Berita Ciamis (harapanrakyat.com),- Setelah terjadi longsor di tujuh titik di kawasan hutan produksi terbatas Gunung Sawal Ciamis, atau tersebar di tiga wilayah kecamatan.
Ketiga wilayah kecamatan itu meliputi Sindangkasih, Cihaurbeuti dan Kecamatan Panumbangan. Longsoran tersebut berpotensi menimbulkan bencana banjir bandang, tampaknya mendapat perhatian dari DPRD Ciamis.
Ketua DPRD Ciamis, Nanang Permana, didampingi Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ciamis, Ani Supiani dan relawan Pusdalops BPBD Kabupaten Ciamis, Senin (19/11/2018), meninjau langsung ke titik longsor di kawasan hutan produksi milik Perhutani.
Lokasinya berada di Blok 46C Pangrumasan, Dusun Wanasari, Desa Budiasih, Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis.
Di lokasi itu, longsor berada di atas pegunungan dengan ketinggian sekitar 700 mdpl. Sementara luas longsoran sekitar 2 hektar yang terdiri dari 4 titik dengan tinggi tebing sekitar 80 meter.
Longsoran pun merembat ke bawahnya. Akibatnya, terdapat akses jalan desa yang berada di bawah lereng gunung ikut tertutup material longsor.
Pansus DPRD Ciamis Rekomendasikan Semua Masukan ke Pemda
Di sela-sela meninjau lokasi longsor, Ketua DPRD Ciamis, Nanang Permana, menegaskan, hasil keputusan politik Pansus DPRD Ciamis pada tahun 2017 sudah tegas bahwa, merekomendasikan agar seluruh area hutan produksi di kawasan Gunung Sawal Ciamis untuk dialihfungsikan menjadi kawasan hutan konservasi.
“Rekomendasi Pansus DPRD pun sudah ditindaklanjuti oleh Pemkab Ciamis dengan mengirim surat permohonan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam surat permohonan itu Pemkab kembali menegaskan bahwa meminta pihak kementerian untuk mengalihfungsikan seluruh area hutan produksi di tanah negara Gunung Sawal menjadi hutan konservasi,” ujarnya.
Nanang menambahkan, DPRD Ciamis pun sudah melakukan konsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menguatkan surat permohonan yang sebelumnya dilayangkan oleh Pemkab Ciamis.
“Hasil dari konsultasi tersebut, pihak kementerian menyarankan agar Pemkab Ciamis kembali mengirim surat permohonan tersebut ke Gubernur Jabar. Karena saat ini pemerintah provinsi yang mengelola urusan kehutanan. Jadi, yang mengirimkan surat permohonan ke pihak kementerian harus gubernur, bukan bupati,” terangnya.
Melihat kondisi hutan produksi di Gunung Sawal saat ini yang tingkat kerusakannya semakin parah, lanjut Nanang, pihaknya akan secepatnya mendorong bupati untuk mengirim surat sekaligus melakukan koordinasi dengan gubernur.
“Intinya, kami ingin gubernur secepatnya membuat surat permohonan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait pengalihfungsian seluruh area hutan produksi di kawasan Gunung Sawal menjadi hutan konservasi,” tegasnya.
Nanang mengatakan, setelah pihaknya melakukan peninjauan langsung ke lokasi longsor pada area hutan produksi Gunung Sawal Ciamis, memang kondisinya sangat memprihatinkan. Menurutnya, apabila area lereng gunung ditanami pohon pinus, dipastikan akan berpotensi besar menimbulkan longsor.
“Karena pohon pinus itu tidak bisa menjadi andalan sebagai penyerap air hujan. Di area lereng gunung harusnya ditanami bermacam-macam pohon besar yang mampu menyerap air. Maka jangan heran kalau di lokasi hutan pinus seluas 2 hektar itu terjadi longsor yang sangat parah,” ujarnya.
Hutan Lindung Margasatwa
Selain itu, kata Nanang, dalam hutan produksi Perhutani Gunung Sawal Ciamis terdapat hutan lindung maragsatwa. Terdapat satwa liar yang dilindungi seperti macan dan lainnya.
Ia menegaskan, wajar saja apabila satwa liar turun ke permukiman penduduk di saat musim kamarau. Karena di bawah hutan margasatwa Gunung Sawal Ciamis tidak ada cadangan makanan untuk hewan liar.
“Kalau di bawahnya terdapat hutan pinus, maka akan memutus mata rantai makanan satwa liar seperti macan. Karena di kawasan hutan pinus tidak akan terdapat satwa monyet atau kijang yang menjadi makanan macan. Sebab pohon pinus tidak menghasilkan buah yang menjadi makanan monyet. Jadi, wajar saja kalau hewan liar langsung turun ke permukiman penduduk mencari makanan,” tegasnya.
Nanang juga mengungkapkan seperti kasus yang diangkat oleh Pansus DPRD Ciamis pada tahun 2017. Berawal dari protes masyarakat setempat terhadap perkebunan kopi pada area hutan produksi Gunung Sawal.
Tepatnya di wilayah Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, yang sering menimbulkan longsor dan bencana lainnya. Menurutnya, menanam pohon kopi di area lereng gunung atau kondisi tanahnya memiliki kemiringan, jelas salah kaprah.
“Tanaman kopi tidak bisa menjadi pohon resapan air. Jadi wajar kalau terjadi longsor. Makanya, setelah banyak terjadi longsor di area hutan produksi Perhutani di kawasan Gunung Sawal. Mau tidak mau Perhutani harus angkat kaki dari Gunung Sawal,” tegasnya.
Manfaat Ekonomi dari SDM Hutan
Menurut Nanang, jangan sekali-kali memaknai manfaat ekonomi dari sumber daya hutan hanya semata diukur dari alat tukar. Seperti pohon jati untuk produksi kayu dan getah pohon pinus untuk bahan olahan industri.
Karena melestarikan air yang mengalir, rimba yang jadi habitat margasatwa adalah nilai ekonomis yang tak bisa diuangkan.
“Justru hutan yang lestari itu menfaatnya lebih besar dari keuntungan uang. Karena hutan lestasi akan menjadi daya hidup yang menyokong ekosistem secara keseluruhan, termasuk hidup kita dan sekian generasi ke depan,” tegasnya.
Menurut Nanang, berkaca pada permasalahan hutan produksi di Gunung Ceramai, beberapa tahun lalu. Pemkab Kuningan, Cirebon dan Majalengka yang didorong oleh DPRD-nya masing-masing, mengeluarkan keputusan bersama dan berhasil mengusir Perhutani dari Gunung Ceramai.
“Permasalahan di Gunung Ceramai pun sama mengenai kerusakan hutan akibat aktivitas hutan produksi. Waktu itu tiga pemerintah daerah mengusulkan ke Kementerian Kehutanan agar mengalihfungsikan hutan produksi di Gunung Ceramai agar menjadi kawasan hutan konservasi. Alhamdulilah berhasil. Makanya, kita juga harus berhasil mengusir Perhutani dari Gunung Sawal,” tegasnya.
BPBD Ciamis Sebut Ada 7 Titik Longsor
Sebelumnya, BPBD Ciamis menyebut ada 7 titik bencana longsor dalam area hutan produksi terbatas yang berada di kaki Gunung Sawal. Atau berada di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Sindangkasih, Cihaurbeuti, dan Panumbangan Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Dari hasil peninjauan lapangan BPBD Ciamis, longsor yang terjadi di tujuh titik itu berpotensi menimbulkan bencana apabila tidak segera mendapat penanganan.
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ciamis, Ani Supiani, mengatakan, pihaknya sudah melaporkan hasil tinjauan lapangan mengenai 7 titik longsor di kaki Gunung Sawal ke beberapa instansi terkait.
Menurutnya, dari hasil penelitian lapangan ke tujuh lokasi longsor, terdapat beberapa saluran mata air yang tersumbat oleh muntahan material longsor.
“Yang kami khawatirkan itu saluran mata air yang tersumbat oleh muntahan material longsor. Kami khawatir apabila tidak cepat mendapatkan penanganan akan berpotensi bencana banjir bandang. Seperti yang terjadi di Desa Padamulya, Kecamatan Cihaurbeuti pada tahun 2011 lalu,” ujarnya. (Bgj/Koran-HR)
Berita Terkait
Longsor Kembali Terjadi di Gunung Sawal Ciamis, Lagi-lagi di Hutan Perhutani
7 Titik di Gunung Sawal Ciamis Longsor, Banjir Bandang Ancam 3 Wilayah Kecamatan