Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Mahkota raja berlapis emas yang merupakan peninggalan Raja Galuh Pangauban Prabu Haur Kuning atau peninggalan benda bersejarah yang berusia ratusan tahun kini masih tersimpan utuh di Museum Galuh, tepatnya di Desa Imbanagara, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Mahkota kebesaran Raja Galuh ini memang tidak dominan terbuat dari emas. Justru pada bagian badan mahkota lebih banyak menggunakan bahan kuningan. Bagian berbahan emas hanya melapis beberapa bagiannya saja.
Pengelola Museum Galuh, Rd Ilham Purwa, saat ditemui Minggu (26/01/2020), mengatakan, mahkota raja Galuh ini memiliki berat sekitar 1 kilogram. Dia pun membenarkan bahwa mahkota itu dominan terbuat dari bahan kuningan. Hanya saja dia enggan menyebutkan berapa berat kandungan emasnya.
“Mahkota ini merupakan milik Raja Galuh Pangauban Prabu Haur Kuning. Kemudian diturunkan kepada keterunannya secara turun temurun. Nah, dulu dititipkan oleh keluarga keturunannya agar dirawat di museum ini,” ujarnya.
Mahkota raja, lanjut Ilham, memiliki sejarah panjang dalam perjalanan kegaluhan. Di era zaman Belanda atau sudah memasuki masa pemerintahan, mahkota peninggalan Prabu Haur Kuning ini kerap dipakai saat pelantikan Bupati Galuh.
“Bahkan saat pelantikan raja-raja Galuh sebelumnya pun mahkota ini selalu digunakan. Mahkota ini sudah menjadi kebesaran Kerajaan Galuh. Kemudian setelah peralihan dari keadipatian ke masa pemerintahan, tradisi ini sempat dilanjutkan pada prosesi pelantikan Bupati Galuh,” ujarnya.
Hanya saja, setelah dari Kabupaten Galuh diubah nama menjadi Kabupaten Ciamis, prosesi pelantikan bupati yang menggunakan mahkota kebesaran raja Galuh tidak lagi dilakukan.
“Bupati Galuh terakhir yang menggunakan mahkota ini saat pelantikannya adalah Bupati Kusumasubrata. Setelah itu katanya tidak dilakukan lagi pada pelantikan bupati Ciamis,” katanya.
Ilham mengatakan mahkota raja Galuh disimpan dalam lemari yang dikunci dan jarang dikeluarkan. Namun mahkota ini pernah dipamerkan saat kegiatan kirab pusaka Galuh yang belum lama ini digelar di situs Jambansari Ciamis. “Saat benda-benda pusaka Galuh dipamerkan, memang mahkota ini jadi pusat perhatian pengunjung,” ujarnya.
Menurut Ilham, Kerajaan Galuh sebenarnya memiliki beberapa mahkota raja. Karena setiap masa kejayaan raja-raja Galuh memiliki mahkotanya tersendiri. Seperti mahkota binokasih yang kini berada di Sumedang, itu merupakan salah satu mahkota milik Raja Galuh.
Sekedar catatan, masa Kerajaan Galuh memiliki dekade sejarah berabad-abad. Mulai dari Kerajaan Galuh pertama atau masa Wretikandayun di abad ke 6, Kerajaan Galuh Pangauban sampai Galuh menjadi kabupaten pada masa kolonial Belanda.
Saat peralihan masa kerajaan ke pemerintahan, kemudian gelar raja diganti dengan gelar adipati. Adipati pertama adalah Adipati Panaekan yang merupakan Bupati Galuh pertama. Sementara Raja Galuh terakhir adalah Prabu Cipta Permana.
Sementara Tumenggung Sastrawinata merupakan Bupati Galuh terakhir atau dilantik pada tahun 1914. Tumenggung Sastrawinata yang bukan keturunan bupati Galuh sebelumnya mengubah nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis.
Pengubahan nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis menyusul wilayah Galuh masuk ke Keresidenan Priangan. Pengubahan nama ini pun berdasar pada persetujuan pemerintah kolonial Belanda. (Fahmi2/R2/HR-Online)