Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),– Dianggap meresahkan, warga Desa/Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat menolak kehadiran anak-anak punk dan anak jalanan yang berkeliaran di wilayah Kawali dan sekitarnya. Hal itu dibuktikan dengan dipasangnya sejumlah spanduk penolakan anak punk dan anak jalanan yang berkeliaran di Kawali.
Ismail Marzuki, Kepala Desa Kawali membenarkan penolakan masyarakat Kawali atas kehadiran anak punk dan anak-anak jalanan di wilayahnya.
“Penolakan anak punk dan anak jalanan, terutama yang berkeliaran di wilayah Kawali merupakan kesepakatan warga, karena anak punk kerap meresahkkan masyarakat, misalnya dengan ngamen secara paksa,” ujar Ismail, Selasa (23/7/2019).
Selain itu, kata dia, kehadiran anak punk dan anak jalanan yang berkeliaran di Kawali dinilai masyarakat bertentangan dengan budaya setempat.
“Atas dasar itulah masyarakat Kawali menolak kehadiran anak punk dan anak jalanan ini, bukan semata meresahkan tapi juga tidak sesuai dengan kultur masyarakat di sini,” terangnya.
Selain pemasangan spanduk larangan anak punk dan anak jalanan berkeliaran di Kawali, Pemerintah Desa Kawali juga melakukan sweeping. Anak punk yang terkena sweeping diarahkan untuk pulang ke tempat asalnya.
“Tujuannya agar anak punk dan anak jalanan tidak lagi bebas berkeliaran di Kawali ini, jadi selain dipasang spanduk penolakan anak punk, kami juga melakukan sweeping,” kata Ismail.
Penolakan terhadap kehadiran anak punk dan anak jalanan, juga sempat disampaikan oleh para pemuda dan sejumlah santri dari Pesantren di sekitar Kawali.
Salah seorang sumber HR Online yang dapat dipercaya mengatakan, keberadaan punk awalnya mengikuti band-band yang menginspirasi mereka dalam bermusik. Namun gaya ala punk ini justru diserap secara keliru oleh sejumlah ABG.
“Belakangan ini keberadaannya sangat meresahkan karena sering ngamen secara paksa. Sebab, mereka hanya memahaminya sebagai anak gaul, anak band dan pemberani. Hal itulah yang merusak citra anak anak punk,” kata dia.
Padahal tujuan Punk sebenarnya, kata dia, adalah menuntut keadilan yang menghargai semua orang. Namun, karena yang diserap dari budaya punk hanya sebatas gaya penampilannya saja, maka banyak yang mengartikan sebagai pemuda urakan.
“Apalagi justru banyak yang bergaya punk tapi berkeliaran di jalanan dan melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan kultur masyarakat yang ada. Misalnya, anak-anak punk menggelandang di jalanan, mabuk-mabukan dan berdandan urakan bahkan ngamen secara paksa, maka otomatis kalau seperti itu masyarakat menolak kehadirannya,” pungkasnya. (Edji/R7/HR-Online)