Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPRD Ciamis dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berinisial AZ, akhinya divonis 4 bulan kurungan dengan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Ciamis, Rabu (08/05/2019). Caleg PKS Ciamis itu dinyatakan terbukti melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf H juncto Pasal 521 tentang Larangan Kampanye di Tempat Pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Caleg PKS Ciamis ini merupakan caleg dari Dapil 1 yang meliputi Kecamatan Ciamis, Cikoneng, Sadananya, dan Sindangkasih. Sementara tempat kejadian perkara kasus ini terjadi di salah satu tempat pendidikan di Desa Pawindan, Kecamatan Ciamis.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis David Panggabean, SH, menyebutkan bahwa terdakwa AZ terbukti melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf H jo Pasal 521 tentang Larangan Kampanye di Tempat Pendidikan sebagaiman tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Menyatakan terdakwa AZ terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Pemilu Pasal 280 ayat (1). Selanjutnya majelis hakim menjatuhkan vonis 4 bulan kurungan dengan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan,” katanya.
Sebelum memberikan vonis, David mengatakan bahwa majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang bisa mempengaruhi putusan. Pertimbangan tersebut, berisi hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Menurut David, beberapa pertimbangan yang memberatkan terdakwa diantaranya, perbuatannya sebagai Caleg DPRD dan pelaksana kampanye tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Sementara untuk pertimbangan yang meringankan, terdakwa selama ini belum pernah tersangkut kasus hukum, juga terdakwa menyesali perbuatanya serta masih muda.
“Putusan ini akan dianggap disetujui apabila dalam tiga hari terdakwa atau tim kuasa hukumnya tidak mengajukan langkah hukum selanjutnya. Kami beri waktu tiga hari untuk pikir-pikir, menerima putusan atau melakukan upaya banding,” katanya mengakhiri sidang.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Yuliarti, SH, usai persidangan, mengatakan, putusan hakim terhadap terdakwa dengan vonis 4 bulan kurangan memang lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
“Sebelumnya kami menuntut terdakwa dengan vonis 6 bulan penjara dengan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan,” ujarnya.
Yuliarti menegaskan, menyikapi vonis hakim tersebut pihaknya masih tahap pikir –pikir. Karena, menurutnya, setelah sidang ini, hasil vonis majelis hakim akan dibawa ke Rapat Pleno Sentra Gakumdu. “Karena vonisnya dinyatakan terbukti. Dengan begitu masuk kategori dakwaan tunggal. Kami akan menimbang kembali apakah Jaksa sebagai penuntut umum akan menerima putusan atau melakukan upaya hukum banding,” terangnya.
Di tempat yang sama, orang tua terdakwa, Didi Sukardi, yang juga Anggota DPRD Provinsi Jabar dari PKS ini menganggap putusan hakim tidak adil. “Pengalaman yang kita ketahui, seperti contoh kasus money politik saat Pilkada Ciamis kemarin, hukumannya itu percobaan. Sedangkan ini yang menurut kami kasusnya bisa ditafsirkan debatable, apakah masuk kategori pelanggaran Pemilu atau tidak, malah divonis hukuman kurangan. Jelas menurut kami ini aneh,” tegasnya.
Padahal, lanjut Didi, saat kasus money politik pada Pilkada Ciamis pun disidangkan di Pengadilan Negeri Ciamis. “Coba bayangkan saja, di sebuah pengadilan yang sama, tapi putusan pelanggaran terkait tempat kampanye bisa lebih berat dari putusan kasus money politik. Padahal kasus money politik kategori perkaranya paling berat dalam aturan Pemilu. Ini yang dimaksud kami aneh dan tidak adil,” tegasnya.
Didi mengatakan, tempat kampanye yang dipermasalahkan dalam kasus ini sudah jelas bukan lembaga pendidikan. Karena, menurut keterangan pemilik yayasan bahwa sejak tahun 2011 sampai sekarang tempat itu adalah Posyandu.
“Selain itu, yang menentukan tempat kampanye anak saya itu para kader Posyandu. Karena tempat itu sudah terbiasa dipakai kumpulan oleh mereka. Dengan begitu, anak saya tidak merasa melakukan pelanggaran. Karena dia hanya diundang untuk datang ke tempat itu dan diberi kesempatan untuk sosialisasi kepada calon pemilih,” ujarnya
Didi juga menilai Bawaslu Ciamis sangat aneh. Karena dalam Pileg 2019 hanya satu temuan yang dilanjutkan pada proses pengadilan, yaitu kasus yang melibatkan anaknya.
“Masa Bawaslu tidak menemukan kasus-kasus pelanggaran Pemilu lainnya. Padahal, sepengetahuan saya dan diketahui masyarakat banyak bahwa money politik di Ciamis selama proses kampanye terjadi dimana-mana. Tapi kenapa Bawaslu hanya memproses kasus anak saya saja? Ini kan aneh,” tegasnya.
Didi pun menduga seperti ada tendensi tertentu dengan menjadikan anaknya sebagai sasaran. Terlebih, petugas Bawaslu dikabarkan seperti terus menguntit kemana pun anaknya melakukan kampanye.
“Dalam pembelaannya, anak saya mengatakan bahwa dia tidak ingin mencederai demokrasi. Dia justru tampil sebagai caleg muda yang memiliki misi masih bersih dan ingin menegakan keadilan,” ujar Anggota DPRD Jabar yang kembali terpilih ini.
Sementara itu, Pengacara Terdakwa, Yudi Riadi SH, mengatakan, pihaknya akan terus memperjuangkan keadilan untuk terdakwa. Menurutnya, putusan hakim pada sidang tadi bukan akhir dari perjuangan. Karena menurutnya, majelis hakim pun memberikan waktu selama tiga hari kepada terdakwa dan keluarganya untuk pikir-pikir, apakah menerima putusan hakim atau melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi.
“Kalau mendengar pernyataan orang tua terdakwa yang menyebutkan bahwa putusan hakim tidak adil, kami sebagai pengacara siap membela hak-hak terdakwa supaya bisa mendapatkan keadilan. Namun, untuk menentukan keputusan banding dan tidaknya, pihak keluarga tadi menyampaikan bahwa akan melakukan shalat istihoroh terlebih dahulu,” katanya. (Heri/R2/HR-Onlline)