Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),– Pasca penyegelan tower BTS (Base Transceiver Stasiun) milik PT. TBG di Dusun Sukamaju, Desa Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, pihak perusahaan mendatangi puluhan warga yang terdampak pembangunan tower, Rabu (24/07/2019) siang.
Pihak perusahaan datang untuk berdialog langsung dengan warga di Aula Kantor Desa Banjarsari. Dari pantauan HR Online di lapangan, kedua belah pihak bersikeras sehingga musyawarah pun berlangsung alot. Bahkan sampai dialog berakhir, pihak perusahaan belum bisa memberikan kepastian terkait tuntutan warga Dusun Sukamaju tersebut.
Berita Terkait: Puluhan Warga Ciamis Segel Tower BTS
Kepala Desa Banjarsari, Ropik Hikmayana mengatakan, dialog tersebut datang atas inisiatif pihak perusahaan. Kata dia, warga yang melakukan penyegelan terhadap tower milik PT. TBG diundang untuk bermusyawarah.
“Tadi itu pertemuan antara pihak perusahaan dengan warga kami. Di dalamnya warga menuntut empat permohonan yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan. Keempat tuntutannya adalah, pertama menuntut Asuransi Keselamatan Jiwa warga, kedua menuntut Asuransi Harta Benda milik warga, tiga meminta adanya perbaikan bangunan benteng tower yang bersentuhan langsung dengan rumah warga, serta yang keempat adalah menuntut perusahaan agar memberikan kompensasi kepada warga sebesar Rp 75 juta,” katanya.
Jika pihak perusahaan tidak dapat memenuhi tuntutan warga tersebut, kata Ropik, maka warga tidak akan membuka segel yang sudah dipasang.
“Jadi sebelum semua tuntutan dipenuhi, maka warga tadi sepakat tidak akan membuka segel.
Bahkan warga akan melakukan gugatan agar izin bangunan tower tersebut dicabut, hal ini karena sejak awal berdirinya bangunan tower ini, tak satu pun warga yang diajak atau memberikan izin, baik secara lisan maupun tulisan,” terangnya.
Kata Ropik, selain dari tuntutan warga yang harus dipenuhi, PT. TBG juga tercatat belum membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama enam tahun.
“Tadi sudah ada pembicaraan yang lumayan alot, namun sayang pihak perusahaan hanya akan mengabulkan biaya kompensasi sebesar Rp 10 juta, makanya warga tadi langsung menolaknya,” tukas Ropik.
Selain empat tuntutan warga soal asuransi hingga kompensasi, warga sekitar tower juga mengharapkan agar pihak perusahaan mendengar keluhan warga terkait keberadaan mesin genset yang suaranya mengganggu warga sekitar.
Saat listrik mati, mesin genset yang sudah disetting otomatis tersebut akan langsung menyala dan mengeluarkan suara keras dan bising. Sehingga warga berharap agar ruangan tempat genset disimpan diberi kedap suara.
Sementara itu, supervisor Area Jawa Barat PT.TBG, Bambang Wicaksono, mengatakan. pihaknya belum bisa memutuskan, apakah tuntutan warga itu akan dipenuhi atau tidak.
“Untuk kompensasi kami tidak bisa memutuskan saat ini. Kita akan mengajukan dulu ke pusat, soal dikabulkan atau tidak itu nanti kebijakan pusat. Namun kami meminta waktu, paling cepat dua minggu kita akan kembali ke sini lagi untuk membawa hasil dari keputusan pusat,” katanya.
Untuk penyegelan sendiri, kata Bambang, secara gangguan pasti ada, namun tidak merugikan perusahaannya. Hanya saja pihak perusahaan terhambat saat akan melakukan pemeliharaan.
“Sebenarnya penyegelan ini justru bisa berdampak bahaya bagi warga, karena dengan penyegelan ini pihak kami tidak bisa masuk untuk melakukan pengecekan serta pemeliharaan,” terangnya.
Pantauan HR Online di lapangan, setelah melakukan negosisasi dengan alot, akhirnya warga mengizinkan pihak perusahaan untuk membuka sementara segel yang sudah terpasang. Hal itu dilakukan lantaran pihak perusahaan ingin mengambil foto dokumentasi peralatan yang ada di dalam tower. Setelah mendokumentasikan peralatan di dalam tower, warga pun langsung menyegel kembali tower bermasalah tersebut. (Suherman/R7/HR-Online)