Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Budidaya Belut di masyarakat Indonesia terbilang langka. Belut yang bernama latin Synbranchidae itu memang banyak digemari masyarakat karena rasa dagingnya yang gurih, dan mudah dalam memasaknya.
Belut boleh dibilang aman dikonsumsi oleh siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Bahkan, daging belut dipercaya bisa menambah vitalitas bagi tubuh manusia, bahkan ayam bangkok.
Sebelumnya belut banyak ditemukan di sawah. Namun, beberapa sumber mengatakan, langkanya keberadaan belut di sawah menandakan telah terjadi kerusakan lingkungan yang sangat parah.
Karena peminatnya cukup banyak, sehingga pasokan belut tidak cukup mengandalkan dari tangkapan alam saja. Padahal, pangsa pasar untuk belut terlihat masih sangat terbuka, dan kini banyak orang tertarik untuk budidaya belut.
Salah satunya Sendika (37), warga Dusun Sinargalih, RT.04, RW.04, Desa Langensari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, yang kini membudidayakan belut sawah di kolam sekitar rumahnya. Usahanya itu diawali dari dirinya yang menyukai daging belut, kemudian mencoba membudidayakannya.
“Saya suka daging belut, sedangkan harga belut kan lumayan mahal, per kilogramnya sekitar 40 ribu rupiah. Itu pada hari-hari biasa, kalau sekarang harganya sudah 90 ribu rupiah per kilogram. Kalau saya bisa membudidayakannya, saya tidak perlu membeli, tapi justru bisa menjual,” tutur Sendika, kepada Koran HR, saat ditemui di kolam belut miliknya, Senin (30/09/2019).
Ia juga mengaku mempelajari cara budidaya belut dari membaca dan konsultasi dengan para pembudidaya belut di media sosial. Teori yang dipelajarinya kemudian dipraktikan langsung dengan membuat kolam di pekarangan rumahnya.
“Saya coba praktikan teori yang saya pelajari, dan ternyata berhasil, belut sawah yang saya budidayakan bertelur dan bertambah banyak,” katanya.
Pertama kali dirinya membudidayakan belut dari hasil menangkap, menjaring, dan sebagian membeli. Dari 2 kilogram belut yang dibudidayakannya, dalam waktu 1 tahun sudah bisa bertambah menjadi 37 kilogram.
Sedangkan, mengenai biaya produksi yang harus dikeluarkan, menurut Sendika, hal itu tergantung bagaimana para pembudidaya akan memilihnya. Misalnya, pembuatan pakan bisa dijadikan mudah dan murah, bisa juga mahal.
“Yang murah tentu saja yang alami, seperti cacing bisa didapatkan dari penumpukan pohon pisang yang membusuk di kolam lumpur, ikan kecil, dan udang kecil yang bisa dicari di selokan, terangnya.
Selain budidaya belut siap konsumsi, belakangan ia juga mulai melayani penjualan bibit. Untuk 1 kilogram bibit belut dihargai Rp 125 ribu, jumlahnya bisa mencapai 240-300 ekor dalam 1 kilogramnya. Sedangkan, harga belut untuk konsumsi dijual seharga Rp 90 ribu, biasanya berisi 8-12 ekor.
“Omzet lumayan bisa dijadikan sampingan. Apalagi jika ditekuni secara serius, tentu akan membuahkan hasil lebih,” ungkapnya.
Saat ini Sendika sudah memiliki 4 kolam tempat budidaya belut. Kolam buatan miliknya itu memang terlihat masih alakadarnya. Namun, menurut para pembudidaya belut kenalannya, Sendika sudah dikatakan berhasil, sehingga tak jarang menjadi rujukan dari mereka yang ingin belajar budidaya belut.
“Yang ingin belajar ke rumah banyak. Kemarin dari salah satu sekolah di daerah Dayeuhluhur, Cilacap datang ke sini untuk belajar dari awal. Ada juga dari Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap, Pati, bahkan dari Poso dan Riau juga pernah ke sini,” terangnya.
Sandika pun ikut gabung di grup Budidaya Belut Indonesia (BBI), dan beberapa kali ditawari untuk menjadi ketua perwakilan wilayah Jawa Barat. (Sugeng/Koran HR)