Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),– Bencana pergerakan tanah yang terjadi di tiga desa di Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kini semakin meluas dan kondisinya pun makin parah.
Sedikitnya 250 rumah warga di Desa Kadupandak, Karangpaningal dan Kaso dilaporkan mengalami kerusakan akibat bencana tersebut.
Warga pun sudah memberlakukan siaga satu dengan meningkatkan kewaspadaan guna mengantisipasi terjadinya pergerakan tanah susulan.
Camat Tambaksari, Dadang Heryana, mengatakan, setelah wilayah Kecamatan Tambaksari diguyur hujan pada Sabtu (02/11/2019) kemarin, ternyata menimbulkan kembali bencana pergerakan tanah yang semakin luas.
Awalnya, kata dia, laporan rumah warga yang terdampak bencana hanya berjumlah puluhan, namun sekarang sudah bertambah menjadi sekitar 250 rumah warga.
“Jumlah itu laporan dari tiga pemerintahan desa yang wilayahnya terkena dampak. Namun data riilnya belum diketahui. Karena untuk data riil kami berpijak pada data hasil assisment dari BPBD Ciamis. Dan petugas BPBD masih melakukan verifikasi di lapangan,” katanya, kepada HR Online, Minggu (03/11/2019) malam.
Menurut Dadang, dampak kerusakan bencana pergerakan tanah memang sulit diprediksi. Seperti rumah Wastim (45) warga Dusun Margamulya Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari yang mengalami kerusakan cukup parah, sebelumnya masuk kategori rusak ringan.
“Jadi memang sulit diprediksi. Rumah Pak Wastim yang sebelumnya tidak diperkirakan akan mengalami kerusakan, ternyata tadi malam tiba-tiba diguncang pergerakan tanah dan beberapa bagian dinding rumahnya ambruk. Untung saja tidak sampai merobohkan seluruh bangunan dan penghuninya pun selamat,” ungkapnya.
Berkaca dari peristiwa tersebut, terang Dadang, membuat warga melakukan siaga satu dengan terus melakukan pemantauan sejumlah titik tanah dan bangunan yang mengalami retak-retak.
“Kami bersama warga sudah melakukan upaya dengan menutup retakan-retakan tanah yang menganga di sejumlah titik rawan. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan apabila terjadi kembali bencana pergerakan tanah,” ujarnya.
Selain itu, kata Dadang, pihaknya pun bersama aparat pemerintahan desa memberikan edukasi kepada warga agar terus memantau retakan pada dinding atau lantai rumahnya. Hal itu untuk mengetahui apakah retakannya semakin melebar atau tidak.
“Cara memantau kondisi retakan pada dinding rumah kami menggunakan cara sederhana. Yaitu pertama-tama mengukur retakannya berapa centimeter. Setelah diketahui ukuran retakan, kemudian menempelkan sebatang lidi untuk memberi tanda. Nah, nanti warga pantau ukuran retakan yang berpatokan pada tanda batang lidi tersebut,” terangnya.
Apabila ternyata posisi lidi yang ditempel ditembok bergeser, lanjut Dadang, berarti tanah di atas bangunan rumah tersebut kembali bergerak. Penghuni rumah harus segera membuat keputusan dengan segera mengosongkan rumahnya.
Karena apabila tanah di sebuah lokasi lebih dari satu kali bergerak, dikhawatirkan kembali terjadi gerakan tanah yang lebih kencang dan merusak bangunan rumah.
“Cara-cara itu terus kami sosialisasikan kepada warga, agar mereka terus meningkatkan kewaspadaan. Yang sangat kami perhatikan dalam penanggulangan bencana pergerakan tanah ini adalah menghindari jatuhnya korban. Jadi, ketika terjadi gejala tanah bergerak, warga bisa langsung mengevakuasi dirinya,” pungkasnya. (R2/HR-Online)