Sebuah penelitian ilmiah yang diterbitkan pada tahun 2017 dalam jurnal “Archives of Sexual Behavior” membenarkan nasihat kalangan orang tua kepada seseorang untuk berhati-hati saat berselingkuh. Berikut Ini Fakta Ilmiah Berkaitan dengan Selingkuh.
Pasalnya, penelitian itu menyebut perselingkuhan akan terulang kembali pada hubungan lain di masa yang akan datang. Dan hasil penelitian itu mengungkap bahwa orang yang pernah melakukan perselingkuhan pada hubungan pertama, kemungkinan besar akan melakukan hal serupa pada hubungan selanjutnya.
Peneliti dari University of Queensland dalam Jurnal “Evolution and Human Behavior” bahkan menyebut faktor genetika memiliki kaitan erat dengan tindakan perselingkuhan.
Para ahli psikologi serta pakar hubungan bertahun-tahun meluangkan waktu untuk mendalami persoalan tersebut. Merekapun menemukan fakta mengejutkan setelah melakukan penelitian panjang.
Berikut ini temuan ilmiah terkait perselingkuhan dari para ahli psikologi dan pakar hubungan yang berhasil dihimpun oleh harapanrakyat.com.
#1. Ketergantungan Ekonomi
Dari hasil penelitian yang dilakukan tahun 2015 kepada sekitar 2.800 responden berusia antara 18 sampai 32 tahun, terungkap bahwa seseorang yang ekonominya sangat tergantung kepada pasangan, kemungkinan besar tidak setia.
“Apalagi jika kondisi itu dialami pria yang tergantung penuh dari sisi ekonomi kepada pasangan wanita. Sebaliknya, posisi wanita yang tergantung secara finansial kepada pria, justru hanya lima persen yang melakukannya,” kata peneliti.
#2. Jenis Kelamin
Jurnal “Personal Relationships” pada tahun 2015 mengungkapkan, kaum pria akan marah besar dan memutuskan hubungan ketika pasangan wanitanya berselingkuh dengan lawan jenis. Tapi kaum pria justru penasaran jika pasangan wanitanya berselingkuh dengan sesama wanita.
Sebaliknya, kaum wanita cenderung untuk memutuskan hubungan dengan pasangan prianya yang berselingkuh dengan sesama pria. Meski begitu, kaum wanita tidak berarti mengamini pasangan prianya berselingkuh dengan wanita lain.
#3. Perselingkuhan Fisik atau Emosional?
Jurnal “Evolutionary Psychology” pada tahun 2013 menyebut kebanyakan kaum pria heteroseksual geram dan marah ketika pasangan wanitanya mempunyai hubungan secara fisik dengan pria lain atau bukan karena hubungan secara emosional (jatuh cinta).
Sebaliknya, kebanyakan kaum wanita merasa marah dan geram kepada pasangan prianya yang memiliki hubungan secara emosional (jatuh cinta) dengan wanita lain, bukan karena hubungan secara fisik dengan wanita tersebut.
Soal perselingkuhan emosional, Kristin Salaky dari Business Insider, mengulas hasil penelitian menarik dalam jurnal “American Association of Marriage and Family Therapy”.
Dalam penelitian tersebut, 45 persen kaum pria dan 35 persen kaum wanita, mengaku mempunyai hubungan perselingkuhan secara emosional. Angka tersebut lebih tinggi ketimbang 20 persen responden yang mengaku melakukan perselingkuhan secara fisik.
Buku berjudul “Chatting or Cheatting” yang diterbitkan tahun 2012 oleh Sheri Meyers, memperingatkan soal perselingkuhan secara fisik dan emosional. Dalam buku itu disebutkan, batasan perselingkuhan secara emosional sulit ditentukan jika dibandingkan dengan perselingkuhan secara fisik.
Contohnya, saat sedang ribut (cekcok), pasangan seringkali bicara soal mengakhiri hubungan pada ujungnya. Atau ketika ditanya soal pertemanan dengan seseorang, pasangan berubah menjadi defensif alias berkelit.
#4. Pria atau Wanita Cenderung Berselingkuh?
New York Magazine baru-baru ini mengungkapkan bahwa perselingkuhan bukan lagi milik kaum pria. Dengan kata lain, kemungkinan kaum wanita berselingkuh sama dengan perselingkuhan yang dilakukan kaum pria.
Sedangkan Jurnal “Archives of Sexual Behavior” yang terbit pada tahun 2011 menemukan sekitar 23 persen kaum pria dan 19 persen kaum wanita heteroseksual, mengaku sama-sama sudah mencurangi pasangan masing-masing.
#5. Memperbaiki Hubungan usai Perselingkuhan
M. Gary Neuman, Penggagas program video “Creating Your Best Marriage”, menyebutkan, perbaikan hubungan setelah pasangan melakukan perselingkuhan masih mungkin dilakukan. Diapun mengulas tiga panduan pemulihan atau memperbaiki hubungan setelah perselingkuhan.
Pertama, pelaku selingkuh menyesali dan ingin hidupnya berubah. Kedua, korban pastikan pelaku sudah berhenti melakukan perbuatannya. Ketiga, korban tidak mengajukan pertanyaan peka tentang apa yang terjadi antara pelaku dengan kekasih selingkuhannya.
Sementara itu, penelitian tahun 2017 yang diterbitkan pada “Jurnal of Sex Research” membeberkan alasan seseorang tidak melakukan perselingkuhan.
Penelitian itu melibatkan sekirat 400 orang warga Israel berusia antara 24 sampai 60 tahun, sudah menikah lebih dari 1 tahun serta memiliki anak. Dari penelitian itu, sedikitnya ada empat alasan utama mereka tidak mau selingkuh.
“Pertama, moralitas. Kedua, dampak kepada anak. Ketiga, ketakutan hidup sendiri. Keempat, dampak kepada orang lain, utamanya kepada pasangan selingkuh,” kata peneliti.
Responden dengan latar belakang agama (religius), mayoritas memberikan alasan moralitas dan khawatir perbuatan itu berimbas kepada orang lain. Sedangkan responden sekuler beralasan takut hidup sendirian. (Deni/R4/HR-Online)