Berita Teknologi, (harapanrakyat.com),- Serangan siber kini mengancam kedaulatan digital yang memiliki cakupan sangat luas. Namun, bila dikerucutkan maka kedaulatan digital adalah tentang perlindungan data secara menyeluruh terhadap suatu negara.
Data yang dimaksud tak hanya tentang data warga negara, tetapi juga data-data yang dimiliki oleh institusi, baik bisnis maupun institusi pemerintah, seperti rahasia negara.
Pencurian data merupakan esensi dari masalah kedaulatan digital. Menurut laporan Identity Theft Resource Center, tercatat antara Januari sampai Juli 2018 telah terjadi pencurian 22.408.258 data.
Sedangkan, menurut laporan Ponemon 2018, rata-rata total kerugian dari pelanggaran data adalah $3,86 juta. Kemungkinan rata-rata pelanggaran data global dalam 24 bulan ke depan adalah 27,9 persen.
Serangan siber terhadap data bisa berada di lebih dari satu tempat, bahkan dapat dibawa melintasi separuh dunia dalam hitungan detik dan dicuri tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Technical Consultant PT. Prosperita-ESET Indonesia, Yudhi Kukuh, melalui press release yang diterima HR Online, Rabu (05/12/2018), mengatakan, masalah pelik data ada ketika kita tidak memiliki control.
Hal itu karena kebijakan yang sangat ketat yang diberlakukan di banyak negara terkait data. Misalnya dengan mewajibkan perusahaan teknologi membangun data center mereka di dalam negeri.
“Lain halnya dengan data usaha atau bisnis yang datanya tertanam dalam infrastruktur perusahaan, dan musuh terbesar mereka saat ini adalah ancaman targeted attack, yaitu malware yang bertujuan melumpuhkan operasi perusahaan sambil melakukan pencurian data,” jelasnya.
Malware Targeted Attack
Lebih lanjut Yudi mengatakan, bahwa bicara mengenai malware dengan serangan yang ditargetkan pasti, akan merujuk pada Stuxnet, BlackEnergy, Industroyer hingga pada Telebots. Namun, hal itu akan segera berlalu.
“Sekarang dan masa depan, kita bicara tentang GreyEnergy yang menjadikan malware lebih modern dan canggih,” tandasnya.
Seperti halnya para pendahulunya, GreyEnergy diciptakan untuk mengeksploitasi sistem ICS/SCADA yang rentan diretas karena keterbatasan sistem keamanan.
Sedangkan, yang membedakan dari malware sebelumnya adalah ia tidak hanya bertugas untuk melumpuhkan sistem ICS/SCADA, tetapi juga memiliki misi lain sebagai malware pengintai atau spionase. Contohnya serangan malware Gazer pada tahun 2016, di mana malware targeted attack yang dapat dideteksi ESET ini mengincar kedubes dan konsulat di seluruh dunia.
Yudi juga menyebutkan bahwa, GreyEnergy memiliki spesifikasi serupa sebagai mata-mata di dunia maya. Kelebihan lain GreyEnergy yang membuatnya lebih berbahaya terletak pada kemampuannya yang berfungsi sebagai backdoor, keylogging, mencuri file, mengambil screenshoot, kata sandi, serta pencurian kredensial, dan banyak lagi.
ICS/SCADA yang menjadi incaran GreyEnergy merupakan sistem yang digunakan untuk mengoperasikan mesin-mesin yang digunakan dalam banyak bidang. Seperti manufaktur dan infrastruktur penting, diantaranya pembangkit listrik, pengolahan air, kilang minyak, bahkan bandar udara.
“Jadi bisa dibayangkan kengerian apa yang dibawa oleh malware targeted attack yang difokuskan untuk mengeksploitasi ICS/SCADA,” kata Yudi. (Eva/R3/HR-Online)