Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Ketua Komisi I DPRD Ciamis, Oman, menegaskan, setelah pihaknya mendatangi kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), di Jakarta, beberapa waktu lalu, untuk melakukan konsultasi terkait syarat pemekaran wilayah desa seperti yang tercantum dalam Permendagri no 1 tahun 2017 tentang Pemekaran Desa, diketahui bahwa tidak ada satu pun desa di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, yang memenuhi syarat dimekarkan.
“Dalam Permendagri no 1 tahun 2017 disebutkan bahwa salah satu syarat sebuah wilayah desa di pulau Jawa bisa dimekarkan adalah penduduknya harus berjumlah minimal 6000 jiwa. Dalam Permendagri tersebut, tidak dijelaskan apakah jumlah 6000 jiwa itu jumlah penduduk sebelum dimekarkan atau setelah dimekarkan. Makanya, kami beberapa minggu yang lalu melakukan konsultasi ke Kemendagri,” ujarnya, kepada Koran HR, Selasa (18/12/2018).
Setelah melakukan konsultasi, lanjut Oman, akhirnya mendapat jawaban jelas dari Kemendagri bahwa syarat 6000 jiwa itu setelah wilayah desa dimekarkan. Artinya, wilayah desa di pulau Jawa yang memenuhi syarat dimekarkan harus berpenduduk minimal 12 ribu jiwa. Dan setelah dimekarkan, baik desa induk maupun desa pemekaran, masing-masing penduduknya harus tidak kurang dari 6000 ribu jiwa.
“Bayangkan saja, harus berpenduduk 12 ribu jiwa. Sementara di Kabupaten Ciamis tidak ada wilayah desa yang penduduknya mencapai 12 ribu. Desa Panjalu saja sebagai wilayah desa paling padat penduduk di Kabupaten Ciamis kurang dari 12 ribu jiwa, terangnya.
Dengan begitu, lanjut Oman, usulan pemekaran desa yang masuk ke DPRD Ciamis akhirnya tidak bisa diproses. Hal itu lantaran terganjal aturan perundang-undangan. “Kami juga menanyakan apakah desa yang wilayahnya terlalu luas bisa dikecualikan? Menurut Kemendagri, aturan itu tegas dan tidak ada pengecualian. Kecuali kalau di kemudian hari Permendagri tersebut dilakukan revisi dari aspek syaratnya. Itupun kalau syarat jumlah penduduknya diturunkan dalam revisi,”terangnya.
Oman mengungkapkan, alasan beberapa desa di Kabupaten Ciamis ingin dimekarkan rata-rata karena alasan luas wilayah. Warga di desa yang wilayahnya luas kerap mengeluh ketika akan membutuhkan pelayanan ke kantor desa lantaran jarak dari rumahnya sangat berjauhan.
“Jadi, alasannya kebanyakan dari pelayanan. Namun, meski wilayah desanya luas, tapi penduduknya tidak mencapai 12 ribu. Biasanya kondisi seperti itu terjadi di desa yang berada di dataran tinggi atau pegunungan. Wilayahnya luas karena banyak hutan dan persawahan, tetapi kawasan penduduknya tidak terlalu padat,” terangnya.
Menurut Oman, untuk desa di Kabupaten Ciamis, lebih berpeluang menjadi wilayah adminisitratif kelurahan ketimbang wilayahnya dimekarkan. Karena tak sedikit desa di Kabupaten Ciamis yang sudah layak menjadi kelurahan.
“Seperti di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Ciamis, Sindangkasih, Panjalu, Banjarsari dan Kawali, ada beberapa desa yang layak menjadi kelurahan. Karena geliat ekonomi di desa-desa itu sudah terlihat mulai berkembang menjadi kawasan perkotaan,” ungkapnya.
Oman mengatakan, setelah pemerintah pusat berencana pada tahun 2019 ini mulai menggulirkan dana kelurahan, bagi desa di Kabupaten Ciamis yang sudah layak menjadi kelurahan merupakan sebuah kesempatan emas.
“Karena memang sebelumnya banyak desa yang menolak menjadi kelurahan karena berpikir rugi kehilangan bantuan dana desa. Tapi sekarang pemerintah sudah menjawab dengan menggulirkan dana kelurahan,” ujarnya. (Bgj/Koran HR)