Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Upacara Tradisi Nyangku yang merupakan acara budaya tahunan warga Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kembali digelar, Senin (25/11/2019). Seperti biasa, pada tradisi adat ini digelar prosesi pencucian benda pusaka peninggalan Raja Prabu Borosngora. Upacara ini pun digelar di Alun-alun Panjalu.
Yang unik dari tradisi Nyangku ini adalah ketika sebagian warga yang hadir berebut air bekas pencucian benda pusaka. Malah beberapa warga terlihat sudah menyiapkan botol air mineral kosong untuk menampung air tersebut.
Panitia Nyangku sebenarnya sudah melarang warga agar tidak mengambil air bekas pencucian benda pusaka. Namun warga yang sudah berniat tidak mengindahkannya. Konon, air bekas pencucian benda pusaka itu dipercaya dapat membawa berkah.
Tak sedikit orang yang percaya menyebutnya air berkah. Padahal air itu terlihat kotor dan bekas mencuci benda-benda pusaka yang terbuat dari bahan besi.
“Saya datang ke acara nyangku ini memang sudah berniat untuk mengambil air bekas pencucian benda pusaka. Tujuannya untuk mengambil berkah dari air ini. Kebetulan di rumah ada yang sakit, mudah-mudahan saja air ini menjadi syareat untuk menyembuhkan,” kata Eva yang mengaku warga Kuningan, saat ditemui di lokasi upacara Nyangku.
Namun begitu, Eva mengaku kesulitan mengambil air yang diyakininya bisa membawa keberkahan itu dalam jumlah yang banyak. “Sekarang mengambil air bekas pencucian benda pusaka susah. Tidak seperti dulu. Memang sekarang dilarang panitia,” ujarnya.
Memang ribuan warga yang datang ke upacara Nyangku ini tidak hanya warga Panjalu, tetapi warga dari luar daerah pun banyak berdatangan. Tak sedikit pula warga Panjalu yang merantau di luar kota sengaja pulang kampung untuk ikut memeriahkan upacara tradisi Nyangku.
Tradisi Upacara Adat Nyangku ini digelar setiap bulan Rabiul Awal atau bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Meski upacara adat, namun nuansa keislaman pada acara ini sangat kental. Karena asal muasal upacara Nyangku ini erat kaitannya dengan sejarah Raja Borosngora yang merupakan penyebar agama Islam.
Upacara Nyangku merupakan tradisi turun-temurun warga Panjalu. Upacara adat ini digelar untuk mengenang jasa Raja Panjalu Borosngora yang membawa serta menyabarkan agama Islam di tanah Panjalu setelah sebelumnya berkelana ke negeri jazirah Arab.
Pada prosesinya, tradisi Nyangku ini diawali dari museum Bumi Alit. Di museum ini benda-benda pusaka peninggalan Raja Panjalu dikeluarkan. Setelah itu benda pusaka tersebut diarak dengan cara digendong oleh para keturunan Raja Panjalu serta sebagian warga terpilih.
Saat arak-arakan, ribuan warga yang mengikuti prosesi mengumandangkan solawat yang dibarengi suara alat musik gembyung. Arak-arakan ini kemudian berakhir di Nusa Gede atau di sebuah pulau kecil yang berada di tengah Situ Lengkong Panjalu.
Setelah dari Nusa Gede, rombongan kembali ke Taman Borosngora Alun-alun Panjalu untuk dilanjutkan dengan menggelar ritual Jamas. Ritual ini adalah membersihkan atau mencuci benda-benda pusaka milik Raja Panjalu.
Air untuk mencuci benda pusaka ini pun bukan sembarang air. Tetapi air yang mengambil dari berbagai tempat sumber mata air yang dikeramatkan. Air untuk membersihkan benda pusaka ini disebut Cai Karomah Tirta Kahuripan.
Air atau Cai Karomah Tirta Kahuripan ini mengambil dari Situ Lengkong, Cipanjalu, sumber air Ciomas, mata air Kapunduhan yang berada di dekat Makam Prabu Rahyang Kuning, Kubang Kelong, mata air Karantenan Gunung Sawal, Bongbang Kancana, Pasanggrahan dan Gunung Bitung serta ditambah jeruk nipis.
Saat pembersihan benda pusaka, terdapat pagar yang berbentuk kotak yang terbuat dari bambu. Kotak pagar itulah sebagai tempat mencuci benda-benda pusaka. Setelah ritual pencucian selesai, kemudian benda pusaka diolesi minyak dan kemudian dimasukan kembali pada bungkus kain putih. Setelah itu disimpan kembali ke museum bumi alit.
Benda pusaka yang dibersihkan pada acara puncak Nyangku terlihat hanya tiga jenis, yaitu pedang zulfikar milik Raja Borosngora yang konon pemberian Syaidina Ali, Keris Stokkomando dan kujang Panjalu. Sementara benda-benda pusaka lainnya dibersihkan di tempat terpisah. (Fahmi2/R2/HR-Online)