Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),- Kasi Perlindungan Anak DKBP3A (Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Kabupaten Pangandaran Jawa Barat, Teti Suhaet, mengungkapkan, banyak kasus pencabulan anak atau kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Pangandaran yang tidak dilaporkan ke pihak berwajib.
Hal itu karena pihak keluarga korban takut atau malu anaknya diketahui orang menjadi korban pencabulan.
“Sepanjang tahun 2019 saja kami mendapat laporan bahwa terjadi beberapa kasus pencabulan terhadap anak. Tetapi ada yang tidak dilaporkan ke pihak berwajib. Alasannya karena takut atau malu. Mereka lebih memilih untuk tidak dipermasalahkan,” ujarnya, kepada awak media, pekan lalu.
Seharusnya, kata Teti, anak korban kekerasan seksual harus dilakukan penanganan trauma healing. Hal itu untuk menghilangkan trauma si anak agar tidak berdampak negatif terhadap kehidupan masa depannya.
“Dampak negatif yang dimaksud biasanya korban pencabulan menyimpan dendam ketika dia sudah beranjak dewasa. Dendam itu kalau untuk korban pencabulan sesama jenis, bisa saja ketika dia sudah besar menjadi pelaku pencabulan atau mengalami penyimpangan orientasi seksual,” ujarnya.
Kalau ingin ditangani trauma healingnya, lanjut Teti, otomatis harus diproses kasus hukumnya. “Karena takut atau malu melapor, akhirnya si korban tidak mendapatkan penanganan trauma healing,” ungkapnya.
Penanganan trauma healing untuk anak korban pencabulan, lanjut dia, dilakukan oleh pemerintah provinsi. Pihaknya, kata dia, hanya mencatat dan kemudian mendaftarkan ke pihak provinsi.
“Terakhir tahun 2017 ada anak korban pencabulan di Pangandaran yang didaftarkan untuk penanganan trauma healing,” ujarnya.
Selama ini, kata Teti, baru tiga kasus pencabulan anak di Pangandaran yang diadukan ke pihak berwajib dan berproses hingga tuntas. Dari tiga kasus itu terjadi di Kecamatan Cimerak dengan korban 12 anak, Kecamatan Padaherang 1 anak dan Kecamatan Sidamulih 11 anak.
“Tapi hanya dua kasus yang korbannya ditangani trauma healing, yaitu yang kasus di Cimerak dan Sidamulih,” pungkasnya. (Ceng2/R2/HR-Online)