Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Didi Sukardi, orang tua terdakwa Caleg PKS Ciamis yang divonis 4 bulan kurungan yang juga Anggota DPRD Provinsi Jabar dari Partai Keadilan Sejahtera manilai putusan hakim tidak adil. Sebagaimana contoh kasus money politik pada Pilkada kemarin, ia menyebut hukumannya hanya percobaan, sedangkan yang ini kasusnya menurut ia masih bisa ditafsirkan debatable.
“Menurut kami kasusnya masih bisa ditafsirkan debatable, apakah masuk kategori pelanggaran Pemilu atau tidak? ini malah divonis hukuman kurangan. Jelas menurut kami ini aneh,” tegasnya.
Saat kasus money politik Pilkada Ciamis, sambung Didi, disidangkan di Pengadilan yang yang sama, yakni di Pengadilan Negeri Ciamis. Akan tetapi putusan pelanggaran yang berkaitan dengan tempat kampanye bisa lebih berat dari putusan kasus money politik. Padahal, ujar Ia, kasus money politik kategori perkaranya paling berat dalam aturan Pemilu. Ini yang dimaksud olehnya aneh serta tidak adil.
Didi menambahkan, tempat kampanye yang dipersoalkan dalam kasus ini sudah jelas-jelas bukan lagi lembaga pendidikan. Pasalnya, menurut keterangan pemilik yayasan sejak tahun 2011 hingga saat ini tempat itu dijadikan Posyandu.
“Yang menentukan lokasi kampanye anak saya itu para kader Posyandu, lantaran tempat itu biasa dipakai berkumpul mereka. Dengan begitu, anak saya tidak merasa melakukan pelanggaran. Sebab, dia hanya diundang untuk datang ke tempat itu dan diberi kesempatan sosialisasi kepada calon pemilih,” tegasnya.
Selain itu, Didi juga menilai Bawaslu Ciamis sangat aneh. Pasalnya, dalam Pileg tahun ini hanya satu temuan saja yang dilanjutkan sampai proses pengadilan, yakni kasus yang melibatkan anaknya itu.
“Masak Bawaslu Ciamis tidak menemukan kasus-kasus pelanggaran Pemilu lainnya. Padahal, sepengetahuan saya dan sudah diketahui masyarakat banyak, money politik di Ciamis selama proses kampanye terjadi di mana-mana. Tapi kenapa hanya memproses kasus anak saya saja? Ini kan aneh,” tegasnya lagi.
Ia pun menduga sepertinya ada tendensi tertentu yang mana menjadikan anaknya itu sebagai sasaran. Apalagi petugas Bawaslu Ciamis informasinya seperti terus menguntit ke mana pun anaknya melaksanakan kampanye.
“Sebagaimana dalam pembelaan, anak saya mengatakan dia tidak ingin menciderai demokrasi. Dia justru tampil sebagai salah satu caleg muda yang memiliki misi masih bersih dan ingin menegakan keadilan,” ujar Didi yang juga Calon Anggota DPRD Jabar yang kembali terpilih tahun ini.
Sebelumnya, Caleg DPRD Ciamis dari PKS berinisial AZ divonis 4 bulan kurungan dengan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Ciamis, Rabu (08/05/2019). Caleg tersebut dinyatakan terbukti melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf H juncto Pasal 521 tentang Larangan Kampanye di Tempat Pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Diketahui, Caleg PKS Ciamis AZ ini merupakan caleg dari Dapil 1 yang meliputi Kecamatan Ciamis, Cikoneng, Sadananya, dan Sindangkasih. Sementara itu tempat kejadian perkara kasus ini terjadi di salah satu tempat pendidikan di Desa Pawindan, Kecamatan Ciamis.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis David Panggabean, SH, disebutkan terdakwa AZ terbukti melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf H jo Pasal 521 tentang Larangan Kampanye di Tempat Pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Menyatakan terdakwa AZ terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Pemilu Pasal 280 ayat (1). Selanjutnya majelis hakim menjatuhkan vonis 4 bulan kurungan dengan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan,” katanya.
Sebelum memberikan vonis, David mengatakan, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang bisa mempengaruhi putusan. Pertimbangan tersebut, berisi hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Menurut David, beberapa pertimbangan yang memberatkan terdakwa di antaranya, perbuatannya sebagai Caleg DPRD Ciamis dan pelaksana kampanye tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Sementara untuk pertimbangan yang meringankan, terdakwa selama ini belum pernah tersangkut kasus hukum, juga terdakwa menyesali perbuatanya serta masih muda.
“Putusan ini akan dianggap disetujui apabila dalam tiga hari terdakwa atau tim kuasa hukumnya tidak mengajukan langkah hukum selanjutnya. Kami beri waktu tiga hari untuk pikir-pikir, menerima putusan atau melakukan upaya banding,” katanya mengakhiri sidang.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Yuliarti, SH, usai persidangan, mengatakan, putusan hakim terhadap terdakwa dengan vonis 4 bulan kurangan memang lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
“Sebelumnya kami menuntut terdakwa dengan vonis 6 bulan penjara dengan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan,” ujarnya.
Yuliarti menegaskan, menyikapi vonis hakim tersebut pihaknya masih tahap pikir –pikir. Karena, menurutnya, setelah sidang ini, hasil vonis majelis hakim akan dibawa ke Rapat Pleno Sentra Gakumdu. “Karena vonisnya dinyatakan terbukti. Dengan begitu masuk kategori dakwaan tunggal. Kami akan menimbang kembali apakah Jaksa sebagai penuntut umum akan menerima putusan atau melakukan upaya hukum banding,” terangnya. (Heri/R6/HR-Online)