Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Ketua Fraksi Partai Golkar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Agun Gunandjar Sudarsa, menegaskan bahwa DPR dan Pemerintah sudah mengeluarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang salah satunya mengatur soal desa.
Selain itu, kata Agun, Pemerintah juga sudah mengeluarkan Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementrian Negara. Undang-undang tersebut mengatur pembagian fungsi-fungsi manajemen pemerintahan. Salah satu fungsinya mendorong alokasi anggaran semakin besar ke daerah.
“Sesungguhnya konsep kesejahteraan rakyat sudah secara yuridis terkonsep sejak reformasi. Yakni melalui desain pelaksanaan otonomi daerah (Otda), yang telah dimulai sejak awal reformasi dan pasca amandemen UUD 1945 selesai tahun 2002,” kata Agun pada kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Cisaga dan Rancah, Kabupaten Ciamis, Sabtu (15/12/2018).
Namun faktanya, Agun mengungkapkan, pemerintahan hasil Pemilu 2004 dan 2009 masih saja terhambat oleh berbagai isu yang merugikan daerah. Seperti isu raja-raja kecil di daerah, potensi disintegrasi hingga kasus korupsi.
“Akibatnya alokasi APBN terus bertumpuk dan berpusat di Jakarta. Dalam hal ini di Kementrian. Untuk menyenangkan daerah, dialokasikan Dana Transfer ke daerah. Sesungguhnya dana terbesar dalam bentuk DAU lebih diprioritaskan untuk belanja rutin dan belanja pegawai, bukan untuk masyarakat,” tandasnya.
Sedangkan untuk pembangunan atau masyarakat, kata Agun, disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan DAU. Menurut dia, hal itu bisa dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN) setiap tahunnya.
Adapun dana transfer daerah lainnya, menurut Agun, masih berada di masing-masing kementrian. Dan pelaksanaannya, mewajibkan daerah ikut Bimtek di Jakarta. Daerah juga wajib membentuk UPTD sebagai instansi pusat di daerah guna penyerapan anggaran dimaksud.
“Mengapa tidak diserahkan saja dana tersebut ke provinsi, kabupaten dan kota secara langsung. Tidak perlu lagi pengadaan alat dan barang, mulai dari benda mati hingga hewan, pupuk, bibit, buku, alkes, dan sebagainya oleh pemerintah pusat atau kementrian di Jakarta,” ungkapnya.
Agun juga bertanya-tanya, mengapa tidak diserahkan saja ke daerah sesuai lingkup dan kewenangannya. Karena dengan itu, mampu dan mendorong pelaku-pelaku usaha yang semakin banyak di daerah. Tentunya, selain berdampak pada pemerataan pembangunan dan perekonomian, juga menyerap banyak tenaga kerja,.
“Hari ini undang-undang desa sudah berjalan sejak disahkan pada tahun 2015. Alhamdulillah pusat berkewajiban memberikan dana desa yang besar. Dan pada pemerintahan inilah amanah kesejahteraan dalam undang-undang desa secara konsisten dilaksanakan. Dana yang diberikan dari APBN kepada desa juga semakin besar,” katanya.
Agun menambahkan, dengan semakin besarnya dana desa, maka impian kesejahteraan rakyat semakin menjadi kenyataan. Karena dengan besarnya uang di desa, akan membangkitkan roda perekonomian masyarakat. Dampaknya, tumbuhnya lapangan kerja yang menyerap dapat tenaga kerja, sekaligus mengentaskan kemiskinan secara nyata. (Deni/R4/HR-Online)