarnya nama Galuh bukan menjadi historis saja tetapi dengan besarnya nama Galuh, hingga penamaan Galuh diberikan kepada nama-nama intansi ataupun nama pendidikan. Maka kami sikapi ini dengan serius,” katanya.
Menurut Yat, yang berkumpul bukan hanya masyarakat Ciamis, ada berbagai Kasepuhan dari luar daerah seperti Kuningan, Banjar, maupun Cilacap untuk berunding dan mengeluarkan beberapa kesimpulan, termasuk ultimatum untuk Babe Saidi.
“Kami tidak terima bahwa Babe Saidi menyebut bahwa Galuh itu brutal, indikator sebuah kerajaan itu ekonomi dan juga prasasti hasil peninggalan kerajaan Galuh palsu ,” ucapnya .
H Yat menegaskan jika Babe Saidi tidak ada itikad baik datang ke Ciamis, maka pihaknya akan melaporkannya ke pihak berwajib.
“Jika dalam waktu 2 x 24 tidak ada itikad baik dari Saidi, maka kami akan laporkan hal ini ke pihak berwajib, karena ini bisa disebut dengan kebohongan public,” pungkasnya. (Fahmi/R7/HR-Online)