Berita Banjar (harapanrakyat.com),- Rencana Pemerintah Kota Banjar melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), akan meningkatkan kesejahteraan guru honorer, yang semula Rp 250 ribu per bulan menjadi Rp 700 ribu dalam APBD 2019, tampaknya hanya angin segar saja supaya ancaman mogok kerja batal dilakukan.
Ketua Harian PGRI Kota Banjar, Dadang Darul, mengatakan, Disdikbud belum mengarah atau menyebutkan nominal, saat perwakilan honorer guru menemui sejumlah pejabat di dinas tersebut, pasca demo yang dilakukan pada Rabu, 26 September lalu.
“Memang benar, Pemkot Banjar siap mengakomodir tuntutan honorer, yaitu salah satunya soal peningkatan kesejahteraan. Cuma, yang saya tahu ketika mengawal honorer yang kembali menemui pejabat kota dan pejabat dinas terkait, tidak mendengar dijanjikan sampai menyebutkan nominal menjadi 700 ribu rupiah,” ujarnya, saat dikonfirmasi Koran HR, Selasa (02/10/2018).
Jadi, lanjut Dadang, dirinya tidak mengetahui soal adanya wacana peningkatan kesejahteraan honorer guru diakomodir sebesar itu. Namun yang jelas, Pemkot Banjar untuk merealisasikan itu diperlukan kajian mendalam.
“Ya memang itu ditegaskan pemkot, baru sebatas akan mengkajinya dulu. Ya tidak tahu juga, jika perwakilan honorer menemui lagi Disdik tanpa dibarengi kami dari PGRI,” tandasnya.
Namun, menurut Dadang, kalau pun betul pemkot sudah berani menyebutkan nominal sebagaimana kabar yang dikatakan oleh perwakilan honorer guru, seharusnya pihak honorer berkoordinasi kepada PGRI. Sehingga, jika ada pihak lain yang menanyakan, maka PGRI pun bisa menjawabnya.
Karena, pada prinsifnya PGRI sebagai organisasi profesi guru, mensyukurinya dengan adanya wacana kenaikan sebesar itu, dan siap mengawalnya sampai berhasil terwujud, atau Pemkot Banjar bisa merealisasikannya mulai tahun anggaran 2019.
Dadang juga mengatakan, sebenarnya sebelum menemui kembali pejabat dinas kota dan pejabat dinas terkait di kantor Setda pada tanggal 26 September itu, forum guru honorer menginformasikan kepada PGRI akan mengerahkan segenap honorer. Hal itu dilakukan untuk menagiih janji, terkait tuntutan aksi damai.
“Intinya, kami PGRI diajak ikut untuk mengawalnya menemui Walikota Banjar. Atas rencana forum honorer itu, saya memberikan saran agar tidak usah melakukan hal demikian dulu, tetapi tunggu realisasi atau keluarnya surat jawaban walikota dari hasil audensi yang dilaksanakan honorer waktu acara aksi damai,” terangnya.
Karena menurut Dadang, bagaimanapun permohonan mengenai penambahan atau peningkatan kesejahteraan honorer guru adalah fokus yang utama, sebab permasalahan yang lainnya merupakan bentuk dorongan dari PGRI kepada pemkot untuk ditindaklanjuti ke pusat.
Sedangkan, persoalan anggaran tentunya perlu pembahasan dan kajian yang hati-hati antara pemkot dan DPRD. Sehingga, keputusan atau kebijakan yang diambil nantinya benar-benar memenuhi unsur kepentingan antara yang memohon dengan pemerintah selaku yang dimohon.
“Dengan demikian, berikanlah ruang dan waktu yang ideal terhadap pemkot untuk mengkaji harapan kita tersebut. Adapun untuk agenda hari Rabu 26 September itu, jika tidak bisa ditunda, sifatnya klarifikasi dulu, bukan untuk menagih janji, dan itu pun cukup perwakilan pengurus tanpa melibatkan partisipasi anggota untuk sama-sama ikut hadir,” katanya.
Karena pada prinsipnya, pada saat audensi dengan Asda dan Kadisdik hanya berfungsi sebagai fasilitator, bukan penentu kebijakan dari persoalan yang diajukan honorer.
“Itu masukan dan saran kami sebenarnya, sebelum kembali menggelar audensi dengan pejabat pemkot pada 26 September lalu,” jelas Dadang.
Sementara itu, untuk mengkonfirmasikan hal tersebut, Koran HR mencoba menghubungi Ketua Forum Honorer Kota Banjar, Hanasa, via telepon selulernya. Namun, hingga berita ini diturunkan tidak mengangkatnya atau memberi jawaban. (Nanks/Koran HR)