Sejarah letusan Gunung Berapi di Jawa Barat tak lepas dari kondisi geografis tanah priangan yang didominasi oleh pegunungan, termasuk juga dataran tinggi.
Kontur wilayah tersebut membuat Jawa Barat memiliki sejumlah gunung berapi yang berpotensi mengalami erupsi lantaran masih aktif.
Berikut beberapa Gunung Berapi di Jawa Barat yang pernah meletus dalam beberapa dekade dan beberapa letusannya menimbulkan korban jiwa:
Letusan Gunung Berapi di Jawa Barat berikut Sejarah Pilunya
Letusan Gunung Gunung Gede tahun 1747
Gunung Gede yang berada di kawasan Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat ini sempat meletus pada tahun 1747. Akibatnya kawasan Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur hancur dihantam awan panas dan abu yang tersebar di seluruh kawasan Cianjur.
Gunung yang juga kerap disebut Gunung Ageung ini memiliki 7 kawah yang letaknya lurus sepanjang 1000 meter, sementara ketinggiannya mencapai 2598 meter di atas permukaan laut.
Selanjutnya, Gunung Gede juga beberapa kali mengalami erupsi namun cukup pendek dan tidak membahayakan, diantaranya terjadi pada tahun 1888, tahun 1889, dan tahun 1891.
Namun dalam beberapa catatan sejarah yang memuat mitigasi bencana vulkanologi menyebutkan, Gunung Gede juga mengalami erupsi terpanjang selama 71 tahun.
Sekitar tahun 1800-an, aktivitas Gunung Gede menyebabkan awan raksasa mengepul dan terlihat sampai ke Bogor. Abunya juga tertiup angin sampai sejauh 20 kilometer.
Puncaknya terjadi pada 22 November 1840, pukul 01.00 dinihari, bumi Cianjur berguncang, bongkahan lava terlontar disertatai asap dari puncak gunung Gede yang berada di ketinggian 2.000 meter.
Pada tahun 1900-an tercatat dalam sejarah letusan Gunung Berapi di Jawa Barat, Gunung Gede sempat erupsi pendek disertai hujan abu. Pada saat itu, tercatat Gunung Gede mengalami 10 kali erupsi.
Pada tahun-tahun selanjutnya Gunung Gede hanya sesekali erupsi itu pun cukup pendek dan tidak membahayakan, termasuk yang terdekat erupsi Gunung Gede pada tahun 2000-an.
Letusan Gunung Tangkuban Perahu
Gunung Tangkuban Perahu yang terletak di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Subang ini memiliki ketinggian 2.087 mdpl atau sekitar 1.300 meter di atas dataran tinggi Kota Bandung.
Dalam sejarah letusan Gunung Berapi di Jawa Barat, Gunung ini cukup istimewa, lantaran termasuk salah satu Gunung api tertua yang terbentuk dari Gunung Sunda. Gunung Sunda ini mempunyai kaldera besar, tetapi kaldera ini tertutupi oleh endapan gunung api yang lebih muda.
Gunung Sunda juga menyisakan dinding kaldera pada Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Burangrang. Sesar Lembang yang banyak disebut akhir-akhir ini oleh sejumlah ahli geofisika terbentuk setelah pembentukan kaldera Sunda.
Letusan Gunung Tangkuban Perahu tercatat tak pernah menimbulkan kerusakan besar. Pada abad 19, Gunung ini hanya mengalami erupsi berupa abu dan tanpa leleran lapar. Tidak pernah ada banjir lahar akibat erupsi dari gunung yang kental dengan cerita Sangkuriang dan Dayang Sumbi ini.
Berita Terkait: Gunung Galunggung Meletus, Pengunjung Berlarian Selamatkan Diri
Hanya saja sering terjadi longsoran local di dalam kawah dan lerengnya yang cukup terjal. Gunung Tangkuban Perahu juga sering mengalami erupsi freatik yang terjadi tiba-tiba dan tanpa didahului gejala vulkanik yang jelas. Tercatat mulai tahun 1829 sampai 1957 terjadi 9 kali peningkatan aktivitas.
Aktivitas terakhir, Gunung Tangkuban Perahu meletus pada Jum’at (26/7/2019) sore, sekitar pukul 15.48 WIB. Namun statusnya masih dinyatakan normal.
Letusan Gunung Papandayan tahun 1772
Sejarah letusan Gunung Berapi di Jawa Barat selanjutnya adalah Gunung Papandayan yang meletus pada tahun 1772 dan merenggut nyawa 2.951 korban jiwa.
Gunung yang terletak di Kabupaten Garut ini juga menghancurkan sekitar 40 perkampungan. Erupsi dahsyat dan awan panas menjadi akibat meninggalnya ribuan jiwa di Garut pada 11 Agustus 1772.
Aktivitas Gunung Papandayanan tercatat setiap 5 tahun selalu ada erupsi dan suara Guntur yang menggema. Aktivitas terakhir terjadi pada 11 November 2002 lalu dimana terdapat peningkatakan aktivitas vulkanik.
Namun erupsi yang cukup besar dari Gunung yang memiliki ketinggian sekitar 2.665 mdpl ini, hanya menimbulkan longsoran pada kawah Nangklak dan banjir sepanjang aliran sungai Cibeureum sampai Cimanuk sejauh 7 kilometer. Akibatnya beberapa rumah terendam dan terjadi erosi di sepanjang aliran sungai.
Letusan Gunung Ciremai tahun 1698 dan tahun 1937
Aktivitas vulkanik di Gunung Ciremai diawali oleh gunung-gunung kecil di sekelilingnya, yakni Gunung Putri dan Gunung Gegerhalang. Erupsi yang tercatat pada Gunung yang terletak di Kabupaten Kuning ini terjadi sejak 1698 dan terakhir terjadi pada 1937.
Setelah itu tidak ada lagi aktivitas Gunung Ciremai yang tercatat, sampai saat ini Gunung Ciremai disebut ‘sedang beristirhat’ selama 61 tahun. Waktu istirahat Gunung Ciremai yang tercatat paling pendek selama 3 tahun, sementara waktu istirahat paling panjang 112 tahun.
Namun, gempa tektonik pernah melanda pada tahun 1947, 1955, dan juga tahun 1973. Gempa ini diduga berkaitan dengan struktur sesar. Gempa tektonik ini terulang pada tahun 2001 yang berakibat rusaknya sebagian bangunan di sebelah barat Ciremai.
Letusan Gunung Galunggung Tahun 1982
Tercatat dalam sejarah letusan Gunung Berapi di Jawa Barat, erupsi besar Gunung Galunggung pada 5 April 1982 silam jadi letusan terdahsyat di Jawa Barat. Akibat Gunung Galunggung meletus saat itu, pesawat British Airway 747 bahkan sempat melakukan pendaratan darurat lantaran mesin jetnya mati karena kemasukan debu vulkanik.
Gunung yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya dengan ketinggian 2249 mdpl ribuan orang meninggal dan beberapa perkampungan hancur. Namun sejak saat itu, tidak ada lagi aktivitas Gunung Galunggung yang berarti.
Letusan Gunung Salak tahun 1668-1669
Gunung yang terdapat di Kabupaten Sukabumi dan Bogor ini pernah erupsi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan cukup parah pada tahun 1668-1669.
Dalam sejarah letusan Gunung Berapi di Jawa Barat tercatat, Gunung yang memiliki ketinggian 2.211 mdpl ini pernah mengalami aktivitas vulkanik seperti erupsi normal, erupsi samping, dan erupsi magmatic. Namun sejak tahun 1669, hanya 9 kali terjadi aktivitas yang sama di Gunung Salak. Letusannya pun hanya berupa letusan freatik tiba-tiba dan tidak menimbulkan kerusakan. (Ndu/R7/HR-Online)