Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Musim kemarau panjang kali ini menjadi anugerah bagi ratusan petani di Lakbok, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Kemarau yang identik dengan krisis air ini justru membuahkan anugerah petani di Desa Puloerang, Kalapasawit, Sukanegara, Kertajaya dan sukamulya.
Para petani di Lakbok tengah bergembira lantaran hasil panen padinya terbilang sangat melimpah. Seperti disampaikan Enok Ayi (50), petani asal Desa Puloerang. Dia mengaku gembira lantaran panen padi kali ini sangat melimpah dengan kualitas yang bagus.
“Alhamdulillah panen kali ini hasilnya lumayan banyak ketimbang musim-musim sebelumnya (saat musim hujan). Dimana saat ini hasil panen disini sangat bagus serta melimpah,” katanya, saat ditemui HR di pematang sawah, Senin (07/10/2019).
Masih menurut Enok, area pesawahan di wilayahnya terbilang berbeda dengan sawah di daerah lain. Dimana ribuan hektar sawah yang berada satu hamparan di Kecamatan Lakbok tersebut hanya bisa membuahkan hasil panen yang melimpah satu tahun sekali, yaitu di saat musim kemarau panjang.
“Lokasi sawah disini mah terbalik. Jika musim hujan petani disini gak bisa menanam padi. Namun sebaliknya jika musim kemarau baru kami bisa menanam padi dan bisa panen. Jika saat musim hujan kendalanya adalah banjir serta serangan hama keong,” katanya.
Petani di Lakbok yang memaksa menanam padi saat musim hujan, kata Enok, akan bisa beberapa kali tanam dalam satu musimnya. Hal itu karena tanamannya selalu mati. Jika tidak trendam maka habis dimakan keong.
“Makanya petani disini baru bisa meraih hasil di saat musim kemarau panjang seperti saat ini. Kebetulan pas panen harga gabahnya juga kan pas tinggi-tingginya,” katanya.
Selain tengah bergembira lantaran panen besar, beberpa petani di wilayah tersebut juga banyak yang beralih ke tanaman palawija. Hal tersebut untuk meningkatkan produksi serta penghasilan.
Seperti halnya yang dilakoni Poniran, petani asal Desa Puloerang. Dia mengaku jika dirinya lebih memilih merubah lahan pesawahan untuk dijadikan lahan tanaman palawija.
“Sejak beberapa tahun ke belakang saya sudah mengalihfungsikan lahan sawah ke lahan palawija. Hal ini untuk menyiasati agar saya tetap bisa berpenghasilan dari hasil tani,” katanya.
Jika diperbandingan antara tanam padi dan palawija, kata Poniran, tanaman palawija lebih menjanjikan dan menguntungkan.
“Sebagai petani, kita juga harus mempunyai cara agar lahan kita bisa produktif dan mampu menghasilkan uang. Maka dari itu kenapa saya merubah lahan sawah menjadi lahan palawija. Karena jika dihitung-hitung, jelas keuntungannya lebih besar dari hasil palawija,” katanya.
Apalagi, lanjut Poniran, sawah disini baru bisa produktif ditanami padi hanya satu tahun sekali saat musim kemarau. Sementara tahun rendengnya tidak bisa tanam padi. Makanya palawija lah yang akhirnya ditekuni. Dan ternyata hasilnya jauh lebih besar ketimbang panen padi.
“Dalam setahun palawija bisa panen beberapa kali, tergantung jenis palawija yang kita tanam. Sementara padi hanya satu kali saja,” katanya. (Suherman/Koran HR)