Jumlah pengrajin gerabah di Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat kian berkurang. Kini, hanya tersisa beberapa perajin yang masih menekuni kerajinan dari tanah liat tersebut.
Mayoritas pengrajin yang adanya usianya sudah udzur. Tidak ada generasi penerus yang melanjutkan produksi gerabah. Selain itu banyak perajin gerabah yang beralih profesi ke pekerjaan lain.
Ruskat (68), salah satu pengrajin gerabah di Desa Cimaragas, ketika ditemui HR Online, Jum`at (16/08/2019), menuturkan, permintaan gerabah dari pasar masih cukup tinggi.
Hanya saja harga yang ditawarkan murah dan tidak meningkat sejak dulu. Makanya, jarang generasi muda yang memilih untuk menekuni kerajinan gerabah.
Menurut Ruskat, permintaan dari Pasar Banjar, Banjarsari, Padaherang, Kalipucang masih banyak. Tapi sayangnya, jumlah pengrajin gerabah di wilayah itu sangat terbatas, sehingga permintaan pasar tidak bisa terpenuhi.
lebih lanjut, Ruskat menyebutkan, gerabahan yang sering dia buat disesuaikan dengan permintaan pasar. Diantaranya seperti comet, tungku api (hawu), gentong kendi dan sebagainya.
Ruskat menambahkan, harga jual kerajinan gerabahan masih minim, berkisar antara Rp 5.000-Rp. 13.000. Itupun tergantung jenis gerabahan.
Biasanya dalam sebulan dia dua kali mengirim produk gerabahan. Dalam satu kali pengiriman, biasanya dia mendapat uang Rp. 450.000.
“Ya alhamdulillah cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” katanya.
Pada kesempatan itu, Ruskat berharap ada bantuan modal dari pemerintah untuk mengembangkan usaha di bidang gerabahan.
Dia juga berharap banyak generasi yang mau meneruskan olahan kerajinan gerabah asli Ciamis. Dengan begitu, Cimaragas akan kembali menyandang status sebagai pusat gerabahan terbesar di Ciamis.
“Pengrajin gerabah bukan pekerjaan hina, tapi merupakan pekerjaan mulia yang penuh dengan nilai seni,” tandasnya. (Jujang/R4/HR-Online)