Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Ritual nepus atau yang dikenal dengan sebutan ritual ukur bambu di situs makam keramat Janggala yang berlokasi di Desa Janggala, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, memiliki tata cara ritual cukup unik. Ritual yang dipercaya sebagai ikhtiar dalam memperoleh jabatan dan pekerjaan ini tampaknya menggunakan potongan bambu kecil saat menjalankan prosesinya.
Selain itu, untuk memastikan apakah permintaan yang dipanjatkan dalam doa akan terkabul atau tidak, bisa dilihat dari ukuran bambu. Cara prosesinya, pertama-pertama peziarah akan diberi potongan bambu kecil oleh kuncen. Kemudian bambu tersebut diukur sepanjang rentangan tangan dari ujung jari kanan sampai ujung jari kiri atau dalam istilah bahasa sunda disebut sadeupa.
Setelah ukuran bambu dipastikan sudah berukuran sadeupa, kemudian peziarah berdoa di depan makam keramat tersebut sembari menyampaikan maksud dan keinginan yang ingin dicapai. Setelah selesai berdoa, bambu yang berukuran sadeupa itu dipukulkan sebanyak tiga kali ke makam tersebut dan kembali menyampaikan keinginan dalam hati. Setelah selesai, kemudian cek ukuran bambu tersebut.
Apabila terjadi proses gaib, ukuran bambu akan menjadi lebih panjang dari ukuran semula atau melebihi ukuran sadeupa tangan peziarah. Jika begitu, maka keinginan yang dipanjatkan dalam doa akan terkabul. Tetapi, apabila ukuran bambu masih tetap atau malah berkurang, maka keinginannya belum dapat terkabul dalam waktu dekat.
Juru kunci atau kuncen Situs Janggala, Enjang Hasan, mengatakan, ritual itu hanyalah sebatas ikhtiar, namun yang menentukan takdir manusia tetap Alloh SWT. Selain itu, kata dia, apabila keinginan ingin terkabul, para peziarah harus berusaha maksimal dalam mengejar keinginan yang dicita-citakannya.
“Berdoa di tempat ini hanya untuk meminta keberkahan dari Alloh SWT. Karena makam ini adalah makam orang sholeh,” ujarnya, kepada HR Online, akhir pekan lalu.
Area makam yang berada di tengah persawahan dan di sekeliling situs terdapat pohon kawung dan bambu ini merupakan makam kiyai Mugni atau kiyai Gandapura. Kiyai Mugni merupakan tokoh penyebar agama islam pertama di Desa Janggala.
“Peziarah yang datang ke sini tak hanya dari warga sekitaran Ciamis saja, tetapi juga banyak dari luar daerah. Peziarah yang datang rata-rata ingin dimudahkan mendapat pekerjaan atau jabatan. Selain itu, ada juga yang ingin naik jabatan dan terpilih menjadi kepala desa atau anggota dewan,” ujarnya.
Makanya, kata Enjang, tak sedikit para pejabat yang datang ke tempat tersebut. Dia juga mengatakan ritual nipus merupakan adat turun-temurun yang sudah ada sejak dulu. “Dari saya masih anak-anak ritual ini sudah ada. Memang dari dulunya juga para peziarah yang datang ke sini rata-rata tujuannya ingin dimudahkan dalam mencari pekerjaan dan jabatan,” katanya.
Selain para peziarah, kata Enjang, di tempat makam keramat itupun terdapat agenda rutin yang digelar oleh masyarakat setempat. Menurutnya, setiap tanggal 1 bulan Mulud selalu diadakan doa bersama di makam tersebut. “Kalau doa bersama yang diselenggarakan oleh masyarakat ini merupakan adat yang sudah turun temurun dan sudah menjadi agenda tahunan,” ujarnya.
Enjang pun meminta pemerintah daerah agar membantu pembangunan sarana dan prasarana di areal situs tersebut. “Kami ingin dibangun pagar di sekeliling area situs ini. Setidaknya dengan adanya pagar, situs ini akan terlihat tertata dan terawat dengan baik,” ujarnya. (Her2/R2/HR-Online)