Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),– Profesi penyadap aren semakin jarang ditemukan di masyarakat. Namun, bukannya lenyap sama sekali, karena di Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis masih ada penyadap aren yang setia menjalani profesinya.
Uniknya, penyadap aren ini juga masih mempercayai pantrangan yang harus dihindari saat melakukan penyadapan. Penyadap aren percaya jika pantrangan itu dilanggar maka, arennya akan ‘pundung’ atau marah dan tidak mau mengeluarkan air untuk disadap lagi.
Adalah Apang (52), mantan penjual kerupuk di Jakarta yang akhirnya memutuskan pulang kampung. Alasannya dia sudah terlalu tua, tenaganya pun semakin berkurang untuk menjalani profesi sebagai seorang penjual kerupuk di ibu kota.
Saat pulang ke kampung halamannya di Dusun Kiaralawang, RT 02, RW 03, Desa Karangpawitan, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis itu, Apang memutuskan untuk menyadap aren.
Hasil sadapannya, berupa air lahang yang dijajakannya mulai pukul 06.00 pagi sampai pukul 09.00 sore.
“Tidak bisa sembarangan kalau nyadap itu, bajunya harus khusus,” cerita Apang terkait pantrangan saat dirinya menyadap aren, Rabu (27/11/2019).
Apang menuturkan, dia memakai baju khusus ketika menyadap aren. Disebut khusus lantaran, Apang sangat berhati-hati agar bajunya tidak mengeluarkan wewangian.
“Kalau sampai mengeluarkan aroma wangi itu, lahangnya beda rasanya,” lanjut Apang.
Karena itu, Apang mengaku untuk baju yang biasa ia gunakan saat menyadap aren, Apang mencucinya tanpa sabun.
“Pernah sekali di baju itu ada aroma bau sabun, hasil sadapannya sedikit, kalau seperti itu terus bisa ‘pundung’,” katanya.
Apang menjelaskan, yang dimaksud pundung dalam bahasa Indonesia adalah marah atau ‘ngambek’, ya Apang menyebut jika ada aroma wangi saat menyadap aren, arennya bisa berhenti mengeluarkan air.
“Kata orang ini mitos, tapi saya sudah buktikan sendiri, saat baju agak wangi karena sabun, air sadapannya sedikit,” ucapnya.
Sehari-hari Apang biasa menjajakan lahang aren dari hasil sadapannya itu. Lahang aren merupakan air hasil sadapan dari pohon aren yang diolah menjadi minuman. Salah satu minuman tradisional ini memiliki rasa yang khas.
“Biasanya untuk mendapatkan dua lodong (wadah bambu) air lahang, itu didapat dari lima pohon Aren. Alhamdulillah dari dua lodong tersebut sedikitnya dapat sekitar 60 gelas,” jelasnya.
Satu gelas lahang dijual Apang dengan harga Rp 3000. Apang mengatakan air lahang Aren yang dibawanya selalu habis terjual.
Jika pun tersisa, Apang akan membawanya kembali ke rumah dan mengolahnya menjadi gula merah. Karena itu Apang mengaku tak pernah rugi. (Edji/R7/HR-Online)